July 06, 2009

Kebebasan atau Keamanan?

Bila diharuskan untuk memilih, mana yang Anda pilih antara bebas atau aman? Saya tahu ini adalah sebuah pilihan yang sulit karena setiap orang, kalau bisa, memilih dua-duanya, bebas DAN aman. Kabar buruknya, Anda tidak bisa melakukannya karena mereka adalah dua hal berbeda yang tidak bisa dinikmati bersama.

Anda tahu, tempat yang paling aman di dunia adalah tempat yang paling tidak bebas. Penjara, seperti di Pulau Nusakambangan, adalah tempat yang paling aman, karena itu namanya ‘supermaximum security’ alias keamanan supermaksimum. Jadi, rasa aman yang Anda dapatkan harus dibayar dengan ketidakbebasan. Demikian juga sebaliknya, rasa bebas yang Anda nikmati harus ditebus dengan ketidakamanan. Ini adalah sebuah hukum alam yang tidak bisa diganggu gugat.

Nah, kembali pada soal pilihan di atas, mana yang akan Anda pilih? Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 80% orang memilih keamanan daripada kebebasan (beberapa penelitian yang lain menunjukkan angka yang lebih tinggi, mencapai di atas 90%). Oleh karena itu, jangan heran bila saat ini banyak orang yang terlihat bebas, tapi sebenarnya mereka hidup di dalam ‘penjara’ pilihannya sendiri. Keamanan seolah-olah sudah menjadi candu yang membius banyak orang untuk melupakan kebebasan.

Berapa banyak orang yang sepanjang hayatnya bertahan menjadi karyawan, padahal di dalam hatinya yang terdalam, mereka tidak ingin seumur hidup menjadi orang gajian? Sangat banyak sekali, bukan? Mereka ‘terpaksa’ menjadi pegawai karena lebih memilih ‘rasa aman’ dibandingkan dengan ‘rasa bebas’ yang ditawarkan bila mereka berwirausaha secara mandiri. Mereka lebih memilih untuk tergantung pada ‘bos’ daripada menjadi ‘bos’ bagi diri sendiri. Mereka semua sudah menciptakan ‘Nusakambangan’ bagi dirinya sendiri. Apakah itu menyenangkan? Sungguhkah mereka ingin terus melanjutkan seperti itu? Apakah pekerjaan yang mereka benci sungguh satu-satunya harapan bagi mereka? Coba lihat ke sekitar. Siapa pun mereka, kebebasan di sisi yang lain pasti tersedia. Lanjutkan memilih yang aman atau berubah memilih yang bebas? Ini semua adalah soal PILIHAN.

Yang juga menjadi tanda tanya besar bagi saya, kenapa saat ini banyak orang Indonesia yang memilih aman, padahal dulu bangsa Indonesia sebenarnya sudah memilih kebebasan? Tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai konstitusinya, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu bangsa. Proklamasi Kemerdekaan itulah yang menjadi simbol pilihan bangsa kita. Bagi para founding fathers (para pendiri bangsa) dan para pemuda-pemudi Indonesia saat itu, kemerdekaan atau kebebasan adalah HARGA MATI yang tidak bisa digadaikan dengan apa pun, termasuk keamanan (nyawa masing-masing).

Kalau bangsa ini memilih aman, waktu itu kita sudah menyerah kepada sekutu (Belanda). Bila hal itu kita lakukan, mungkin saat ini kita sudah menjadi negara persemakmuran Belanda (seperti halnya Malaysia yang menjadi negara persemakmuran Inggris sampai sekarang). MUNGKIN kita bisa menjadi ‘sedikit’ lebih maju seperti Malaysia, bila dikuasai oleh Belanda, tetapi yang pasti, kita tidak akan bebas.

Saat ini juga, bila kita masih ingin memilih yang aman, kita bisa melanjutkan ketergantungan kita pada pihak asing, melanjutkan penambahan hutang-hutang luar negeri, melanjutkan penyerahan asset-asset dan kekayaan negara kepada pihak asing daripada mengelolanya sendiri, melanjutkan apatisme, melanjutkan ketidakmandirian, melanjutkan pekerjaan kita sebagai karyawan seumur hidup, dsb. Apakah kita ingin terus seperti ini? Saya percaya ada di antara kita yang ingin berubah, sebagian kecil yang ingin bebas dan mandiri di antara sebagian besar yang masih ingin meringkuk dalam zona nyaman dan aman serta melanjutkan ketergantungan kepada orang lain.

Saya sendiri, dengan penuh kesadaran, MEMILIH untuk menjadi bagian minoritas yang berpihak pada kebebasan. Konsekuensinya, ‘rasa’ aman dan nyaman yang saya korbankan. Memang, terdengar sangat idealis, tetapi, dalam perspektif saya, ‘rasa’ aman ibarat ekstasi yang membuai, menawarkan kenikmatan ‘semu’, dan akhirnya akan merusak sel-sel syaraf di dalam otak saya karena sebenarnya TIDAK ADA YANG AMAN di dunia ini. Yang NYATA hanyalah kebebasan dan tidak ada yang lebih berharga dibandingkan kebebasan. Saya juga tidak akan menukar kebebasan dengan apa pun. Dan saya sangat bahagia dengan pilihan saya tersebut, karena andai saya memilih hidup yang aman, saya tidak akan pernah tahu bagaimana nikmatnya kebebasan.

No comments: