July 23, 2017

Preview Film: Dunkirk (2017)


Tak ada yang meragukan kepiawaian Christopher Nolan dalam membuat film. Di usianya yang baru 46 tahun, sutradara asal Inggris itu sudah dianggap sebagai salah satu filmmaker terhebat sepanjang masa.

Berbagai genre film sudah dia telurkan, mulai dari action, thriller, superhero, hingga science-fiction. Nyaris semua karyanya menjadi box office dan mendapat pujian dari berbagai kritikus. Sebut saja Following (1998), Memento (2000), Insomnia (2002), The Prestige (2006), Inception (2010), Interstellar (2014), dan trilogi Batman The Dark Knight (2005-2012) yang monumental itu.

Tahun ini, Nolan kembali menggebrak jagad perfilman dengan menelurkan sebuah war film, genre yang selama ini belum pernah dia sentuh. Selain menyutradarai, dia juga memproduseri dan menulis sendiri skenarionya. Diangkat dari sebuah kisah nyata di era Perang Dunia II yang dahsyat: Battle of Dunkirk.

Kejadiannya berlangsung pada tahun 1940. Saat itu, sebanyak 400.000 tentara Sekutu, yang terdiri dari Inggris (sebagian besar), Prancis, Belgia dan Kanada, dikepung oleh pasukan Jerman dari darat dan udara. Mereka terpojok di pinggir pantai Dunkirk, sebuah kota kecil yang masuk wilayah Prancis. Satu-satunya jalan keluar adalah lewat laut.

Perdana Menteri Inggris yang termashyur kala itu, Sir Winston Churchill, kemudian memerintahkan operasi penyelamatan besar-besaran. Evakuasi yang juga dikenal sebagai Operasi Dynamo itu digelar mulai tanggal 27 Mei hingga 4 Juni 1940.

Setelah mengerahkan 861 perahu dan kapal laut (243 di antaranya tenggelam saat melintasi Selat English Channel yang panjangnya 72 kilometer), sebanyak 338.226 tentara Sekutu akhirnya berhasil diselamatkan. Sisanya, tewas atau menjadi tawanan pasukan Jerman.

Operasi Dynamo tersebut kemudian ditahbiskan sebagai evakuasi militer terbesar sepanjang sejarah. Sebaliknya, bagi Jerman, kegagalan membantai 400.000 tentara Sekutu di Dunkirk dianggap sebagai blunder pertama yang dilakukan oleh Adolf Hitler, yang lebih memilih serangan dari udara daripada menggempur lewat darat dengan pasukan tank-nya.

Saat diwawancarai, Christopher Nolan mengaku heran peristiwa sedahsyat Dunkirk belum pernah diangkat ke layar lebar oleh studio-studio film besar di Hollywood. Sebagai orang Inggris, Nolan sudah mengetahui kisah tersebut karena diceritakan turun-temurun di kalangan masyarakat. Bahkan, bersama dengan istrinya, dia pernah menyeberangi Selat English Channel dengan menggunakan kapal kecil menuju ke Dunkirk sekitar 20 tahun yang lalu.

Sebelum diproduksi oleh Nolan, kisah Dunkirk sebenarnya sudah pernah difilmkan pada tahun 1959. Namun, yang menggarap adalah studio kecil dengan bujet minimalis. Ceritanya didasarkan pada novel The Big Pick-up (Elleston Trevor) dan Dunkirk karya Letkol Ewan Hunter dan Mayor J. S. Bradford.

Karena minimnya dana, salah satu adegan ledakan dalam film Dunkirk jadul tersebut diambil dari film lain, yaitu The Cruel Sea (1953). Bahkan, masker gas yang digunakan oleh para pemainnya merupakan masker bekas yang dibagikan oleh pemerintah Inggris pada masa Perang Dunia II.

Selain versi filmnya, sejatinya, BBC juga pernah menayangkan serial televisi Dunkirk yang terdiri dari tiga episode pada tahun 2004. Namun, formatnya adalah docudrama, alias drama dokumenter, dengan menggabungkan video rekaman asli, reka ulang, dan wawancara dengan para saksi yang masih hidup.

Christopher Nolan sendiri menyatakan bahwa film Dunkirk garapannya ini bukanlah film perang, melainkan survival movie. Film tentang kisah perjuangan untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, meski menyajikan intensitas yang tinggi, adegan yang ditampilkan tidak terlalu berdarah-darah.

Nolan memang sengaja memilih sudut pandang yang berbeda dalam membesut Dunkirk. Dia lebih menekankan pada sisi humanisme yang kental. Tidak banyak dialog yang ditampilkan. Dia juga membagi ceritanya menjadi tiga timeline: sepekan di pantai, sehari di laut, dan sejam di udara.

Meski minim dialog, Nolan menjamin Dunkirk tidak akan garing. Setiap adegannya bakal lebih hidup karena diiringi oleh musik karya komposer ternama, Hans Zimmer. Selain itu, dia menyajikan film ini dengan format klasik 70 mm dan melakukan syuting dengan kamera IMAX 2D.

Nolan selama ini memang tidak terlalu menyukai proyektor digital. Dia termasuk tipe sutradara klasik dengan teknik kuno. Namun, film yang dia hasilkan selalu dramatis dengan gambar yang terlihat detail, berwarna, dan tajam.

Demi menjaga keaslian cerita, Nolan juga melakukan syuting di lokasi aslinya. Yaitu, di Dunkirk, Prancis. Berbeda dengan studio-studio Hollywood yang biasanya suka menggunakan lokasi pengganti saat melakukan pengambilan gambar.

Totalitas Nolan memang sudah dikenal sejak dulu. Saat menggarap proyek Interstellar (2014), dia bersama timnya sampai menonton rekaman IMAX tentang luar angkasa selama berjam-jam, demi bisa menciptakan suasana yang realistis dalam film sci-fi yang mind-blowing tersebut.

Bahkan, saat membesut Dunkirk, Nolan sampai menghabiskan duit USD 5 juta hanya demi membeli sebuah pesawat bekas Perang Dunia II yang langka, yang ternyata untuk dia ledakkan dalam sebuah adegan. Iya, suami Emma Thomas tersebut memang tidak pernah setengah-setengah dalam membuat film.

Selain dibesut Chris Nolan, yang membuat Dunkirk menarik adalah tampilnya Harry Styles sebagai salah satu aktor utamanya. Film ini sekaligus menjadi debut bagi pentolan boy band One Direction tersebut di dunia akting.

Meski tergolong aktor pemula, keterlibatan Harry Styles dalam film Dunkirk cukup membuat gaduh. Lokasi syutingnya selalu dipenuhi oleh para cewek fans One Direction yang dikenal sangat fanatik. Harry pun sampai menyewa bodyguard untuk melindunginya dari serbuan para penggemar.

Uniknya, saat melakukan casting dulu, Christopher Nolan mengaku tidak kenal siapa itu Harry Styles. Jadi, dia lolos audisi dan menyisihkan ratusan kandidat lainnya bukan karena popularitasnya, tapi karena Nolan kagum dengan aktingnya saat membacakan naskah film Dunkirk.

Nolan akhirnya sadar siapa itu Harry Styles setelah diberitahu oleh putri-putrinya, yang merupakan fans One Direction. Menurutnya, pemilihan Harry di Dunkirk ini mengingatkannya pada almarhum Heath Ledger, yang tampil luar biasa hebat sebagai The Joker di The Dark Knight (2008).

Benarkah akting Harry Styles memang sedahsyat Heath Ledger? Yang pasti, setelah menonton world premiere Dunkirk di Odeon Leicester Square, London, pada 13 Juli 2017 yang lalu, para kritikus memuji akting cowok yang baru berusia 23 tahun tersebut.

Harry dianggap tidak hanya berperan sebagai pemanis layar dengan kegantengannya. Namun, dia juga mampu mencuri perhatian lewat aktingnya yang memukau. Padahal, karakter tentara Inggris bernama Alex yang dia perankan merupakan karakter yang paling rumit dalam film Dunkirk.

Selain Harry Styles, Dunkirk juga diperkuat oleh aktor muda pendatang baru, Fionn Whitehead. Tidak banyak yang mengenal bocah asli London yang baru berusia 20 tahun tersebut. Yang mengejutkan, Christopher Nolan memberinya peran sebagai tokoh utama, seorang tentara Inggris bernama Tommy.

Meski mengandalkan dua aktor bau kencur sebagai pemeran utamanya, bukan berarti Dunkirk ini sepi bintang. Tercatat, beberapa nama beken dan kawakan ada di dalam daftar pemainnya. Sebut saja Jack Lowden, James D'Arcy, Kenneth Branagh, Mark Rylance, Cillian Murphy, dan Tom Hardy.

Bagi Murphy dan Hardy, Dunkirk adalah film ketiga mereka main bareng setelah Inception (2010) dan The Dark Knight Rises (2012). Menariknya, ketiga film tadi dibesut oleh Christopher Nolan. Tampaknya, kedua aktor tersebut adalah kesayangan sang sutradara.

Dengan bujet besar, mencapai USD 150 juta, Dunkirk, tentu saja, diharapkan bisa sukses di box office seperti film-film Christopher Nolan sebelumnya. Sejauh ini, setelah menonton world premiere pekan lalu, para kritikus memuji setinggi langit film berdurasi 106 menit ini.

Dunkirk dianggap sebagai masterpiece, alias mahakarya, dari Christopher Nolan. Bahkan, banyak di antara para kritikus yang berani menjagokannya sebagai salah satu kandidat best picture dalam ajang Academy Awards 2018!

Jika Dunkirk benar-benar menjadi film terbaik tahun depan, itu bakal menjadi sejarah. Terakhir kali ada film blockbuster berbujet besar yang mampu menyabet Piala Oscar adalah The Lord of the Rings: The Return of the King (2003) besutan Peter Jackson. Apakah Christopher Nolan bisa mengikuti jejaknya?

***

Dunkirk

Sutradara: Christopher Nolan
Produser: Emma Thomas, Christopher Nolan
Penulis Skenario: Christopher Nolan
Pemain: Fionn Whitehead, Tom Glynn-Carney, Jack Lowden, Harry Styles, Aneurin Barnard, James D'Arcy, Barry Keoghan, Kenneth Branagh, Cillian Murphy, Mark Rylance, Tom Hardy
Musik: Hans Zimmer
Sinematografi: Hoyte van Hoytema
Penyunting: Lee Smith
Produksi: Syncopy Inc.
Distributor: Warner Bros. Pictures
Durasi: 106 menit
Budget: USD 150 juta
Rilis: 13 Juli 2017 (Odeon Leicester Square), 21 Juli 2017 (Amerika Serika & Indonesia)

Rating (hingga 21 Juli 2017)
IMDb: 9/10
Rotten Tomatoes: 93%
Metacritic: 94/100


Preview Film: Baywatch (2017)


Salah satu serial televisi yang paling ditunggu-tunggu oleh para cowok generasi tahun 1990-an adalah Baywatch. Adegan slow motion Pamela Anderson berlari di bibir pantai memakai one piece merahnya, dengan (maaf) buah dada gondal-gandul, memang priceless sekali. Apalagi, saat itu belum ada KPI yang tanpa pandang bulu nge-blur belahan dada seperti sekarang.

Setelah mengudara selama 12 musim, sejak tahun 1989, serial tentang para lifeguard itu memang akhirnya tamat pada tahun 2001. Seiring dengan melorotnya pamor Pamela Anderson dan David Hasselhoff yang semakin menua.

Namun, tahun ini, setelah hampir dua dekade, para fans Baywatch boleh bergembira. Dan bernostalgia. Sebuah film tentang para penjaga pantai itu dirilis di layar lebar. Bintangnya pun bukan main-main. Yaitu, Dwayne "The Rock" Johnson. Aktor dengan penghasilan tertinggi di Hollywood saat ini.

Mantan pegulat smackdown tersebut memerankan tokoh utama Baywatch, yaitu Lt. Mitch Buchannon. Pemimpin para lifeguard itu dulu sangat identik dengan David "Knight Rider" Hasselhoff, yang selama 12 tahun memerankan karakter tersebut di serial televisinya.

Sementara itu, sosok Casey Jean "C. J." Parker, yang dulu identik dengan Pamela Anderson, kali ini diperankan oleh Kelly Rohrbach. Begitu juga dengan Summer Quinn, yang dulu diperankan oleh Nicole Eggert, di versi layar lebarnya ini dimainkan oleh aktris supersexy, Alexandra Daddario.

Hampir semua karakter di versi film ini memang merujuk pada serial Baywatch. Selain Mitch, C. J., dan Summer, juga muncul Stephanie Holden (Ilfenesh Hadera), Matt Brody (Zac Efron) dan Garner Ellerbee (Yahya Abdul-Mateen II), yang dulu diperankan oleh Alexandra Paul, David Charvet dan Gregory Alan Williams.

Satu-satunya karakter baru di film Baywatch adalah Victoria Leeds. Namun, sosok yang diperankan oleh Priyanka Chopra tersebut bukan penjaga pantai, melainkan tokoh antagonis yang bakal menjadi lawan Mitch dkk.

Hal lain yang menjadi pembeda antara Baywatch versi film dan serial televisi adalah setting-nya. Dulu, para lifeguard tersebut bertugas menjaga pantai Malibu di Los Angeles County, California. Kini, Mitch dan timnya berlokasi di Emerald Bay, Florida.

Dibantu oleh wakilnya, Stephanie Holden, dan lifeguard senior, C. J. Parker, Mitch Buchannon telah menyelamatkan ratusan nyawa pengunjung pantai dari bahaya. Orang-orang sangat menyukainya dan dia sangat mencintai pekerjaannya. Mitch pun dikenal sebagai penjaga pantai legendaris di Emerald Bay.

Namun, kekompakan tim lifeguard yang dipimpin oleh Mitch kemudian terusik setelah kedatangan anggota baru yang urakan, Matt Brody. Sebagai mantan atlet renang yang pernah meraih dua medali emas Olimpiade, sikapnya sangat arogan dan cenderung tidak menghormati Mitch.

Brody dihukum menjadi penjaga pantai setelah mempermalukan tim renangnya saat pertandingan. Mitch pun ditantang untuk menjinakkan anak buah barunya yang bengal, tapi sebenarnya berhati baik tersebut.

Permasalahan yang dihadapi oleh Mitch menjadi semakin pelik setelah pantai yang menjadi daerah pengawasannya mulai dimasuki oleh pengedar obat-obatan terlarang. Adalah Victoria Leeds, sosok yang menjadi biangnya dengan membuka bisnis haram berkedok bar di kawasan Emerald Bay.

Mitch, Brody, dan kawan-kawan pun harus bekerja sama untuk membongkar kebusukan Victoria. Susahnya, mereka sering dihalang-halangi oleh pihak kepolisian yang mempertanyakan kewenangan lifeguard yang hanya sebagai penjaga pantai. Mampukah tim Baywatch mengembalikan ketentraman di Teluk Emerald?

Kehadiran Priyanka Chopra, meski sebagai tokoh antagonis, di film berdurasi 116 menit ini memang sangat ditunggu-tunggu. Sebagai pemenang Miss World tahun 2000, kecantikan bintang serial Quantico itu bakal semakin menyegarkan Baywatch yang selalu dipenuhi oleh cewek-cewek sexy.

Berbeda dengan versi serialnya yang bergenre action drama, sutradara Seth Gordon menggarap film Baywatch ini dengan menambahkan unsur komedi yang kental. Di samping menyajikan pemandangan pantai, bikini, dan aksi penyelamatan yang heroik, Gordon juga menampilkan banyak adegan humor yang bakal mengundang gelak tawa para penonton.

Karakter Mitch Buchannon, yang dulu diperankan David Hasselhoff, kini juga jauh lebih kekar. Penampilan The Rock memang sangat meyakinkan sebagai sosok penjaga pantai yang kuat, gesit dan cekatan. Bintang franchise Fast & Furious itu bisa memenuhi harapan para penonton dan merupakan aktor yang tepat untuk memerankan pemimpin para lifeguard.

Oh, ya. Di Baywatch versi film ini, David Hasselhoff dan Pamela Anderson juga bakal muncul. Mungkin, hanya sebagai cameo. Hal ini, tentu saja, akan membuat para fans semakin bernostalgia.

Sayangnya, setelah dirilis di Amerika Serikat pada 25 Mei 2017 yang lalu, Baywatch gagal mendapat respon positif dari para kritikus. Kehadiran The Rock, yang biasanya laris ditonton, juga tidak mampu membuat film burbujet USD 69 juta ini sukses di box office. Hingga kini, Baywatch baru mengumpulkan pemasukan USD 164 juta.

Meski demikian, pihak produser, kabarnya, sudah mempersiapkan sekuelnya. Hasil yang kurang memuaskan di film pertama ini, tampaknya, tidak membuat Paramount Pictures kapok. Apalagi, The Rock dan Zac Efron, selaku dua bintang utama, sepertinya, juga siap kembali tampil di Baywatch jilid kedua.

***

Baywatch

Sutradara: Seth Gordon
Produser: Ivan Reitman, Michael Berk, Douglas Schwartz, Gregory J. Bonann, Beau Flynn
Penulis Skenario: Damian Shannon, Mark Swift
Pengarang Cerita: Jay Scherick, David Ronn, Thomas Lennon, Robert Ben Garant
Berdasarkan: Baywatch by Michael Berk, Douglas Schwartz, Gregory J. Bonann
Pemain: Dwayne Johnson, Zac Efron, Priyanka Chopra, Alexandra Daddario, Jon Bass, David Hasselhoff
Musik: Christopher Lennertz
Sinematografi: Eric Steelberg
Penyunting: Peter S. Elliot
Produksi: Paramount Pictures, Contrafilm, The Montecito Picture Company, Vinson Pictures, Seven Bucks Productions, Flynn Company, Cold Spring Pictures
Distributor: Paramount Pictures
Durasi: 116 menit
Budget: USD 69 juta
Rilis: 13 Mei 2017 (Miami), 25 Mei 2017 (Amerika Serikat), 19 Juli 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 19 Juli 2017)
IMDb: 5,8/10
Rotten Tomatoes: 19%
Metacritic: 37/100
CinemaScore: B+


Preview Film: The Crucifixion (2017)


Tema eksorsisme, alias pengusiran roh jahat yang merasuki tubuh manusia, masih menjadi tema favorit dari berbagai film horror. Yang paling legendaris, tentu saja, adalah The Exorcist (1973), yang diadaptasi dari novel berjudul sama, terbitan tahun 1971, karya William Peter Blatty.

Lalu, dalam empat tahun terakhir, para moviemania dihibur, sekaligus dibuat merinding (ngeri-ngeri sedap, pokoknya), oleh James Wan. Lewat mahakaryanya, franchise The Conjuring (2013) dan The Conjuring 2 (2016), sutradara asal Malaysia itu mengadaptasi kisah nyata pasangan pengusir setan, Ed dan Lorraine Warren, yang sangat inspiratif.

Tahun ini, sebelum menikmati kengerian Annabelle: Creation, yang merupakan spin-off dari The Conjuring, para horrormania akan lebih dahulu dihibur oleh The Crucifixion. Film besutan sutradara Xavier Gens itu mulai tayang di bioskop-bioskop Cinema 21 Indonesia pada hari Selasa (18/7) ini.

Kisah The Crucifixion sendiri, kabarnya, diangkat dari kejadian nyata. Ber-setting di negeri para vampire, Rumania, pada tahun 2004. Tentang seorang pastor bernama Romo Anton Dimitru (Corneliu Ulici) yang kerap melakukan praktik eksorsisme. Dalam sebulan, dia bisa melakukan 10 kali pengusiran setan.

Suatu ketika, Romo Anton menghadapi sebuah kasus berat. Dia harus mengusir setan yang merasuki tubuh Suster Adeline Marinescu (Olivia Nita). Malangnya, nyawa sang suster akhirnya tak bisa diselamatkan.

Uskup Gornik (Matthew Zajac), yang mengetahui praktik eksorsisme tersebut, menyalahkan tindakan Romo Anton. Bersama sejumlah suster yang telah membantunya, sang pastor dituduh telah membunuh Adeline dan kemudian dijebloskan ke penjara.

Kasus kematian Suster Adeline yang misterius itu lantas menjadi buah bibir di Rumania. Seorang reporter sexy bernama Nicole Rawlins (Sophie Cookson) kemudian berusaha untuk menginvestigasinya. Semacam Aiman Witjaksono kalau di KompasTV.

Nicole pun mulai mewawancarai orang-orang yang terlibat dalam kasus tersebut, yaitu Romo Anton, Suster Vaduva (Brittany Ashworth) dan abang Adeline, Stefan Marinescu (Ivan Gonzalez). Sang pastor, tentu saja, langsung menyangkal tuduhan telah membunuh sang biarawati. Menurutnya, Suster Adeline tewas saat dia melakukan praktik eksorsisme.

Sebagai seorang jurnalis yang gigih, Nicole terus menggali fakta. Namun, hal tersebut juga mendatangkan sejumlah konsekuensi. Semakin dekat dengan Romo Anton, semakin banyak kejadian ganjil yang dia alami. Nicole pun mulai percaya bahwa sang pastor memang sedang berjuang untuk melawan iblis!

Setelah diputar di beberapa negara, termasuk tayang midnight di Indonesia mulai beberapa pekan yang lalu, para pengamat banyak memuji sinematografi The Crucifixion yang kabarnya bagus. Apalagi, hal tersebut juga ditunjang oleh pemandangan alam Rumania yang memang indah.

Sutradara Xavier Gens yang berasal dari Prancis, tampaknya, berupaya menghadirkan sebuah film horror yang puitis dengan momen-momen yang memanjakan mata. Berbeda dengan film-film horror pada umumnya yang kerap meneror penonton dengan visualisasi yang menyeramkan.

Namun, kekaleman sutradara Xavier Gens itu juga membuat The Crucifixion menjadi sebuah film horror yang tanggung. Penampakan setannya dianggap kurang seram dan sisi psychological thriller-nya juga kurang menegangkan.

Meski demikian, bagi para horrormania, tidak ada salahnya untuk menonton film berdurasi 92 menit ini. Kabarnya, ada beberapa adegan dalam The Crucifixion yang cukup membuat merinding. Terutama, pada saat Suster Adeline kerasukan setan..

***

The Crucifixion

Sutradara: Xavier Gens
Produser: Leon Clarance, Peter Safran
Penulis Skenario: Chad Hayes, Carey Hayes
Pemain: Sophie Cookson, Corneliu Ulici, Brittany Ashworth, Matthew Zajac, Diana Vladu
Musik: David Julyan
Sinematografi: Daniel Aranyo
Produksi: Motion Picture Capital
Durasi: 92 menit
Rilis: 18 Juli 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 18 Juli 2017)
IMDb: 5,2/10

Preview Film: The Bleeder (2016)


Tidak banyak yang mengenal Charles Wepner. Bahkan, bagi para penggemar tinju, nama tersebut mungkin tergolong asing dan jarang terdengar. Padahal, pada tahun 1975, pria yang akrab dipanggil Chuck itu sempat membuat heboh setelah mampu menjatuhkan Muhammad Ali, juara dunia tinju kelas berat terbaik sepanjang masa.

Ali akhirnya memang berhasil bangkit kembali setelah jatuh pada ronde kesembilan tersebut. Kemudian, balik menghajar Wepner hingga TKO, alias technical knock-out, saat ronde terakhir, alias ronde ke-15, hanya menyisakan waktu 19 detik.

Usai laga, Ali juga menyatakan bahwa dirinya jatuh pada ronde kesembilan tadi gara-gara kakinya diinjak Wepner. Namun, apapun alasan petinju berjuluk si Mulut Besar tersebut, sosok Charles "Chuck" Wepner bakal selalu dikenang sebagai salah satu lawan yang pernah menjungkalkannya.

Kisah Wepner di atas, konon, menginspirasi Sylvester Stallone untuk membuat film Rocky (1976), yang akhirnya berkembang menjadi franchise film tinju paling legendaris sepanjang masa. Namun, hingga kini, Stallone tidak pernah mengakui bahwa karakter Rocky yang dia ciptakan itu terinspirasi dari sosok Chuck.

Jika dilihat dari plotnya, kisah Rocky Balboa (Sylvester Stallone), sepintas, memang mirip dengan perjalanan hidup Chuck Wepner. Semula, Rocky adalah petinju amatir, yang kemudian menjadi terkenal setelah merebut sabuk gelar juara dunia tinju kelas berat dari tangan Apollo Creed (Carl Weathers).

Begitu pula dengan Chuck Wepner. Awalnya, dia hanya seorang petinju biasa. Tidak istimewa. Sempat keok juga saat menghadapi George Foreman dan Sonny Liston, dua petinju yang pernah ditaklukkan The Greatest, Muhammad Ali. Namun, kegigihan Chuck Wepner, yang "bukan siapa-siapa", akhirnya mendapat pengakuan setelah mampu bertahan nyaris selama 15 ronde menghadapi gempuran Ali.

Kisah nyata perjuangan Wepner itulah yang diangkat ke layar lebe dalam film The Bleeder (di Amerika Serikat beredar dengan judul Chuck) yang dibintangi oleh Liev Schreiber. Tajuk The Bleeder sendiri diambil dari julukan Wepner saat masih aktif bertinju, The Bayonne Bleeder.

Bayonne adalah nama sebuah kawasan di New Jersey, tempat Wepner muda belajar bertarung sebagai petinju jalanan. Dilahirkan pada 26 Februari 1939 di New York City, dari keluarga keturunan Jerman, Ukraina, dan Belarusia, Chuck hidup susah dan melarat sejak kecil.

Setelah sempat bergabung sebagai tentara dalam US Marine Corps, Chuck akhirnya menjadi petinju profesional pada 1964. Julukan "The Bayonne Bleeder" kemudian disematkan setelah ia melakoni beberapa pertarungan berdarah di atas ring tinju.

Kini, Chuck, yang masih bugar di usianya yang menginjak 78 tahun, juga menyandang julukan The Real "Rocky". Meski Sylvester Stallone tetap tidak mengakui, banyak pihak yang yakin bahwa karakter Rocky Balboa memang terinspirasi dari kisah nyata Chuck.

Dalam film The Bleeder, karakter Stallone muda juga bakal muncul dan diperankan oleh Morgan Spector. Dikisahkan, dia menulis naskah film Rocky setelah menonton pertandingan Chuck Wepner melawan Muhammad Ali pada 1975.

Hal lain yang menarik, dalam film ini, sang aktor utama Liev Schreiber beradu akting dengan mantan pasangan kumpul kebonya, si cantik Naomi Watts. Saat menjalani syuting The Bleeder pada 2015, pasangan yang sudah dikaruniai dua anak itu memang belum berpisah. Mereka baru putus setahun kemudian.

Dalam film yang mulai tayang di bioskop-bioskop Cinemaxx Theater dan CGV Cinemas Indonesia pada hari Rabu (12/7) ini, Naomi Watts berperan sebagai Linda, istri ketiga Chuck. Iya, layaknya artis, Wepner memang doyan kawin-cerai.

Selain Linda, The Bleeder juga menampilkan Phyliss, istri kedua Wepner, yang diperankan oleh Elisabeth Moss. Sementara itu, istri pertamanya tidak disebut-sebut.

Seperti halnya Rocky (1976), Ali (2001), Million Dollar Baby (2004), Cinderella Man (2005), The Fighter (2010), dan Bleed for This (2016), The Bleeder tampaknya juga menjadi salah satu film bertema tinju yang layak untuk ditonton. Setelah tayang perdana di Venice Film Festival pada 2 September 2016 dan dirilis di Amerika Serikat pada 5 Mei 2017, sejumlah kritikus dan situs review memberi respon cukup positif untuk film garapan Philippe Falardeau ini.

***

The Bleeder

Sutradara: Philippe Falardeau
Produser: Christa Campbell, Lati Grobman, Carl Hampe, Liev Schreiber, Michael Tollin
Penulis Skenario: Jeff Feuerzeig, Jerry Stahl
Pemain: Liev Schreiber, Elisabeth Moss, Ron Perlman, Naomi Watts, Jim Gaffigan, Michael Rapaport
Musik: Corey Allen Jackson
Sinematografi: Nicolas Bolduc
Penyunting: Richard Comeau
Produksi: Millenium Films, Campbell-Grobman Films, Mike Tollin Productions
Distributor: IFC Films
Durasi: 101 menit
Rilis: 2 September 2016 (Venice), 5 Mei 2017 (Amerika Serikat), 12 Juli 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 13 Juli 2017)
IMDb: 6,8/10
Rotten Tomatoes: 79%
Metacritic: 71/100

Preview Film: Despicable Me 3 (2017)


Sejak dirilis pertama kali pada tahun 2010, Despicable Me, yang produksi oleh Illumination Entertainment, langsung memikat perhatian para moviemania. Kisah yang dikarang oleh Sergio Pablos itu kemudian berubah menjadi salah satu franchise film animasi tersukses sepanjang sejarah.

Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, setidaknya, sudah ada empat film layar lebar dan sepuluh film pendek yang dirilis. Yang terbaru adalah Despicable Me 3, yang mulai tayang di bioskop-bioskop Indonesia pada hari Rabu (12/7) ini.

Penayangan Despicable Me 3 di sini memang sedikit terlambat karena berbarengan dengan momen Lebaran. Di Amerika Utara, Gru dan para minion pengikutnya sudah lebih dulu dirilis sejak akhir bulan Juni yang lalu.

Kisahnya masih merupakan lanjutan dari dua film sebelumnya, Despicable Me (2010) dan Despicable Me 2 (2013). Felonious Gru, yang suaranya diisi oleh Steve Carell, masih menjadi tokoh utamanya.

Bedanya, kali ini, Gru bukan lagi jones, alias jomblo ngenes. Dia sudah mengawini Lucy Wilde (Kristen Wiig), setelah berkencan 147 kali, dan hidup bersama tiga anak angkatnya: Margo (Miranda Cosgrove), Edith (Dana Gaier) dan Agnes (Nev Scharrel).

Bisa dibilang, Gru, yang mantan penjahat itu, sekaligus boss dari para minion, sekarang sudah berubah menjadi family man. Setiap malam, dia tidak pernah lupa membacakan dongeng bagi ketiga putri asuhnya.

Namun, kehidupan tenang keluarga Gru tidak bertahan lama. Kali ini, muncul supervillain baru, bernama Balthazar Bratt (Trey Parker), yang siap mengusik kebahagiaan Gru bersama istrinya, yang juga mantan agen rahasia itu.

Balthazar sendiri sebenarnya merupakan bekas bintang cilik di era 1980-an. Seiring dengan bertambahnya umur dan faktor pubertas, popularitasnya menurun drastis. Balthazar kemudian berniat membalas dendam terhadap Hollywood yang sudah membuatnya tidak laku lagi.

Selain harus menghadapi musuh baru yang aneh, Gru juga harus mengatasi saudara kembarnya, Dru (suaranya juga diisi oleh Steve Carell), yang tiba-tiba muncul dalam kehidupannya.

Wajah Dru serupa dengan Gru. Hanya saja, dia tidak botak dan memiliki rambut yang modelnya mirip dengan Donald Trump. Sepertinya, karakter baru ini memang ditujukan sebagai parodi dari Presiden Amerika Serikat tersebut.

Kostum Dru juga serba putih. Beda dengan Gru yang serba hitam. Misinya adalah mengembalikan Gru, yang sudah bertobat, sebagai penjahat seperti anggota keluarga mereka lainnya. Bagaimana kelanjutan dari hubungan dua saudara kembar ini?

Btw, saat diwawancarai, Steve Carell, yang mengisi suara Gru dan Dru, menyatakan bahwa Despicable Me 3 ini adalah kali terakhir dia menjadi pengisi suara. Meski demikian, Carell mengaku nggak akan menolak seandainya diminta menjadi cameo dalam sekuel Minions yang rencananya dirilis pada tahun 2020 mendatang.

Di lain pihak, suara anak angkat Gru yang paling kecil, Agnes, di film ketiga ini diisi oleh Nev Scharrel. Suara dubber di dua film sebelumnya, Elsie Fisher, dianggap tidak lagi cocok karena Agnes sudah agak besar.

Bagi para penonton dewasa, salah satu hal yang menarik dari Despicable Me 3 adalah soundtrack-nya. Banyak lagu-lagu terkenal dari era 1980-an yang muncul, antara lain Bad-nya Michael Jackson dan Into the Groove yang dipopulerkan oleh Madonna.

Sementara itu, seperti franchise-franchise lainnya, Despicable Me 3 juga harus berupaya keras untuk menyamai kesuksesan film-film pendahulunya di box office. Apalagi, bujet yang dihabiskan untuk membuat film berdurasi 90 menit ini cukup besar. Mencapai USD 80 juta.

Setelah tayang hampir dua pekan, sejauh ini, Despicable Me 3 baru mengumpulkan pemasukan USD 450 juta. Masih di bawah film pertama dan kedua yang masing-masing berhasil meraup USD 546 juta dan USD 975 juta.

Alur cerita yang cukup rumit dan penonton yang mulai jenuh ditengarai menjadi penyebab Despicable Me 3 sulit mengalahkan capaian dua film pendahulunya. Film ketiga ini menggabungkan banyak sekali elemen yang berpotensi membingungkan. Padahal, para penonton menyukai plot yang sederhana, tapi kuat.

Di Despicable Me 3, setiap tokoh sepertinya memang punya cerita sendiri-sendiri. Gru harus menghadapi saudara kembarnya, Dru. Lucy ingin menjadi istri dan ibu rumah tangga yang baik. Agnes, si bungsu yang lucu itu, sibuk mencari unicorn.

Tak ketinggalan, para minion, yang suaranya diisi oleh sang sutradara, Pierre Coffin, selalu bikin ulah dan ingin terkenal. Makhluk-makhluk mungil berwarna kuning itu sampai mengikuti kontes pencarian bakat hingga membuat kekacauan di dalam penjara.

Sejumlah situs review pun memberi rating tidak sebaik dua film sebelumnya yang mendapat respon positif. Menurut para kritikus, satu-satunya yang masih menghibur dari franchise rilisan Universal Pictures ini adalah penampilan para minion dengan segala tingkah absurd mereka.

***

Despicable Me 3

Sutradara: Pierre Coffin, Kyle Balda
Produser: Chris Meledandri, Janet Healy
Penulis Skenario: Cinco Paul, Ken Daurio
Berdasarkan: Para karakter ciptaan Sergio Pablos
Pemain: Steve Carell, Kristen Wiig, Trey Parker, Miranda Cosgrove, Steve Coogan, Jenny Slate, Dana Gaier, Julie Andrews
Musik: Heitor Pereira, Pharrell Williams
Penyunting: Claire Dodgson
Produksi: Universal Pictures, Illumination Entertainment
Distributor: Universal Pictures
Durasi: 90 menit
Budget: USD 80 juta
Rilis: 14 Juni 2017 (Annecy), 30 Juni 2017 (Amerika Serikat), 12 Juli 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 12 Juli 2017)
IMDb: 6,4/10
Rotten Tomatoes: 61%
Metacritic: 48/100
CinemaScore: A-


Preview Film: Spooks: The Greater Good (2015)


Popularitas karakter agen rahasia asal Inggris, James Bond, rekaan Ian Fleming, membuat nama Secret Intelligence Service (SIS), atau yang lebih dikenal dengan sebutan MI6 (Military Intelligence, Section 6), ikut terangkat. Bahkan, jauh lebih populer daripada "saudara"-nya, Security Service, alias MI5 (Military Intelligence, Section 5).

Sejatinya, MI6 merupakan dinas rahasia milik pemerintah Inggris yang bertugas mengurusi masalah luar negeri. Sementara itu, wilayah kerja MI5 adalah menangani masalah keamanan domestik, alias dalam negeri. Meski tidak apple-to-apple, bisa dibilang, MI5 dan MI6 ini semacam FBI dan CIA di Amerika Serikat.

Pada tahun 2002 yang lalu, untuk mengangkat popularitas MI5 yang kalah dari MI6, sempat dibuat serial televisi berjudul Spooks (di beberapa negara beredar dengan judul MI-5). Tak dinyana, TV series yang ditayangkan oleh BBC One ini cukup sukses dan bisa bertahan hingga 10 musim (baru berakhir pada tahun 2011).

Untuk melanjutkan kesuksesan serial mata-mata tersebut, Pinewood Pictures berniat mengangkatnya ke layar lebar pada bulan November 2013. Namun, bujet yang terbatas membuat proses produksi baru bisa dilakukan pada bulan Maret 2014. Seperti halnya James Bond, lokasi syuting film berjudul Spooks: The Greater Good ini mengambil tempat di berbagai belahan dunia, antara lain di Berlin, Moscow, Isle of Man, London, dan Pinewood Studios sendiri.

Sebagai aktor utama, Spooks versi layar lebar mengusung Kit Harington. Pemeran Jon Snow dalam serial televisi populer Game of Thrones tersebut beradu akting dengan Jennifer Ehle, yang memerankan karakter Geraldine Maltby, Deputy Director-General dari MI5.

Selain itu, Spooks juga kembali diperkuat oleh Peter Firth, yang memerankan sosok Harry Pearce, kepala departemen counter-terrorism (Section D) di MI5. Berbeda dengan Kit Harington dan Jennifer Ehle yang baru membintangi versi filmnya, Firth merupakan aktor utama dalam versi serialnya. Selama 10 season, karakter Harry Pearce selalu muncul di serial Spooks.

Kisah dari versi layar lebar Spooks sendiri mengambil setting waktu beberapa tahun setelah ending dari versi serialnya. Harry Pearce masih menjadi kepala densus anti-teror di MI5. Kali ini, dia harus bekerja sama dengan mantan anak didiknya, Will Holloway (Kit Harington), untuk menghentikan aksi gembong teroris karismatik, Adem Qasim (Elyes Gabel), yang berencana meledakkan sebuah bom di London.

Film berdurasi 104 menit ini sebenarnya sudah tayang di Inggris pada 8 Mei 2015 silam. Namun, baru diputar di bioskop-bioskop Cinema 21 Indonesia mulai hari Selasa (11/7) ini. Sayangnya, sejumlah situs review memberi rating kurang positif. Menurut beberapa kritikus, mungkin, bakal lebih baik jika Spooks: The Greater Good ditayangkan sebagai FTV, alias film televisi, daripada dirilis di layar lebar.

***

Spooks: The Greater Good

Sutradara: Bharat Nalluri
Produser: Jane Featherstone
Penulis Skenario: Jonathan Brackley, Sam Vincent
Pemain: Peter Firth, Kit Harington, Jennifer Ehle
Musik: Dominic Lewis
Sinematografi: Hubert Taczanowski
Penyunting: Jamie Pearson
Produksi: Isle of Man Film, Kudos Film and Television, Pinewood Pictures
Distributor: 20th Century Fox, Saban Films (Amerika Serikat)
Durasi: 104 menit
Rilis: 8 Mei 2015 (Inggris), 4 Desember 2015 (Amerika Serikat), 11 Juli 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 11 Juli 2017)
IMDb: 6,2/10
Rotten Tomatoes: 62%
Metacritic: 47/100


Preview Film: Spider-Man: Homecoming (2017)


Sejak muncul di Captain America: Civil War tahun lalu, Spider-Man langsung menyita perhatian. Meski hanya tampil sebentar, sosok superhero ababil yang diperankan oleh Tom Holland itu mampu memikat hati para penonton dengan keluguan dan kelucuannya.

Dibandingkan para anggota Avengers lainnya, Spider-Man memang menjadi superhero paling baru dan paling muda. Alter ego Peter Parker tersebut dikisahkan masih berusia 15 tahun dan duduk di bangku SMA.

Setelah hanya menjadi cameo, tahun ini, Spider-Man akhirnya mendapatkan film solonya sendiri. Si Bocah Laba-Laba itu bakal tampil sendirian, tanpa The Avengers, dalam Spider-Man: Homecoming, yang mulai tayang di bioskop-bioskop Indonesia pada hari Rabu (5/7) ini.

Well, dibilang sendirian, sebenarnya, nggak sendiri-sendiri amat juga, sih. Karena, di film produksi Marvel Studios ini, Spider-Man selalu dibayangi oleh "baby-sitter"-nya, yaitu Tony Stark aka Iron Man (Robert Downey Jr.).

Diberi subjudul Homecoming, karena baru kali inilah Spider-Man benar-benar "pulang". Sang Manusia Laba-Laba akhirnya kembali masuk ke jagad film superhero Marvel, alias Marvel Cinematic Universe.

Sebelum Homecoming, Spider-Man sebenarnya sudah berkali-kali dibuatkan film live-action-nya. Yang paling jadul adalah trilogi Spider-Man (1977), Spider-Man Strikes Back (1978) dan Spider-Man: The Dragon's Challenge (1981), yang dibintangi oleh Nicholas Hammond.

Pada tahun 1999, Sony Pictures, studio asal Jepang yang mengakuisisi Columbia Pictures, berhasil membeli hak untuk memproduksi film-film Spider-Man dari perusahaan komik Marvel, yang saat ini dimiliki oleh The Walt Disney Company. Era baru Sang Manusia Laba-Laba pun dimulai.

Dalam perjalanannya, Sony Pictures mampu menghasilkan lima film yang mengisahkan petualangan Peter Parker. Dimulai dari trilogi Spider-Man (2002-2007), besutan Sam Raimi, yang dibintangi Tobey Maguire, hingga dua film The Amazing Spider-Man (2012-2014) yang mengandalkan Andrew Garfield sebagai aktor utamanya.

Namun, pada bulan Februari 2015, setelah berkali-kali dirayu oleh Disney, Sony akhirnya sepakat untuk bekerja sama membuat film Spider-Man. Karakter superhero yang mendapatkan kekuatan setelah digigit laba-laba itu bisa muncul dalam film-film produksi Marvel Studios yang merupakan anak perusahaan Disney.

Setelah diperkenalkan di Captain America: Civil War (2016), Spider-Man pun resmi "pulang" ke Marvel Cinematic Universe. Untuk film solo pertamanya ini, produksi sepenuhnya berada di tangan Columbia Pictures dan Marvel Studios. Sedangkan, pihak Sony Pictures hanya memegang kendali di bagian distribusi.

Dalam ajang Comic-Con yang dihelat di San Diego pada bulan Juli tahun lalu, boss Marvel Studios Kevin Feige mengaku sangat bangga bisa membawa pulang Spider-Man. Untuk menggarap film reboot manusia laba-laba ini, dia mendatangkan sutradara muda Jon Watts yang sebelumnya berpengalaman menghasilkan Clown (2014) dan Cop Car (2015).

Menurut Watts, Spider-Man: Homecoming garapannya bakal sangat kontras dengan film-film Marvel lainnya karena dia akan menyoroti kehidupan ababil Peter Parker yang baru berusia 15 tahun. Intinya, di film ini, Spider-Man masih di tingkat dasar, alias superhero pemula. Dia bukan playboy dan orang kaya semacam Tony Stark, dan tidak akan melawan ratusan alien sekaligus.

Trailer perdana yang dirilis pada bulan Desember 2016 memberikan gambaran lebih jauh tentang bagaimana sebenarnya sosok Peter Parker. Tampak bahwa dia harus menyeimbangkan antara kehidupan sekolah yang monoton dengan peran sebagai superhero.

Dalam Captain America: Civil War, Tony Stark dikisahkan merekrut Peter Parker untuk bergabung dengan Team Iron Man. Stark kemudian membekali superhero culun itu dengan utility belt dan kostum Spider-Man yang berteknologi canggih serta mampu menembakkan jaring laba-laba.

Peter pun ingin ikut menyelamatkan dunia seperti Iron Man. Namun, Tony Stark menganggapnya masih belum siap dan lebih suka bila Avengers yang menghadapi para penjahat besar. Alhasil, hal tersebut malah membuat Spider-Man ingin membuktikan bahwa dirinya juga mampu mengatasi musuh-musuh yang berbahaya.

Dalam Homecoming ini, yang menjadi lawan utama Spider-Man adalah Vulture, yang diperankan oleh aktor kawakan Michael Keaton. Dalam versi komik, sosok yang bernama asli Adrian Toomes itu merupakan anggota Sinister Six, yaitu kumpulan kriminal yang kabur dari penjara dan berusaha untuk melenyapkan Spider-Man.

Meski sudah cukup uzur, Vulture dikisahkan masih sangat fit dan mematikan. Sebagai seorang ahli teknik mesin, dia mampu merakit sendiri kostum bersayap yang menyeramkan. Dengan harness canggihnya tersebut, Vulture menjadi lebih kuat dan bisa terbang, layaknya burung besi raksasa.

Untuk menghadapi Vulture, Spider-Man, tentu saja, harus mengerahkan segala kemampuannya. Setelah dicupang laba-laba, Peter Parker memang berubah menjadi seorang superhuman dengan kekuatan dan refleks di atas rata-rata manusia biasa. Selain itu, dia juga memiliki spider-sense dan mampu merangkak di dinding.

Dalam trailer-nya, terlihat bahwa Spidey terbaru ini lebih kuat daripada Spider-Man di film-film sebelumnya. Dia tidak hanya melompat dari Monumen Washington dan menahan bus sekolah yang dilempar ke arahnya, tapi juga mampu menyatukan kapal kargo yang patah dengan jaring laba-labanya!

Selain menghadapi lawan yang kejam, Peter Parker di Spider-Man: Homecoming ini juga harus mengatasi masalah yang sering dihadapi oleh para remaja, yaitu cinta monyet di jaman SMA. Cewek yang dia taksir, kali ini, bernama Liz (Laura Harrier), yang sejatinya merupakan kakak kelasnya.

Selain Liz, cewek lain yang bakal mewarnai kehidupan Peter adalah MJ. Namun, MJ di sini bukanlah Mary Jane, melainkan Michelle Jones (Zendaya), seorang cewek kutu buku yang sangat pintar dan intelek, tapi agak jutek terhadap Peter.

Dalam versi komiknya, dua cewek yang identik dengan Spider-Man adalah Gwendolin "Gwen" Stacy dan Mary Jane "MJ" Watson. Gwen, yang di The Amazing Spider-Man (2012-2014) diperankan oleh Emma Stone, adalah cinta pertama Peter Parker di masa SMA.

Setelah Gwen tewas, Peter kemudian menjalin hubungan dengan MJ, yang diperankan oleh Kirsten Dunst di trilogi Spider-Man (2002-2007). Apakah MJ versi baru yang diperankan oleh Zendaya juga bakal menjadi love interest dari Spidey? Entahlah. Yang pasti, dalam Homecoming ini, nama Gwen dan Mary Jane sama sekali tidak pernah disebut oleh sutradara Jon Watts.

Saat diwawancarai, Zendaya mengaku bahwa mendalami karakter MJ terbilang sangat mudah. Sebagai seorang kutu buku, Michelle Jones adalah sosok yang garing dan kikuk. Mirip seperti dirinya. Oleh karena itu, aktingnya nggak susah-susah amat, menurut aktris yang juga seorang penyanyi tersebut.

Selain MJ, tokoh wanita lain yang bakal menarik perhatian di Spider-Man: Homecoming adalah Aunt May. Diperankan oleh aktris setengah baya, Marisa Tomei, Bibi May versi terbaru ini masih sangat cantik dan sexy. Berbeda dengan sosok Bibi May di film-film sebelumnya yang digambarkan sudah tua dan keriput.

Di Homecoming ini, karakter Uncle Ben, suami Bibi May, tidak disebut-sebut. Mungkin, dia sudah meninggal. Padahal, di film-film sebelumnya, Paman Ben adalah sosok pembimbing bagi Peter. Peran sebagai mentor Spider-Man, tampaknya, bakal diemban oleh Tony Stark.

Tanpa Paman Ben, status Bibi May juga bisa dipastikan sebagai janda kembang. Dengan penampilannya yang sangat energik dan hot, tak heran, bermunculan komentar-komentar nakal di dunia maya. Ada yang menjulukinya sebagai Aunt-May-zing hingga Aunt MILF, alias Aunt May I'd Like to.. Ah, sudahlah.

Saat menghadiri gala premiere Spider-Man: Homecoming pekan lalu, Marisa Tomei mengaku tidak kesulitan dalam memerankan karakter seorang bibi superhero muda. Dia juga memuji Tom Holland sebagai aktor yang menyenangkan dan easy going. Jadi, cukup mudah membangun chemistry di antara mereka berdua.

Tom Holland sendiri sejatinya harus menjalani audisi hingga delapan kali sebelum terpilih sebagai pemeran Spider-Man. Untuk menarik perhatian tim casting, aktor asal Inggris tersebut mengirimkan video yang berisi rekaman aksinya saat melakukan adegan akrobatik jungkir balik.

Meski baru berusia 21 tahun, Holland memang punya latar belakang penari dan kemampuan gimnastik. Dia sudah cukup lama menekuni dunia tari-menari dan pernah membintangi drama musikal Billy Elliot (2000) saat masih kecil.

Saat audisi final, Holland diminta melakukan adegan pertarungan dengan Captain America (Chris Evans). Bintang film The Impossible (2012) itu akhirnya berhasil memperlihatkan adegan flip alias aksi jungkir balik di depan tim casting.

Dengan kemampuannya tersebut, Holland sebenarnya bisa saja melakukan sendiri semua adegan berbahaya dalam Spider-Man: Homecoming. Namun, demi menjaga keselamatannya, pihak produser kemudian memutuskan untuk menggunakan jasa stuntman.

Boss Marvel Studios Kevin Feige menyatakan bahwa kemampuan akrobatik Holland tersebut sangat membantu selama proses syuting. Dia sering memberikan saran kepada stuntman tentang sejumlah gerakan dan cara mendarat yang baik.

Karena semua adegan berbahaya dilakukan oleh stuntman, Holland memang tidak pernah mengalami cedera selama syuting. Namun, bukan berarti dia terbebas dari kecelakaan.

Setelah selesai syuting dan mengemas barang dalam tas, Holland bersiap pulang dan menuruni tangga. Sialnya, dia kelewatan satu langkah dan akhirnya terpeleset. ACL (anterior cruciate ligament) alias ligamen yang mengikat sendi lututnya robek. Untungnya, cedera tersebut tidak terlalu parah.

Hal lain yang cukup menyiksa saat syuting adalah ketika Holland memakai kostum spandeks Spider-Man yang sangat ketat itu. Di balik suit tersebut, dia tidak memakai apa-apa. Nyaris bugil. Hanya selembar thong, alias g-string, yang menempel di tubuhnya.

So, jika kegerahan, Holland tak bisa asal membuka kostum Spider-Man-nya. Dia kan tidak mungkin berjalan-jalan di lokasi syuting hanya dengan mengenakan thong. Hehehe..

Menurut sutradara Jon Watts, Tom Holland, yang dia temukan di antara 7.000 calon pemeran Spider-Man, merupakan sosok Peter Parker sejati. Meski masih muda, Holland sangat berkarisma dan pantas beradu akting dengan aktor-aktor senior semacam RDJ dan Michael Keaton.

Di samping semua kelebihannya tadi, Tom Holland sebenarnya memiliki satu kelemahan, yaitu sulit menjaga rahasia. Dia pernah beberapa kali keceplosan membocorkan proyek Marvel Studios selanjutnya. Termasuk, tentang reboot Spider-Man, yang kabarnya bakal dibuat menjadi trilogi!

Untuk mengantisipasi mulut ember Holland, Marvel Studios akhirnya tidak memberi naskah full Avengers: Infinity War (2018). Hanya skenario yang menjadi bagiannya saja yang boleh dia baca. Mereka tampaknya takut plot megaproyek tersebut bakal terbongkar sia-sia di media gara-gara ulah Holland.

Kembali ke Homecoming. Dengan modal jumbo, mencapai USD 175 juta, Marvel Studios, tentu saja, ingin film Spider-Man pertama mereka ini sukses di pasaran. Bahkan, kalau bisa, menembus pemasukan di atas satu miliar dollar.

Setelah menggelar gala premiere di TCL Chinese Theatre pada hari Rabu (28/6) pekan lalu, harapan Marvel Studios, tampaknya, bakal menemui kenyataan. Homecoming menuai respon positif dari para kritikus. Tom Holland dinilai sebagai Spider-Man terlucu yang pernah ada. Mengalahkan Tobey Maguire dan Andrew Garfield, yang sebetulnya sama-sama cute.

Para kritikus juga menganggap film berdurasi 133 menit tersebut mampu membangun konflik yang cukup kompleks dengan humor yang smart dan aksi yang menegangkan. Setelah dianggap gagal saat diperankan oleh Andrew Garfield, Spider-Man tampaknya berhasil bangkit kembali kali ini. Welcome home, Peter!

***

Spider-Man: Homecoming

Sutradara: Jon Watts
Produser: Kevin Feige, Amy Pascal
Penulis Skenario: Jonathan Goldstein, John Francis Daley, Jon Watts, Christopher Ford, Chris McKenna, Erik Sommers
Pengarang Cerita: Jonathan Goldstein, John Francis Daley
Berdasarkan: Spider-Man by Stan Lee, Steve Ditko
Pemain: Tom Holland, Michael Keaton, Jon Favreau, Zendaya, Donald Glover, Tyne Daly, Marisa Tomei, Robert Downey Jr.
Musik: Michael Giacchino
Sinematografi: Salvatore Totino
Penyunting: Dan Lebental, Debbie Berman
Produksi: Columbia Pictures, Marvel Studios, Pascal Pictures
Distributor: Sony Pictures Releasing
Durasi: 133 menit
Budget: USD 175 juta
Rilis: 28 Juni 2017 (TCL Chinese Theatre), 5 Juli 2017 (Indonesia), 7 Juli 2017 (Amerika Serikat)

Rating (hingga 4 Juli 2017)
IMDb: 7,9/10
Rotten Tomatoes: 93%
Metacritic: 73/100


July 03, 2017

Preview Film: Transformers: The Last Knight (2017)


Sejak dirilis pertama kali satu dekade silam, Transformers mampu memikat hati para penonton bioskop dan menjelma sebagai salah satu franchise film tersukses sepanjang masa. Total pemasukan sekitar USD 3,7 miliar berhasil diraup dari empat film yang sudah ditayangkan.

Meski rata-rata mendapat review negatif dari para kritikus, keberhasilan secara finansial tadi membuat Paramount Pictures pede untuk melanjutkan dan mengembangkan franchise yang diadaptasi dari mainan robot-robotan produksi Hasbro tersebut. Film yang kelima, alias yang terbaru, bertajuk Transformers: The Last Knight, pun akhirnya diluncurkan secara global mulai hari Rabu (21/6) ini.

Kisahnya merupakan lanjutan dari film keempat, Transformers: Age of Extinction (2014), yang dibintangi oleh Mark Wahlberg. Setelah tiga film pertamanya mengandalkan Shia LaBeouf sebagai aktor utamanya, Transformers memang mengusung bintang baru yang lebih matang dan senior. Mungkin, untuk menggaet segmen penonton yang lebih dewasa.

Pada ending film keempat, sang pemimpin Autobots, Optimus Prime (Peter Cullen), dikisahkan pergi meninggalkan bumi untuk mencari para pencipta Transformers, alias the Creators. Ketiadaan Optimus membuat dunia dilanda perang antara manusia dan para robot jadi-jadian tersebut.

Untuk menciptakan perdamaian dan menyelamatkan dunia, Cade Yeager (Mark Wahlberg), seorang inventor yang sebelumnya membantu para Autobots di Age of Extinction, kemudian bersekutu dengan Bumblebee, robot muda yang bisa berubah bentuk menjadi mobil Chevrolet Camaro berwarna kuning dan hitam. Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan Sir Edmund Burton (Anthony Hopkins), seorang professor ahli sejarah dan astronomi dari Oxford University, Inggris.

Cade Yeager, Bumblebee dan Sir Edmund Burton berusaha menguak rahasia, kenapa para Transformers sangat betah tinggal di bumi. Bahkan, mereka sudah ada sejak masa prasejarah. Kedatangan para Transformers disebut-sebut sebagai salah satu penyebab punahnya dinosaurus dari permukaan bumi jutaan tahun yang lampau.

Untuk menghindari kejenuhan para penonton, mengingat film ini sudah dibuat hingga lima seri, Transformers: The Last Knight memang memberikan beberapa kejutan dan mengusung karakter-karakter baru. Setting-nya pun meliputi berbagai era.

Mulai dari jaman pembangunan piramida Giza di Mesir, eranya King Arthur yang legendaris itu, hingga masa NAZI-nya Adolf Hitler di Perang Dunia II. Para Transformers ternyata sudah ada sejak dahulu kala. Sebenarnya, misteri apa yang mereka simpan?

Dari trailer yang dirilis oleh Paramount Pictures beberapa waktu yang lalu, tampak para Transformers sedang berperang melawan beberapa prajurit berbaju besi. Adegan yang ber-setting di abad pertengahan tersebut tentu saja berkaitan dengan legenda King Arthur dan kelompok Knights of the Round Table-nya yang termashyur itu.

Sementara itu, kata-kata The Last Knight pada subjudul Transformers kelima ini ternyata merujuk pada sosok Cade Yeager. Bukan Optimus Prime ataupun Bumblebee, dua karakter Autobots yang selalu muncul dalam empat film sebelumnya.

Dalam sebuah adegan di trailer-nya, tampak sosok Yeager menemukan medali kuno yang dulu dimiliki oleh King Arthur (Liam Garrigan). Hal tersebut memperkuat dugaan bahwa karakter yang diperankan oleh Mark Wahlberg itulah sosok terpilih, The Last Knight, ksatria terakhir yang bakal menyelamatkan dunia.

Selain terkait dengan legenda King Arthur, Transformers: The Last Knight juga menampilkan Stonehenge. Monumen prasejarah yang terletak di Wiltshire, Inggris itu terdiri dari bongkahan batu-batu besar. Selama ini, Stonehenge memang sering disebut berkaitan dengan para alien, dan, konon, merupakan "pintu gerbang" menuju dimensi lain.

Ditampilkannya Stonehenge sudah pasti ada kaitannya dengan kemunculan para Transformers di abad pertengahan. Selain itu, monumen tersebut sepertinya bakal mengungkap asal-usul para robot alien itu lebih jauh lagi.

Dalam versi film animasinya, dikisahkan bahwa leluhur dari para Transformers adalah Quintessa. Sosok penyihir wanita itu merupakan "pencipta" dari Planet Cybertron dan seluruh penghuninya, seperti Decepticons, Autobots, maupun Dinobots, alias robot yang bisa berubah bentuk menjadi dinosaurus.

Quintessa sendiri selalu berkeliling ke seluruh alam semesta dengan menggunakan pesawat raksasa bernama Unicron. Tujuannya adalah mencari planet organik untuk dikuras sumber daya alamnya. Kedatangannya yang pertama ke bumi pada jaman purba, diyakini, menjadi penyebab utama punahnya dinosaurus.

Dari trailer yang sudah dirilis, terlihat bahwa penampakan Quintessa sangat mirip dengan penampilannya di versi film animasi. Tubuhnya dilapisi baja, memiliki tentakel seperti gurita, dan melayang-layang di angkasa. Sepertinya, dialah tokoh antagonis utama di Transformers: The Last Knight ini.

Selain Quintessa, karakter antagonis lawas, Megatron, kabarnya juga kembali muncul. Dari foto yang diunggah oleh sutradara Michael Bay, pemimpin Decepticons itu tampak lebih sangar. Menariknya, di bagian kepalanya tertera beberapa aksara kuno kaum Cybertron yang artinya adalah "Megatron Knight".

Karakter lain yang menarik adalah Hot Rod (Omar Sy). Dalam empat film sebelumnya, robot yang bisa berubah bentuk menjadi mobil Lamborghini Centenario ini tidak pernah muncul. Dalam versi animasi, Hot Rod dikenal sebagai pembunuh Optimus Prime. Apakah di versi live-action ini juga bakal sama?

Sosok Optimus Prime sendiri di Transformers: The Last Knight cukup mengundang penasaran. Dari trailer-nya, tampak adegan dia sedang bertarung dengan Bumblebee, yang seharusnya merupakan teman seperjuangannya sejak dulu. Kedua matanya juga berubah menjadi ungu, seperti mata Decepticons.

Dalam versi animasi Transformers: The Movie (1986), Optimus Prime, yang pergi mencari penciptanya, memang akhirnya bertemu dengan Quintessa. Namun, kemudian dia malah dimatikan, lalu dihidupkan lagi, dan dikirim kembali ke bumi dengan misi mencuri Matrix of Leadership. Entah apakah kisah di versi live-action-nya ini juga demikian.

Selain para robot di atas, tokoh-tokoh manusia yang dulu menghiasi tiga film pertama, dan absen di film keempat, juga kembali muncul. Sebut saja Komandan William Lennox (Josh Duhamel), Sersan Robert Epps (Tyrese Gibson), serta Seymour Simmons (John Turturro), mantan agen rahasia yang kocak itu.

Di samping para karakter lawas tersebut, juga ada beberapa tokoh baru yang tampaknya juga memiliki peran penting. Antara lain, Sir Edmund Burton, yang tadi latar belakangnya sudah sempat disinggung di awal tulisan ini, dan Viviane Wembly (Laura Haddock), seorang Professor Sastra Inggris dari Oxford University.

Yang juga membuat penasaran adalah sosok Izabella (Isabela Moner). Gadis ababil tomboy itu dikisahkan telah kehilangan kedua orang tuanya. Mereka tewas saat Kota Chicago diserang Decepticons dalam film Transformers ketiga, Dark of the Moon (2011). Izabella pun akhirnya hidup di jalanan. Ditemani oleh Canopy dan Sqweeks, sebuah robot unyu yang bisa berubah menjadi Vespa.

Sementara itu, sutradara Michael Bay, yang sudah membesut franchise ini sejak film pertamanya pada tahun 2007, mengkonfirmasi bahwa The Last Knight bakal menjadi film Transformers terakhirnya. Sebenarnya, setelah Age of Extinction (2014), Bay sudah memutuskan untuk mundur. Namun, akhirnya dia berubah pikiran.

Di sisi lain, Mark Wahlberg selaku aktor utama mengaku bakal ikut berhenti jika Michael Bay cabut. Namun, bintang Patriots Day (2016) itu juga ragu apakah Bay benar-benar akan mundur. Menurutnya, Transformers adalah "milik" Bay dan dia sangat menyukai franchise ini.

Meski nantinya ditinggal Michael Bay, bukan berarti franchise Transformers bakal tamat. Malah, Paramount Pictures kabarnya sudah menyiapkan sebuah spin-off tentang Bumblebee, yang akan ditayangkan tahun depan, dan film keenam yang bakal dirilis pada 28 Juni 2019!

Paramount sepertinya memang tidak main-main dalam mengembangkan franchise Transformers. Mereka ingin mengikuti jejak Disney yang sukses besar dengan Marvel Cinematic Universe dan Warner Bros. Pictures dengan DC Extended Universe-nya.

Konon, untuk menyaingi dua studio besar itu, Paramount ingin membuat Hasbro Cinematic Universe. Mereka berniat menyatukan para karakter mainan produksi Hasbro dalam satu film. Semacam The Avengers dan Justice League. Jadi, siap-siap saja melihat kolaborasi antara Transformers, Micronauts, dan, yang pasti, G.I. Joe!

Semua rencana di atas bakal semakin mendekati kenyataan seandainya Transformers: The Last Knight sukses di pasaran. Dengan modal superjumbo, mencapai USD 260 juta, termahal bila dibandingkan empat film pendahulunya, film kelima ini diharapkan bisa menjadi blockbuster di box office. Minimal, menyamai prestasi dua film sebelumnya yang meraup pemasukan di atas USD 1 miliar.

Saat menghadiri global premiere di London pada hari Minggu (18/6) yang lalu, Mark Wahlberg menyatakan Transformers: The Last Knight bakal lebih besar, lebih keren dan lebih segalanya. Dia menambahkan, sutradara Michael Bay memang ingin selalu memberikan sesuatu yang lebih buat para fans.

Jika dilihat dari trailer-nya, film Transformers kelima ini memang penuh dengan adegan-adegan heroik khas Michael Bay. Diiringi backsound musik yang patriotis dan menggugah semangat karya Steve Jablonsky. Serta pertarungan robot-robot raksasa yang dahsyat dan menggetarkan.

Pokoknya, dari segi action dan efek visual, Transformers: The Last Knight ini menjanjikan segalanya. Hanya saja, seperti empat seri pendahulunya, meski laris manis di pasaran, belum tentu hal itu mengundang review positif dari para pengamat perfilman.

Hingga saat ini, respon dari para kritikus memang belum diketahui. Apakah bakal negatif seperti tiga film sebelumnya, atau cukup lumayan seperti film yang pertama? Selama ini, plot cerita film-film Transformers selalu dikritik jelek oleh para pengamat. Meski para penonton mungkin tidak terlalu mempedulikannya.

Mark Wahlberg sendiri menjamin bahwa plot Transformers: The Last Knight bakal lebih bagus dan lebih dalam bila dibandingkan dengan empat film sebelumnya. Adik Donnie Wahlberg New Kids on the Block itu mengklaim cerita film kelima ini bakal hebat.

Selain plot cerita, satu lagi yang pasti, durasi The Last Knight ini cukup panjang. Hampir 2,5 jam. Bahkan, sempat beredar rumor bahwa durasinya lebih dari tiga jam. Selama ini, film-film Transformers garapan Michael Bay memang punya ciri khas durasi yang panjang dan menguji kesabaran para penontonnya. Seperti film-film India.

Namun, lewat Twitter, sutradara Michael Bay langsung membantah hal tersebut. Menurutnya, durasi film kelima Transformers ini lebih pendek daripada tiga film terakhir. Well, semoga saja kali ini ceritanya lebih seru dan tidak membosankan!

***

Transformers: The Last Knight

Sutradara: Michael Bay
Produser: Don Murphy, Tom DeSanto, Lorenzo di Bonaventura, Ian Bryce
Penulis Skenario: Art Marcum, Matt Holloway, Ken Nolan
Pengarang Cerita: Akiva Goldsman, Art Marcum, Matt Holloway, Ken Nolan
Berdasarkan: Transformers by Hasbro
Pemain: Mark Wahlberg, Josh Duhamel, Stanley Tucci, Anthony Hopkins
Musik: Steve Jablonsky
Sinematografi: Jonathan Sela
Penyunting: Mark Sanger, John Refoua, Adam Gerstel
Produksi: Di Bonaventura Pictures, Hasbro Studios
Distributor: Paramount Pictures
Durasi: 149 menit
Budget: USD 260 juta
Rilis: 18 Juni 2017 (Odeon Leicester Square), 21 Juni 2017 (Indonesia & Amerika Serikat)

Rating (hingga 20 Juni 2017)
IMDb: -
Rotten Tomatoes: -
Metacritic: -


Preview Film: 47 Meters Down (2017)


Musim panas tahun lalu, para moviemania disuguhi aksi menegangkan si sexy Blake Lively yang diburu oleh hiu ganas dalam film The Shallows. Tahun ini, menyusul kesuksesan film rilisan Sony Pictures tersebut, hadir satu lagi survival thriller berjudul 47 Meters Down. Yang sudah bisa dinikmati di bioskop-bioskop Cinema 21 mulai hari Kamis (15/6) kemarin.

Sejak kemunculannya di film legendaris Jaws (1975), hiu putih besar memang menjadi andalan para filmmaker untuk menghadirkan kisah yang memacu adrenalin. Bahkan, saking traumatisnya, banyak orang yang takut berenang di laut dan di pinggiran pantai setelah menonton karya sang Maestro Steven Spielberg tersebut.

Seperti halnya Jaws dan The Shallows, 47 Meters Down juga mengangkat tema pertarungan antara manusia dan ikan hiu. Kisahnya juga sangat klasik. Sang pemeran utama tak bisa melarikan diri dan harus mempertaruhkan nyawa untuk melawan sang predator ganas tersebut.

Bedanya, jika di The Shallows hanya Blake Lively seorang diri yang harus menghadapi si hiu putih, di 47 Meters Down ini ada dua orang cewek cantik yang bernasib sial. Kakak-beradik. Lisa dan Kate. Diperankan oleh Mandy Moore dan Claire Holt.

Awalnya, mereka berdua pergi berlibur ke Meksiko untuk having fun bersama. Lalu, datanglah sebuah tawaran yang berbahaya. Tapi menantang. Sejumlah penduduk lokal menawari Lisa dan Kate untuk menyelam di dalam kandang observasi hiu. Di bawah laut.

Meski pada mulanya ragu, karena penasaran dan merasa tertantang, mereka akhirnya mencoba. Dan mulai menikmatinya.

Namun, petualangan yang mendebarkan itu tiba-tiba berubah menjadi bencana. Rantai yang mengikat kerangkeng besi tiba-tiba terlepas dari kapal. Mereka kemudian tenggelam hingga 47 meter ke dasar laut yang dipenuhi oleh hiu-hiu ganas!

Dengan persediaan oksigen di dalam tabung yang semakin menipis, dan hiu putih lapar yang terus mengintai, Lisa dan Kate harus berpacu dengan waktu untuk menemukan cara keluar dari kerangkeng dan kembali ke permukaan laut. Berhasilkah mereka survive? Atau, tubuh mulus mereka harus berakhir sebagai santapan hiu?

Btw, bagi yang bertanya-tanya, apakah Mandy Moore yang menjadi bintang 47 Meters Down ini adalah Mandy Moore yang penyanyi itu? Jawabannya adalah iya. Ini Mandy Moore yang dulu terkenal dengan lagu "I Wanna Be with You"-nya itu.

Setelah menjalani debut sebagai pengisi suara dalam film komedi Dr. Dolittle 2 (2001), penyanyi sexy tersebut memang banyak berkiprah di dunia seni peran. Film-filmnya yang terkenal antara lain The Princess Diaries (2001) bareng Anne Hathaway dan A Walk to Remember (2002) yang romantis itu.

Pada tahun 2010 yang lalu, Mandy Moore juga kembali menjadi pengisi suara dalam film animasi Disney, Tangled. Janda kembang berusia 33 tahun tersebut berperan sebagai Rapunzel, si gadis berambut panjang. Dan, tahun ini, dia bakal mengulang perannya tersebut dalam Tangled versi serial televisi.

Sementara itu, 47 Meters Down sendiri awalnya hanya akan dirilis dalam bentuk DVD dan home video dengan judul In the Deep oleh Dimension Films. Namun, Entertainment Studios kemudian membeli hak pendistribusiannya dan merilisnya di bioskop-bioskop Amerika Serikat.

Sejauh ini, respon dari beberapa kritikus dan situs review cukup lumayan. Meski masih jauh bila dibandingkan dengan Jaws, dan tidak semenegangkan The Shallows, film berdurasi 85 menit ini tetap menawarkan adegan-adegan yang mendebarkan.

***

47 Meters Down

Sutradara: Johannes Roberts
Produser: James Harris, Mark Lane
Penulis Skenario: Johannes Roberts, Ernest Riera
Pemain: Mandy Moore, Claire Holt, Chris J. Johnson, Yani Gellman, Santiago Segura, Matthew Modine
Musik: Tomandandy
Sinematografi: Mark Silk
Penyunting: Martin Brinkler
Produksi: The Fyzz Facility, Dragon Root, Flexibon Films, Lantica Pictures, Tea Shop & Film Company
Distributor: Entertainment Studios
Durasi: 85 menit
Rilis: 15 Juni 2017 (Indonesia), 16 Juni 2017 (Amerika Serikat)

Rating (hingga 16 Juni 2017)
IMDb: 6/10
Rotten Tomatoes: 51%
Metacritic: 53/100


Preview Film: A Family Man (2016)


Gerard Butler selama ini lebih dikenal sebagai aktor film-film laga. Yang paling ikonis, tentu saja, perannya sebagai King Leonidas dalam 300 (2007) besutan Zack Snyder. Selain itu, beberapa tahun terakhir, namanya semakin melejit setelah membintangi franchise Has Fallen, yaitu Olympus Has Fallen (2013), London Has Fallen (2016), dan yang baru akan dirilis tahun depan, Angel Has Fallen (2018).

Meski lebih banyak membintangi film-film action, bukan berarti aktor asal Skotlandia itu tidak pernah menjajal genre lainnya. Tercatat, pria gagah pujaan para ibu muda itu sudah berpengalaman bermain di berbagai film drama, seperti P.S. I Love You (2007), Chasing Mavericks (2012), Playing for Keeps (2012), maupun film komedi romantis, The Ugly Truth (2009), bareng si sexy Katherine Heigl.

Tahun ini, tampang macho Gerard Butler akan kembali menghiasi layar lebar lewat Geostorm. Namun, sebelum menikmati perannya dalam disaster movie yang mengisahkan tentang bencana dahsyat tersebut, para moviemania bisa terlebih dahulu menonton A Family Man. Sebuah drama keluarga yang tayang di bioskop-bioskop Cinema 21 Indonesia mulai hari Rabu (14/6) kemarin.

A Family Man berkisah tentang seorang headhunter bernama Dane Jensen (Gerard Butler). Setelah sekian lama berusaha, ayah satu anak itu berhasil mengambil alih perusahaan agency tempatnya bekerja, Blackrock Recruiting, dan mengalahkan pesaingnya yang ambisius, Lynn Vogel (Alison Brie).

Namun, belum lama menikmati kesuksesan tersebut, Dane harus menghadapi cobaan berat. Putra semata wayangnya yang baru berusia 10 tahun, Ryan (Maxwell Jenkins), didiagnosis menderita kanker.

Dane pun langsung dihinggapi kegalauan berat. Apakah dia harus meninggalkan karir profesionalnya yang sedang berada di puncak demi merawat anaknya yang sedang sakit? Atau, dia harus mengorbankan keluarganya demi kesuksesan dan ambisi pribadinya?

Awalnya, naskah dari film drama berdurasi 108 menit yang ditulis oleh Bill Dubuque ini diberi judul The Headhunter's Calling. Namun, setelah melalui berbagai pertimbangan, pihak produser, dalam hal ini Zero Gravity Management, memutuskan untuk mengubah titelnya menjadi A Family Man.

Sayangnya, meski diperkuat oleh para aktor berpengalaman, seperti Gerard Butler dan Willem Dafoe, serta memiliki premis cerita yang cukup menjanjikan, respon yang didapat dari para kritikus kurang positif. Setelah tayang di Toronto International Film Festival tahun lalu, A Family Man dianggap tidak berhasil menyajikan drama keluarga yang memikat hati.

***

A Family Man

Sutradara: Mark Williams
Produser: Gerard Butler, Nicolas Chartier, Craig J. Flores, Patrick Newall, Alan Siegel, Mark Williams
Penulis Skenario: Bill Dubuque
Pemain: Gerard Butler, Gretchen Mol, Alison Brie, Anupam Kher, Alfred Molina, Willem Dafoe
Sinematografi: Shelly Johnson
Penyunting: Thom Noble
Produksi: Zero Gravity Management
Distributor: Vertical Entertainment
Durasi: 108 menit
Rilis: 13 September 2016 (TIFF), 14 Juni 2017 (Indonesia), 28 Juli 2017 (Amerika Serikat)

Rating (hingga 15 Juni 2017)
IMDb: 6,3/10
Rotten Tomatoes: 22%


Preview Film: The Wall (2017)


Hollywood memang paling jago dalam membuat film perang. Bukan hanya perang kolosal yang melibatkan banyak orang, tetapi juga "perang" antar-penembak jitu, alias sniper, yang hanya melibatkan satu atau dua orang saja.

Salah satu film tentang penembak jitu terbaik adalah American Sniper (2014), yang diadaptasi dari kisah nyata dan dibintangi oleh Bradley Cooper. Selain itu, juga ada Enemy at the Gates (2001), based on true story sniper Rusia, Vassili Zaitsev, semasa Perang Dunia II. Dan, tak lupa, Sniper (1993)-nya Tom Berenger yang legendaris dan menjadi franchise itu.

Tahun ini, para moviemania, terutama penggemar film perang, kembali disuguhi oleh kisah sniper berjudul The Wall. Mulai tayang di bioskop-bioskop Cinemaxx Theater dan CGV Cinemas Indonesia pada hari Rabu (14/6) ini.

Dibintangi oleh pemeran Quicksilver di Avengers: Age of Ultron (2015), Aaron Taylor-Johnson, dan mantan pegulat WWE terkenal, John Cena, The Wall menjanjikan sebuah thriller perang yang menegangkan. Sutradaranya adalah Doug Liman, yang berpengalaman menghasilkan Edge of Tomorrow (2014)-nya Tom Cruise dan memproduseri Jason Bourne (2016).

Cerita The Wall sendiri mengambil setting di Irak. Dua orang sniper Amerika Serikat, Sersan Allen Isaac (Aaron Taylor-Johnson) dan Sersan Shane Matthews (John Cena), ditugaskan untuk mengintai sebuah desa, di mana rombongan PBB diserang dan dibunuh oleh para penembak jitu pasukan lawan.

Celakanya, setelah berhari-hari mengendap-endap dan bersembunyi, posisi mereka akhirnya diketahui oleh sniper Irak. Satu-satunya perlindungan mereka adalah sebuah tembok (the wall) sisa bangunan yang sudah hancur di tengah gurun yang panas.

Tak bisa berbuat banyak karena posisi mereka sudah terjepit, dua tentara Amerika tersebut hanya mengandalkan sebuah tembok rapuh untuk bersembunyi. Mampukah keduanya bertahan dari incaran peluru sniper lawan, sambil mengharapkan bala bantuan, yang entah kapan bakal datang?

Dalam naskah awal The Wall yang ditulis oleh Dwain Worrell, sebenarnya, hanya ada satu tentara Amerika yang terjebak di balik tembok, yaitu Sersan Isaac. Namun, setelah John Cena bergabung, kisahnya berubah menjadi dua tentara.

Worrell sendiri menulis skenario The Wall saat dia mengajar bahasa Inggris di Tiongkok. Naskah tersebut kemudian masuk dalam Black List, alias kumpulan skenario-skenario terbaik yang belum sempat difilmkan. Baru pada 12 November 2014, Amazon Studios tertarik dan membeli hak untuk mengangkatnya ke layar lebar.

Setelah dirilis di Amerika Serikat pada 12 Mei 2017 yang lalu, film yang hanya berdurasi 81 menit ini mendapat respon cukup lumayan dari para kritikus. Kisahnya bukan sekadar perang, tapi semacam pertandingan tanpa akhir antara dua sniper yang memiliki kemampuan seimbang.

***

The Wall

Sutradara: Doug Liman
Produser: Dave Bartis
Penulis Skenario: Dwain Worrell
Pemain: Aaron Taylor-Johnson, John Cena, Laith Nakli
Sinematografi: Roman Vasyanov
Penyunting: Julia Bloch
Produksi: T SERIES, Big Indie Pictures, Picrow, Amazon Studios
Distributor: Roadside Attractions
Durasi: 81 menit
Budget: USD 3 juta
Rilis: 12 Mei 2017 (Amerika Serikat), 14 Juni 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 14 Juni 2017)
IMDb: 6,4/10
Rotten Tomatoes: 69%
Metacritic: 58/100

Preview Film: Planetarium (2016)


Buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya. Meski baru berusia 18 tahun, Lily-Rose Depp sudah mampu membuktikan bahwa dia juga punya talenta akting yang tidak kalah dengan bokapnya, yang merupakan seorang aktor papan atas Hollywood.

Ya, bagi yang belum tahu, dari nama belakangnya, kita sudah bisa menebak bahwa Lily-Rose adalah anak dari Johnny Depp, bintang franchise Pirates of the Caribbean yang saat ini sedang menghiasi bioskop-bioskop di seluruh dunia. Cewek cantik kelahiran Paris tersebut adalah putri Depp dari Vanessa Paradis, seorang penyanyi asal Prancis.

Memulai karir sebagai cameo di Tusk (2014), Lily-Rose kemudian mendapat porsi lebih besar, sebagai pemeran utama, di spin-off film produksi Prancis tersebut, yaitu Yoga Hosers (2016). Setelah itu, dia juga berperan sebagai Isadora Duncan di The Dancer (2016).

Total, sepanjang tahun 2016 kemarin, Lily-Rose bermain dalam tiga film. Yang terakhir adalah Planetarium, yang baru tayang di bioskop-bioskop Cinemaxx Theater dan CGV Cinemas Indonesia mulai hari Rabu (14/6) ini.

Seperti tiga film dia sebelumnya, Planetarium juga merupakan produk Prancis. Namun, lawan main Lily-Rose kali ini bukan aktris sembarangan. Bintang Hollywood. Salah satu wanita tercantik di muka bumi ini. Peraih Piala Oscar. Natalie Portman.

Setelah menikah dengan koreografer asal Prancis, Benjamin Millepied, pada 2012, dan membuat jutaan cowok di kolong jagad ini patah hati, Natalie Portman memang pindah ke Paris sejak bulan November 2014 yang lalu. Mereka bertemu saat terlibat syuting Black Swan (2010), yang mengantarkan bidadari kelahiran Israel tersebut meraih Piala Oscar dan Golden Globe kategori Aktris Terbaik.

Bagi Portman, Planetarium merupakan kali kedua sepanjang karirnya bekerja sama dengan sutradara Prancis. Sebelumnya, pemeran Queen Padme Amidala dalam franchise Star Wars ini sudah pernah diarahkan oleh sutradara asal Negeri Anggur, Luc Besson, dalam film Leon (1994), saat usianya masih 12 tahun.

Kisah Planetarium sendiri ber-setting pada tahun 1930-an, menceritakan petualangan kakak-beradik, Laura (Natalie Portman) dan Kate Barlow (Lily-Rose Depp), yang memiliki kemampuan supranatural. Mereka bisa berhubungan dengan hantu serta berkomunikasi dengan makhluk halus dan sejenisnya.

Suatu ketika, dalam perjalanan menuju ke Paris, Laura dan Kate bertemu dengan seorang produser film bernama Andre Korben (Emmanuel Salinger). Dia tertarik dengan kemampuan mistis kakak-beradik tersebut dan ingin menampilkan mereka dalam film bertema spiritualisme.

Karakter Andre Korben kabarnya didasarkan pada sosok nyata bernama Bernard Natan. Dia adalah filmmaker asal Prancis keturunan Yahudi, yang berkiprah pada tahun 1920 hingga 1930-an, yang akhirnya meninggal secara tragis di kamp konsentrasi NAZI di Auschwitz, Polandia, saat Perang Dunia II.

Dalam menggarap Planetarium, sutradara Rebecca Zlotowski, yang bekerja sama dengan penulis naskah Robin Campillo, lebih menitikberatkan pada konsep supranatural. Mereka terinspirasi dari sebuah serial drama yang tayang di Canal+. Selain itu, film berdurasi 106 menit ini juga dibumbui dengan unsur politik, terutama gerakan-gerakan ekstrimis yang berkembang di Prancis pada tahun 1930-an.

Sayangnya, setelah dirilis pada 16 November 2016 yang lalu di Prancis, Planetarium mendapat respon kurang positif dari para kritikus. Meski demikian, bagi para pemuja Natalie Portman, tidak ada salahnya untuk menonton film drama ini. Apalagi, bagi yang masih penasaran dengan akting putri Johnny Depp.

***

Planetarium

Sutradara: Rebecca Zlotowski
Produser: Frédéric Jouve
Penulis Skenario: Rebecca Zlotowski, Robin Campillo
Pemain: Natalie Portman, Lily-Rose Depp
Musik: Robin Coudert
Sinematografi: George Lechaptois
Penyunting: Julien Lacheray
Produksi: Les Films Velvet
Distributor: Ad Vitam Distribution (Prancis)
Durasi: 106 menit
Rilis: 6 September 2016 (Venice), 16 November 2016 (Prancis), 14 Juni 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 13 Juni 2017)
IMDb: 4,8/10
Rotten Tomatoes: 18%
Metacritic: 41/100

June 10, 2017

Preview Film: The Whole Truth (2016)


Sebagai aktor yang malang-melintang di Hollywood sejak tahun 1985, Keanu Reeves sudah berpengalaman membintangi berbagai genre film. Mulai dari action, drama, sci-fi, hingga thriller. Meski belum pernah meraih Piala Oscar, kualitas aktingnya yang serba bisa, tentu saja, tidak perlu diragukan lagi.

Awal tahun ini, wajah ganteng pria kelahiran Beirut, Lebanon tersebut sebenarnya sudah menghiasi layar lebar lewat film laga John Wick: Chapter 2. Namun, sebelum tampil sebagai pembunuh bayaran bertangan dingin itu, Keanu Reeves terlebih dahulu membintangi The Whole Truth, yang dirilis di Amerika Serikat pada bulan Oktober 2016, tapi baru tayang di bioskop-bioskop Cinema 21 Indonesia mulai hari Kamis (8/6) kemarin.

Kisah film berdurasi 93 menit ini berfokus pada sosok pengacara kondang bernama Richard Ramsey (Keanu Reeves). Dia dimintai bantuan oleh Loretta Lassiter (Renee Zellweger) untuk membebaskan putranya, Mike (Gabriel Basso), dari kasus pembunuhan.

Ababil yang baru berusia 17 tahun itu dituduh membunuh bokapnya sendiri, Boone Lassiter (Jim Belushi), seorang pengacara kaya raya yang kerap bersikap kasar dan melakukan KDRT terhadap Loretta, istrinya. Hal tersebut menguatkan dugaan kenapa Mike tega menghabisi nyawa ayahnya.

Posisi Mike semakin terjepit dengan ditemukannya bukti sidik jari yang tertinggal di pisau serta pengakuan yang keluar dari mulutnya sendiri. Selain itu, hampir semua saksi yang dihadirkan di persidangan menyudutkan dirinya.

Merasa sulit untuk memenangkan kasus tersebut, Richard Ramsay kemudian meminta bantuan seorang pengacara muda, Janelle Brady (Gugu Mbatha-Raw), untuk menemukan kebenaran tentang apa yang sebenarnya terjadi pada hari pembunuhan sadis itu. Mampukah mereka berdua menyelamatkan Mike dari hukuman? Apakah memang benar dia yang telah menamatkan riwayat bokapnya?

Sebelum memilih Keanu Reeves, film yang dibesut oleh Courtney Hunt ini sebenarnya memasang Daniel Craig sebagai pemeran utamanya. Namun, entah apa sebabnya, bintang franchise James Bond itu tiba-tiba mengundurkan diri sebelum syuting dimulai pada bulan April 2014.

Keanu Reeves sendiri sebelumnya sudah pernah berperan sebagai pengacara. Yang paling terkenal adalah film The Devil's Advocate (1997), di mana dia beradu akting dengan aktor kawakan Al Pacino dan si sexy Charlize Theron.

Seperti film-film tentang persidangan lainnya, alur The Whole Truth berjalan lambat. Hampir 80 persen latarnya adalah ruang sidang dengan menampilkan flashback beberapa adegan di masa lampau.

Meski ber-genre thriller, nyaris tidak ada kejadian-kejadian yang menegangkan dalam film yang dirilis oleh Lionsgate Premiere ini. Namun, kabarnya, ending The Whole Truth ini sangat mengejutkan. Mirip dengan novel-novel Agatha Christie.

Sayangnya, meski sudah didukung oleh akting menawan Keanu Reeves, The Whole Truth gagal memikat hati para kritikus. Situs Rotten Tomatoes, sejauh ini, hanya mematok angka 29 persen dari 24 review yang masuk.

***

The Whole Truth

Sutradara: Courtney Hunt
Produser: Anthony Bregman, Elon Dershowitz, Kevin Frakes
Penulis Skenario: Nicholas Kazan
Pemain: Keanu Reeves, Renée Zellweger, Gugu Mbatha-Raw, Gabriel Basso, Jim Belushi
Musik: Evgueni Galperine, Sacha Galperine
Sinematografi: Jules O'Loughlin
Penyunting: Kate Williams
Produksi: Atlas Entertainment, Likely Story, Merced Media Partners, PalmStar Media
Distributor: Lionsgate Premiere
Durasi: 93 menit
Rilis: 21 Oktober 2016 (Amerika Serikat), 8 Juni 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 9 Juni 2017)
IMDb: 6,1/10
Rotten Tomatoes: 29%

Preview Film: Mine (2016)


"If you were mine, everytime. You could be the one to make me feel alright. Day or night, feel you close in my arms.."

Maaf, salah lagu.

Bukan. Ini bukan film drama. Ketika membaca judulnya, yang terlintas dalam benak para jomblo baper, kemungkinan besar, adalah sebuah film romantis yang mengisahkan tentang percintaan menye-menye. Sayangnya, ini bukan film tentang hal itu.

Mine di sini artinya ranjau. Ya, ini adalah film psychological war thriller. Dibintangi oleh Armie Hammer yang ganteng itu. Baru mulai tayang di bioskop-bioskop Cinemaxx Theater dan CGV Cinemas pada hari Rabu (7/6) kemarin.

Kisahnya tentang seorang prajurit Marinir Amerika Serikat bernama Sersan Mike Stevens (Armie Hammer), yang juga seorang sniper, alias penembak jitu. Saat mendapat tugas bersama rekannya, Tommy Madison (Tom Cullen), untuk melakukan pembunuhan terhadap pemimpin teroris di gurun pasir Afrika Utara, dia gagal menuntaskan misinya.

Sialnya, saat berusaha meloloskan diri, mereka malah terjebak di ladang ranjau. Tommy tewas setelah terkena ledakan. Tinggal Mike seorang diri. Tak bisa kemana-mana karena kakinya menginjak ranjau darat yang tertutup pasir. Jika dia bergerak, boom! Tamatlah riwayatnya.

Bala bantuan diperkirakan baru akan datang 52 jam kemudian. Jadi, Mike harus bertahan hidup di tengah ganasnya alam padang pasir yang sangat panas pada siang hari dan berubah menjadi sangat dingin pada malam hari. Tidak bisa bergerak. Tanpa makanan dan minuman yang memadai.

Selain itu, ada ancaman dari hewan buas dan pasukan musuh yang bisa sewaktu-waktu menghabisinya. Ditambah lagi, kondisi fisik dan psikologisnya juga kian menurun. Mampukah Mike bertahan selama dua hari hingga bala bantuan datang?

Sebelum terpilih untuk memerankan karakter Mike Stevens, Armie Hammer awalnya sempat ditolak oleh sutradara Fabio Guaglione karena dianggap terlalu "charming". Selama ini, bintang The Lone Ranger (2013) itu memang belum pernah bermain di film bertema perang. Mungkin, karena dinilai kurang macho.

Namun, produser Peter Safran akhirnya berhasil meyakinkan Guaglione bahwa Hammer adalah sosok yang tepat untuk peran tersebut. Pengalamannya bekerja sama dengan beberapa sutradara terkenal, semacam David Fincher, Cilnt Eastwood, dan Guy Ritchie, menjadi poin plus tersendiri.

Sebagai pendamping Hammer, semula ada 50 aktor yang masuk dalam daftar calon pemeran Tommy Madison. Di antaranya ada nama-nama yang cukup terkenal, yaitu Rami Malek, Adam Brody dan Chris Zylka. Tetapi, akhirnya yang terpilih adalah Tom Cullen.

Di samping itu, sebagai pemanis, juga ada si sexy Annabelle Wallis yang berperan sebagai Jenny, tunangan Mike. Menariknya, saat ini, aktris dengan ukuran dada 34B tersebut juga sedang menghiasi layar lebar dalam film blockbuster The Mummy bareng Tom Cruise.

Sayangnya, meski mengusung nama-nama yang cukup tenar, film berdurasi 106 menit ini gagal mendapat respon positif. Masih jauh bila dibandingkan dengan The Hurt Locker (2008), psychological war thriller tentang penjinak bom yang berhasil menjadi film terbaik di ajang Piala Oscar 2010.

***

Mine

Sutradara: Fabio Guaglione, Fabio Resinaro
Produser: Peter Safran
Penulis Skenario: Fabio Guaglione, Fabio Resinaro
Pemain: Armie Hammer, Annabelle Wallis, Tom Cullen, Clint Dyer, Geoff Bell, Juliet Aubrey
Musik: Luca Balboni, Andrea Bonini
Sinematografi: Sergi Vilanova
Penyunting: Matteo Santi, Fabio Guaglione, Filippo Mauro Boni
Produksi: The Safran Company, Roxbury, Sun Film, Mine Canarias
Distributor: Eagle Pictures, Well Go USA Entertainment
Durasi: 106 menit
Rilis: 6 Oktober 2016 (Italia), 30 Desember 2016 (Spanyol), 7 April 2017 (Amerika Serikat), 7 Juni 2017 (Indonesia)

Rating (hingga 8 Juni 2017)
IMDb: 6/10
Rotten Tomatoes: 16%

Preview Film: The Mummy (2017)


Kisah tentang mumi seakan tak ada habisnya untuk diangkat ke layar lebar. Sejak pertama kali difilmkan pada tahun 1932, franchise The Mummy terus berkembang dan menjadi salah satu tema film horror-adventure yang paling digemari di Hollywood.

Tidak tanggung-tanggung, dalam kurun waktu 1932 hingga 1971, sebanyak 10 film tentang mumi dirilis ke bioskop. Enam film diproduksi oleh Universal Pictures, yang menjadi bagian dari franchise Universal Monsters, dan empat film dibikin oleh Hammer Productions dari Inggris.

Setelah mati suri hampir 30 tahun, Universal Pictures mencoba untuk kembali membangkitkan franchise The Mummy pada tahun 1999. Yang didapuk sebagai sutradara adalah Stephen Sommers, dengan mengusung Brendan Fraser dan si cantik Rachel Weisz sebagai bintang utamanya.

Film mumi versi Sommers tersebut cukup laku di pasaran, dan kemudian dilanjutkan dengan sekuelnya yang berjudul The Mummy Returns (2001). Selain itu, juga dirilis spin-off-nya, The Scorpion King (2002), yang dibintangi oleh Dwayne "The Rock" Johnson dan si sexy Kelly Hu.

Sayangnya, setelah film ketiganya dirilis, franchise The Mummy mengalami kemunduran. Padahal, selain masih mengandalkan Brendan Fraser dan Rachel Weisz, film berjudul  The Mummy: Tomb of the Dragon Emperor (2008) tersebut juga diperkuat oleh aktor laga legendaris, Jet Lee.

Film The Mummy keempat, yang sedianya dibintangi oleh Luke Ford dan Maria Bello, akhirnya dibatalkan. Universal Pictures kemudian mengumumkan bakal me-reboot (memulai kembali kisahnya dari awal) franchise The Mummy pada tahun 2012.

Yang menarik, Universal Pictures bakal menjadikan The Mummy versi baru tersebut untuk membangkitkan kembali franchise Universal Monsters yang dulu sempat berjaya. Kali ini, tajuk yang mereka usung adalah Dark Universe.

Sebenarnya, yang semula digadang-gadang sebagai pembuka franchise makhluk-makhluk mengerikan tersebut adalah Dracula Untold (2014). Namun, karena mendapat respon negatif di pasaran, film yang dibintangi oleh si ganteng Luke Evans itu urung menjadi ujung tombak Dark Universe.

Universal Pictures kemudian mengusung The Mummy sebagai film pertama Dark Universe dan menggandeng aktor laga kelas A, Tom Cruise, sebagai bintang utamanya. Salah satu studio terbesar di Hollywood yang selama ini sukses dengan Fast & Furious tersebut, tampaknya, tak main-main dalam menyiapkan franchise yang baru ini.

Terbukti, setelah The Mummy, Universal sudah memiliki rencana untuk merilis Bride of Frankenstein yang dibintangi oleh Javier Bardem pada tahun 2019 nanti. Selain itu, juga ada The Invisible Man yang bakal mengandalkan Johnny Depp sebagai lakon utamanya.

Ya, seperti franchise-franchise lainnya, Dark Universe memang berniat menggabungkan para karakter tersebut dalam satu film. Bedanya, kali ini yang bersatu bukan para superhero semacam The Avengers dan Justice League, tetapi sekumpulan makhluk aneh dan mengerikan. Vampire Dracula dan Wolfman pun kabarnya juga bakal bergabung. Tapi, belum diketahui siapa yang akan memerankan mereka.

Sebelum Dark Universe, The League of Extraordinary Gentlemen (2003) sebenarnya sudah pernah mempersatukan karakter-karakter aneh tersebut. Film yang diadaptasi dari komik berjudul sama karya Alan Moore dan Kevin O'Neill itu menampilkan Allan Quatermain (yang diperankan oleh Sean Connery), Captain Nemo, vampire Mina Harker, The Invisible Man, Dr. Henry Jekyll, hingga Professor James Moriarty, musuh bebuyutannya Sherlock Holmes.

Dalam Dark Universe, Dr. Henry Jekyll bakal kembali muncul dan menjadi salah satu karakter penting. Ilmuwan yang bisa berubah menjadi monster bernama Mr. Hyde tersebut adalah pemimpin Prodigium, yaitu organisasi rahasia pemburu monster-monster misterius.

Bagi yang penasaran dengan Prodigium, Universal Pictures telah menyiapkan sebuah situs web sebagai sumber informasi, yaitu www.welcometoprodigium.com. Selain itu, juga ada laman www.darkuniverse.com sebagai bahan promosi franchise baru tersebut.

Sementara itu, kisah reboot The Mummy, yang menjadi seri pertama dari Dark Universe, bakal berbeda dengan trilogi klasiknya. Meski masih menggunakan mitologi Mesir kuno sebagai latar belakang, tidak ada lagi karakter Imhotep yang dulu diperankan oleh si gundul Arnold Vosloo. Selain itu, setting waktunya juga di era modern. Era masa kini. Bukan di awal tahun 1900-an seperti muminya Brendan Fraser.

Pada film berdurasi 107 menit ini, Tom Cruise berperan sebagai Nick Morton, mantan perwira pasukan khusus Navy SEALs yang menjadi pemburu harta karun. Bersama dengan arkeolog Jenny Halsey (Annabelle Wallis), dia menemukan makam Princess Ahmanet (Sofia Boutella), seorang putri Mesir kuno yang dua ribu tahun lalu dikhianati oleh rakyatnya dan dikubur hidup-hidup.

Nick dan Jenny kemudian membawa sarkofagus berisi mumi Ahmanet tersebut ke London, Inggris. Sialnya, di tengah perjalanan, pesawat yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan. Ahmanet yang ngeri-ngeri sexy itu lantas bangkit dari tidur panjangnya untuk menuntut balas dan mengancam keselamatan umat manusia.

Dalam menghadapi MILF (Mummy I'd Like to.. Ah, sudahlah) tersebut, Nick mendapat bantuan dari Dr. Henry Jekyll (Russell Crowe). Pemimpin organisasi rahasia Prodigium itu memang sangat memahami cara untuk menjinakkan makhluk-makhluk mengerikan, semacam monster, mumi, vampire, hingga serigala jadi-jadian.

Dari video behind the scene yang dirilis beberapa waktu yang lalu, adegan kecelakaan di dalam pesawat yang dilakoni oleh Tom Cruise dan Annabelle Wallis disyuting menggunakan teknik gravitasi nol milik NASA (Badan Antariksa Amerika Serikat). Alhasil, mereka benar-benar melayang di udara.

Annabelle Wallis, yang tidak bisa mengendalikan dirinya saat sedang melayang, sempat nyangkut di salah satu bagian pesawat. Untungnya, Tom Cruise segera meluncur dan mendatanginya sambil berkata, "Jangan khawatir, aku memegangmu." Dengan kerennya, seperti adegan di film-film, mantan suami Nicole Kidman itu kemudian melepaskan ikatan aktris sexy berambut pirang tersebut.

Menurut sutradara Alex Kurtzman, setelah adegan di dalam pesawat tadi, Tom Cruise juga melakukan aksi penyelamatan lainnya. Saat melakukan pengambilan gambar, Wallis sempat jatuh dan terkilir. Lalu, tiba-tiba, entah dari mana, bintang Top Gun (1986) itu segera datang dan membopong Annabelle. Padahal, saat itu, dia sedang tidak ada jadwal syuting.

Dalam film berbujet USD 125 juta ini, Tom Cruise juga melakukan sendiri semua adegan berbahayanya. Mulai dari adegan perkelahian, melompat di antara reruntuhan gedung, terguling dan terpental di dalam mobil yang melaju kencang, hingga terombang-ambing di sebuah pesawat. Aksi-aksi menegangkan tersebut mendapat pujian dari lawan-lawan mainnya maupun dari para kru The Mummy.

Selama ini, Tom Cruise memang tidak pernah menggunakan bantuan pemeran pengganti alias stuntman. Seperti halnya Jackie Chan, mantan suami Katie Holmes itu sudah sejak lama melakoni sendiri adegan-adegan berbahaya dalam filmnya, mulai dari Minority Report (2002), franchise Jack Reacher (2012-2016), hingga seri Mission: Impossible (1996-2015).

Sementara itu, bagi Sofia Boutella, bermain bersama Tom Cruise dalam film The Mummy merupakan suatu kehormatan tersendiri. Apalagi, dia tercatat sebagai aktris pertama yang berperan sebagai mumi dalam sejarah franchise tersebut. Selama ini, pemeran mumi memang selalu cowok.

Namun, saat diwawancarai, cewek supersexy yang berasal dari Aljazair itu mengaku sempat ketakutan saat melakoni syuting The Mummy. Terutama, saat adegan Ahmanet dijadikan mumi dan dikubur hidup-hidup.

Menurut Sofia, ketika menjadi mumi, dia memakai setelan yang membuat badannya tak bisa digerakkan. Tubuhnya dibebat sampai kepala hingga dia tak bisa berbicara. Pokoknya, dia benar-benar merasa tak berdaya.

Lalu, yang membuatnya lebih takut lagi, dalam adegan tersebut, mumi yang dia perankan juga dimasukkan ke dalam sarkofagus, alias peti mati bangsa Mesir kuno. Menurut skenario, Sofia harus menggeliat-geliat sambil menunjukkan ekspresi ketakutan. Namun, saking takutnya, aktris berusia 35 tahun itu sampai tak perlu lagi berakting. Dia memang takut betulan.

Di lain pihak, sutradara The Mummy, yang juga menjadi produser dalam film-film Dark Uaniverse, Alex Kurtzman, yakin proyek bernilai ratusan juta dollar ini bakal sukses. Menurutnya, para karakter dalam Dark Universe punya kelebihan bila dibandingkan dengan para superhero, yaitu bisa menarik simpati para penonton.

Meski berwujud monster yang menakutkan, mereka juga merupakan cerminan dari sifat dasar manusia yang penuh empati. Oleh karena itu, Kurtzman bakal membangun latar belakang para monster secara terperinci.

Hal tersebut juga ia lakukan pada karakter Ahmanet, yang sebenarnya didasarkan pada sosok Dewi Amunet dalam mitologi Mesir kuno. Sebagai seorang putri raja, tokoh antagonis yang diperankan oleh Sofia Boutella itu sangat ambisius, namun salah dalam memilih jalan. Kurtzman yakin, para penonton bakal bersimpati sekaligus takut padanya.

Menurut sutradara Star Trek (2009) tersebut, film-film Universal Monsters sebelumnya memang selalu berfokus pada pengembangan karakter. The Mummy, sekilas, mungkin terlihat seperti film horror. Namun, di dalamnya, ada cerita tentang makhluk malang tersebut.

Kurtzman menambahkan, Universal Pictures benar-benar fokus dalam mengerjakan proyek Dark Universe. Mereka ingin membuatnya semegah mungkin, dengan bintang-bintang terbesar dan aksi laga superkeren. Selain itu, salah satu studio papan atas Hollywood tersebut juga ingin filmnya lucu dan bernuansa humor.

Proses syuting The Mummy sendiri sebagian besar dilakukan di Inggris pada bulan April hingga Juli 2016. Sedangkan, untuk setting gurun pasir, mereka melakukan pengambilan gambar di Namibia, Afrika, selama dua pekan, dan berakhir pada bulan Agustus 2016.

Meski sudah menggelar premiere di State Theatre, Sydney, Australia pada 22 Mei 2017 yang lalu, hingga saat ini, belum diketahui respon dari para kritikus, karena The Mummy memang baru akan tayang secara luas di Amerika Serikat pada hari Jumat (9/6) lusa. Yang pasti, para moviegoer di Indonesia sudah bisa terlebih dahulu menontonnya pada hari Rabu (7/6) ini.

***

The Mummy

Sutradara: Alex Kurtzman
Produser: Alex Kurtzman, Chris Morgan, Sean Daniel, Sarah Bradshaw
Penulis Skenario: David Koepp, Christopher McQuarrie, Dylan Kussman
Pengarang Cerita: Jon Spaihts, Alex Kurtzman, Jenny Lumet
Pemain: Tom Cruise, Sofia Boutella, Annabelle Wallis, Jake Johnson, Courtney B. Vance, Marwan Kenzari, Russell Crowe
Musik: Brian Tyler
Sinematografi: Ben Seresin
Penyunting: Paul Hirsch, Gina Hirsch, Andrew Mondshein
Produksi: Perfect World Pictures, Secret Hideout, Conspiracy Factory, Sean Daniel Company
Distributor: Universal Pictures
Durasi: 107 menit
Budget: USD 125 juta
Rilis: 22 Mei 2017 (State Theatre), 7 Juni 2017 (Indonesia), 9 Juni 2017 (Amerika Serikat)

Rating (hingga 6 Juni 2017)
IMDb: 7,7/10