Al Gore adalah Wapres Amerika di zaman Bill Clinton memerintah sejak tahun 1992. Setelah masa bakti Clinton berakhir pada tahun 2000 dan tidak bisa mencalonkan diri lagi karena sudah dua periode menjabat, Al Gore-lah yang melanjutkannya sebagai calon dari Partai Demokrat pada pilpres tahun 2000. Kompetitor Al Gore saat itu adalah calon dari Partai Republik, George W. Bush, Gubernur Texas , yang juga putra dari Presiden Amerika periode 1988-1992, George Bush, Sr.
Pilpres tahun 2000 dikenal sebagai salah satu pilpres yang paling kontroversial dalam sejarah politik di Amerika. Setelah pemungutan suara diadakan, hasilnya menunjukkan Al Gore memimpin jumlah perolehan suara secara nasional (popular vote), tetapi kalah dalam jumlah perwakilan pemilih (electoral vote). Karena sistem pilpres di Amerika menggunakan sistem electoral vote, bukan popular vote seperti di Indonesia , maka George W. Bush-lah yang berhak menjadi presiden terpilih.
George Bush bisa memimpin jumlah electoral vote karena dia menang di negara-negara bagian lebih banyak daripada Al Gore, sehingga jumlah wakil-wakilnya yang berhak memilih juga lebih banyak. Sedangkan Al Gore, meskipun kalah electoral vote-nya, tetapi jumlah suaranya secara nasional lebih banyak daripada George Bush karena Al Gore menang di bebarapa negara bagian yang berpenduduk padat.
Kalau Anda bingung, kasusnya mirip (meskipun tidak sama) seperti pilpres tahun 1999 di Indonesia . Saat itu pemenang pemilu dengan suara terbanyak adalah PDIP, tetapi presiden yang dipilih oleh para wakil rakyat di MPR adalah Gus Dur dari PKB, bukan Megawati dari PDIP.
Masalah tidak berhenti sampai di situ. Ada indikasi kecurangan terjadi, yaitu di negara bagian Florida , yang gubernurnya adalah adik George Bush. Saat itu, di Florida, George Bush menang tipis atas Al Gore. Kalau Gore menang di Florida , bisa dipastikan electoral vote-nya akan mengungguli George Bush. Sistem electoral vote adalah winner takes all. Artinya, bila Gore menang di Florida , seluruh kursi perwakilan dari Florida akan menjadi jatahnya.
Kubu Gore menengarai ada kecurangan dan mengajukan gugatan ke pengadilan. Mereka mati-matian berusaha karena inilah harapan satu-satunya bagi Gore. Setelah bersidang, pengadilan memutuskan untuk mengadakan penghitungan suara ulang (bukan pemungutan suara ulang) alias re-count khusus di negara bagian Florida (mirip kasusnya pilgub Jawa Timur, antara Sukarwo vs. Khofifah). Drama menegangkan di seputar penghitungan suara ulang ini juga sempat dibuat film-nya dengan judul Re-Count.
Setelah re-count dilakukan, hasilnya tetap memenangkan Bush dengan keunggulan yang sangat tipis. Kubu Gore tetap tidak puas dan ingin mengajukan gugatan lagi. Tetapi, di sinilah kenegarawanan seorang Al Gore muncul. Gore mengatakan kepada tim suksesnya untuk berhenti.
“Cukup sudah. Bila kita terus mempermasalahkan hal ini, negara yang akan rugi,” kata Gore.
“Terima kasih atas usaha keras kalian. Saya tidak akan melupakannya dan tidak akan bisa membalasnya. Suatu kebanggaan bisa bekerja sama dengan orang-orang seperti Anda semua,” ucap Al Gore kepada jajaran tim suksesnya.
Setelah itu, Al Gore mengucapkan selamat kepada presiden terpilih, George W. Bush, dan mengatakan akan mendukungnya untuk memimpin Amerika. Sebuah sikap seorang negarawan yang berjiwa besar sudah ditunjukkan oleh Al Gore.
Anda semua bisa membayangkan bila ada di posisi seperti Al Gore. Jumlah pemilihnya terbanyak, tetapi tidak bisa menjadi presiden, dan ada indikasi dicurangi. Jujur saja, saya takut membayangkan kalau kasus seperti ini terjadi di Indonesia . Akankah para elite politik di Indonesia bisa bersikap seperti Gore yang tetap berjiwa besar meski dicurangi sekali pun?
Saat ini, di usia yang belum terlalu tua, Al Gore sudah pensiun dari dunia politik dan berkecimpung sebagai aktivis lingkungan hidup yang sangat concern untuk mencegah kerusakan bumi oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Bagi saya, Al Gore adalah seorang idola. Dia memang tidak pernah menjabat sebagai presiden, tetapi namanya layak disejajarkan dengan negarawan-negarawan besar dari Amerika lainnya, seperti: George Washington, Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, Abraham Lincoln, Ulysses Grant, Theodore Roosevelt, Franklin Delano Roosevelt, Dwight Eisenhower, John F. Kennedy, dan Barrack Obama.
Saya merindukan sosok pemimpin seperti Al Gore di Indonesia. SBY sudah pernah menunjukkan lewat kata-katanya bahwa beliau akan berjiwa besar dan mengucapkan selamat kepada yang menang. Tetapi, sayangnya, SBY tidak akan pernah bisa membuktikan kata-katanya tersebut karena SBY belum pernah kalah.
No comments:
Post a Comment