July 06, 2009

Negarawan Sejati

Kemarin dalam Debat Capres terakhir, hanya satu kandidat yang ketika ditanya apa yang akan dilakukan bila kalah, jawaban pertamanya, "Saya akan memberikan ucapan selamat kepada yang menang..... dan akan meminta semua pendukung saya mendukung beliau yang menang." Ini negarawan namanya, dan cuma satu yang menyatakan itu.

Di atas adalah posting-an status salah seorang teman saya di facebook beberapa hari yang lalu.

Saya menghormati (bukan berarti sepakat) pendapat yang mengatakan bahwa salah seorang kandidat atau para kandidat yang lain adalah seorang negarawan karena saat ini tidak ada kriteria yang jelas tentang apa itu negarawan (ada yang bisa membantu?). Yang sangat tidak saya sepakati adalah pendapat yang HANYA menilai kenegarawanan itu didasarkan atas ucapan saat debat.

Menurut saya, masih terlalu dini menyebut para kandidat tersebut seorang negarawan kalau HANYA berdasarkan kata-katanya (sekedar retorika belaka) karena seorang negarawan dilihat dari tindakan dan perbuatannya. Saya baru akan menyebut mereka NEGARAWAN sejati kalau sudah benar-benar KALAH, lalu mengucapkan selamat kepada si pemenang dan meminta semua pendukungnya untuk mendukung yang menang, bukan pura-pura, bukan basa-basi, kalau perlu koalisi (lalu siapa yang jadi oposisi?). Masalahnya, apakah itu akan menjadi kenyataan? Tampaknya gelar negarawan itu masih harus disimpan cukup lama karena gelar presiden-lah yang sepertinya (bila menang) lebih pantas disandang selama lima tahun mendatang.

Yang pasti, dalam perspektif saya, gelar negarawan adalah gelar yang MULIA (setara dengan PAHLAWAN) dan hanya PANTAS disandang oleh seseorang yang sudah membaktikan hidup-matinya kepada bangsa dan negara lewat bidangnya masing-masing, tanpa sekali pun tergiur oleh kekuasaan atau pun kekayaan (kalau pun harus berkuasa, itu karena keadaan yang memaksa dan mengharuskan mereka naik tahta – tidak ada orang lain yang pantas dan bisa).

Gajah Mada adalah negarawan sejati karena seumur hidupnya dibaktikan kepada kejayaan Majapahit tanpa mengejar kenikmatan duniawi (sumpah palapa benar-benar dilakukan, bukan hanya sekedar slogan kampanye), termasuk membuang jauh-jauh ambisi untuk menjadi raja (padahal dia punya peluang untuk itu).

Mahatma Gandhi adalah negarawan sejati karena sepanjang hayatnya dibaktikan untuk kemerdekaan India tanpa keinginan untuk menjadi presiden atau pun perdana menteri (padahal banyak pihak yang mendukungnya) dan tetap hidup sederhana (miskin, lebih tepatnya) sampai maut menjemputnya.

Che Guevara adalah negarawan sejati karena rela mengorbankan nyawanya demi memperjuangkan kebebasan dan memimpin rakyat miskin di negara-negara Amerika Latin (padahal dia, yang sebenarnya adalah seorang dokter, sudah diberi jabatan ‘empuk’ sebagai salah seorang menteri oleh Fidel Castro di Kuba, tetapi dia menolaknya dan memilih untuk hidup sengsara dengan bergerilya di hutan belantara sampai akhir hidupnya).

Nelson Mandela adalah negarawan sejati, meskpun dia pernah menjabat sebagai presiden Afrika Selatan yang pertama, sebelumnya dia sudah merelakan dirinya mendekam selama 27 tahun di penjara rezim apartheid dan dia siap mati demi menghapuskan rasialisme dari bumi Afrika.

Bisma Dewabrata (dalam Epos Mahabharata) adalah negarawan sejati karena sudah mengorbankan haknya untuk naik tahta demi keutuhan Astinapura (semula dia adalah anak tunggal dan putra mahkota kerajaan Astinapura). Dia pun rela mengorbankan jiwanya demi kejayaan Astinapura dalam perang Bharatayudha di Kurusetra.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah negarawan sejati (bukan politisi, karena itu gagal terus dalam berpolitik) karena sudah mengabdikan hidupnya demi membela keutuhan NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan fisiknya yang sudah sakit-sakitan, dengan kejujurannya yang ceplas-ceplos tanpa retorika, beliau masih tetap mengayomi yang lemah dan membela yang benar, bukan yang bayar, meskipun terus-terusan digembosi dan diganggu oleh pihak yang tidak menyukainya (atau penguasa yang takut kalah populer, lebih tepatnya). Beliau naik tahta bukan karena keinginannya, tetapi karena dipaksa, dan dilengserkan juga dengan paksa oleh para politisi.

Demikian juga dengan Bung Karno, Bung Hatta dan Sutan Sjahrir, mereka adalah beberapa dari sederet negarawan-negarawan sejati lainnya yang pernah dimiliki oleh Indonesia.

Pertanyaan saya: Adakah di antara para kandidat dalam ‘pesta’ demokrasi tahun 2009 ini yang PANTAS disejajarkan dengan negarawan-negarawan sejati seperti yang saya sebutkan di atas? Terserah opini Anda masing-masing. Bagi saya, BELUM (bukan berarti tidak) ada yang pantas. Mereka baru sebatas politisi, bukan negarawan sejati. Entah kalau di kemudian hari.

No comments: