May 27, 2009

Kenapa KKN Tumbuh Subur?

Hsiu Kung-yi, perdana menteri Lu, menggemari ikan. Karena itu, orang-orang di seluruh daerah itu dengan hati-hati membeli ikan yang mereka berikan padanya. Namun demikian, Kung-yi tidak bersedia menerima hadiah seperti itu.

Saat melihat tindakan seperti itu, adik lelakinya mengeluh kepadanya dan berkata, “Kau jelas-jelas suka ikan. Mengapa kau tidak mau menerima hadiah ikan?”

Sebagai balasan, ia berkata, “Justru karena aku suka ikan, aku tak bersedia menerima ikan yang mereka berikan padaku. Jika aku menerima ikan itu, aku malah akan berutang budi kepada mereka. Setelah aku berutang budi kepada mereka, kapan-kapan aku harus membengkokkan hukum. Jika aku membengkokkan hukum, aku akan dipecat dari jabatanku. Mungkin saat itu aku bahkan tak bisa membeli ikan sendiri. Sebaliknya, jika aku tidak menerima ikan dari mereka dan tidak dipecat dari jabatanku, mengingat aku amat menggemari ikan, aku bisa membelinya sendiri.”

(HAN-FEI-TZU, FILSUF CINA, ABAD KETIGA SEBELUM MASEHI)

Jika semua pejabat memiliki pemikiran seperti Hsiu Kung-yi, bisa dipastikan negeri kita akan terbebas dari yang namanya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Tetapi apa mau dikata, pejabat kita rata-rata lebih suka menerima hadiah ikan daripada membeli ikan sendiri.

Mental dan karakter yang lebih suka menerima daripada memberi, terbukti membuat KKN tumbuh subur di negeri ini. Belum lagi ditunjang budaya malu yang masih sangat rendah, menjadi pupuk yang makin membuat KKN mengalami panen raya di bumi nusantara.

Terkait dengan hal ini, beberapa hari yang lalu, mungkin kita semua sudah mendengar berita dari Korea yang cukup menghebohkan. Roh Moo-hyun, Presiden Korea periode 2003-2008, dalam usia 62 tahun, bunuh diri meloncat dari bukit karang setinggi 20-30 meter di pegunungan dekat desa tempat tinggalnya di Kota Busan. Aksi nekatnya tersebut berkaitan dengan tuduhan suap USD 6 juta (sekitar Rp 60 miliar) dari seorang pengusaha sepatu saat dia masih menjabat sebagai presiden.

Memang tindakan bunuh diri tidak patut dicontoh karena semua agama menyatakan bunuh diri adalah tindakan yang berdosa, tetapi disini kita bisa melihat betapa tinggi budaya malu yang dimiliki oleh orang-orang Korea. Demikian juga dengan tetangganya, Jepang, tentu kita semua sudah tahu bahwa orang-orang Jepang sangat dikenal dengan budaya hara-kiri, yaitu bunuh diri bila dianggap gagal dalam menunaikan tugas atau telah melakukan kesalahan fatal, seperti KKN salah satunya. Meskipun budaya hara-kiri saat ini sudah hampir ditinggalkan, tetapi budaya malu masih tetap tinggi di kalangan pejabat-pejabat Jepang. Minimal mereka semua akan mengundurkan diri dari jabatannya bila dituduh terlibat suatu skandal yang memalukan. Tidak heran Korea dan Jepang saat ini menjadi negara yang sangat maju di kawasan Asia.

Berbeda sekali dengan di negeri kita tercinta. Budaya malu para pejabat masih sangat rendah. Saya jadi bertanya-tanya, apakah mereka semua masih punya kemaluan? Soalnya hampir semua tidak punya malu. Jangankan mundur dari jabatan, mau mengakui kesalahannya saja mereka tidak mau. Bukannya bunuh diri, malah membunuh orang lain untuk menutupi rasa malunya. Karena itu, jika di Jepang dan Korea terkenal dengan budaya bunuh diri, maka di sini yang terkenal budaya melarikan diri. Sungguh ironis.

No comments: