January 24, 2017
Preview Film: Hacker (2016)
Nama Callan McAuliffe mulai dikenal oleh publik Hollywood sebagai aktor remaja saat tampil di I Am Number Four (2011). Cowok kelahiran tahun 1995 itu kemudian sempat menyabet Young Artist Award 2014, sebagai aktor pendukung terbaik, berkat perannya sebagai Jay Gatsby muda di The Great Gatsby (2013) yang dibintangi oleh Leonardo DiCaprio.
Awal tahun ini, McAuliffe kembali menghiasi layar lebar sebagai pemeran utama lewat film thriller bertajuk Hacker. Film yang di Amerika Serikat dirilis dengan judul Anonymous tersebut mulai tayang di bioskop-bioskop Indonesia sejak hari Jumat (20/1) yang lalu.
Kisah Hacker berfokus pada kehidupan Alex Danyliuk (Callan McAuliffe), seorang bocah ababil ahli komputer. Setelah orang tuanya, yang merupakan imigran dari Ukraina, mengalami kesulitan finansial, Alex tergerak untuk membantu mereka. Demi menghidupi keluarganya, dia terpaksa melakukan sejumlah pekerjaan ilegal di internet, seperti membobol rekening bank dan kartu kredit orang lain.
Aksi Alex tersebut didukung oleh sahabatnya, Sye (Daniel Eric Gold), seorang dealer pasar gelap yang sering membantunya untuk menghasilkan uang haram. Sye juga yang akhirnya mengenalkan Alex pada Kira Whittal (Lorraine Nicholson), seorang hacker cewek yang jago menjebol sistem keamanan bank.
Kiprah ketiga bocah tersebut dengan cepat memicu kekacauan di pasar keuangan. Kehebatan mereka kemudian menarik perhatian seorang boss penjahat online dengan nama julukan Z (Clifton Collins, Jr.). Pria misterius yang selalu memakai topeng saat tampil di internet itu adalah buruan utama FBI. Apa yang sebenarnya diinginkan Z dari Alex dkk? Bagaimana nasib mereka selanjutnya?
Film Hacker ini merupakan film berbahasa Inggris pertama dari sutradara Akan Satayev. Sebelumnya, pria 45 tahun asal Kazakhstan itu sudah pernah menghasilkan beberapa karya layar lebar dengan judul Racketeer (2007), Strayed (2009), dan Myn Bala (2011).
Ide untuk membuat film Hacker sebenarnya sudah dibicarakan sejak bulan Juli 2013. Namun, proyek tersebut baru terealisasi pada tahun 2015 setelah mendapatkan pendanaan. Proses syuting kemudian di beberapa negara. Film berdurasi 95 menit ini akhirnya menghabiskan bujet sekitar USD 2 juta dan tayang perdana di Thailand pada 15 September 2016 yang lalu.
***
Hacker
Sutradara: Akan Satayev
Produser: Akan Satayev, Sanzhar Sultan
Penulis Skenario: Sanzhar Sultan
Pengarang Cerita: Akan Satayev
Pemain: Callan McAuliffe, Lorraine Nicholson, Daniel Eric Gold, Clifton Collins, Jr.
Musik: Steve Cupani
Sinematografi: Pasha Patriki
Penyunting: Alex Marquez
Produksi: Sataifilm, Skylight Picture Works, Brillstein Entertainment Partners
Distributor: Archstone Distribution
Durasi: 95 menit
Budget: USD 2 juta
Rilis: 15 September 2016 (Thailand), 20 Januari 2017 (Indonesia)
Ratings
IMDb: 6,4/10
Preview Film: Ballerina (2016)
Sepanjang tahun 2016 yang lalu, para moviemania disuguhi sejumlah film animasi berkualitas. Mulai dari Zootopia di awal tahun, Finding Dory dan The Secret Life of Pets di musim panas, hingga Moana dan Sing di akhir tahun. Zootopia, Finding Dory, dan The Secret Life of Pets bahkan masuk dalam 10 film dengan pendapatan terbesar selama 2016.
Tahun ini, Ballerina bakal menjadi film animasi pembuka di 2017. Film yang diproduksi di L'Atelier Animation di Montreal, Kanada tersebut sebenarnya sudah dirilis di Prancis sejak 14 Desember 2016 yang lalu, tapi baru akan tayang di Amerika Serikat (dengan judul Leap!) pada 3 Maret 2017. Para filmania di Indonesia cukup beruntung karena sudah bisa menontonnya mulai hari Jumat (20/1) ini.
Kisah Ballerina mengambil setting di Prancis, pada tahun 1879. Tokoh utamanya seorang gadis yatim piatu bernama Felicie Milliner (Elle Fanning), yang memiliki impian untuk menjadi ballerina, alias penari balet. Namun, tinggal di panti asuhan sejak kecil membuat potensi gadis ababil tersebut tidak berkembang. Apalagi, para pengasuhnya di sana sering menganggap remeh impian Felicie.
Suatu ketika, Felicie mendengar kabar bahwa Paris Opera Ballet bakal mengadakan audisi. Dia ingin mewujudkan impiannya sebagai ballerina dengan belajar di sekolah balet tersebut. Felicie akhirnya memutuskan untuk kabur dari panti asuhan. Menuju ke Paris. Dengan hanya ditemani oleh sobat cowoknya, Victor (Dane DeHaan), seorang inventor muda.
Sayangnya, sesampainya di Paris, kedua remaja tersebut berpisah karena Victor lebih tertarik untuk bergabung dengan proyek Gustave Eiffel, yang bakal membangun Menara Eiffel yang legendaris itu. Tanpa bekal apapun, Felicie harus berjuang sendirian, dengan segala cara, untuk menjadi seorang ballerina di Paris. Mampukah gadis sebatang kara tersebut mewujudkan impiannya?
Dibandingkan berbagai film animasi yang melejit tahun lalu, Ballerina memang menyajikan sesuatu yang berbeda. Film berdurasi 89 menit ini kembali mengangkat tokoh manusia sebagai karakter utama, bukan tokoh binatang seperti Zootopia, Finding Dory, Storks, ataupun The Secret Life of Pets. Kisahnya juga bukan cerita dongeng atau fantasi semacam Moana.
Hal yang menarik lainnya, Ballerina ini merupakan film animasi produksi Prancis dan Kanada, bukan rilisan studio besar Hollywood seperti pada umumnya. Meski demikian, jajaran pengisi suaranya tidak bisa diremehkan karena terdapat nama Elle Fanning dan Dane DeHaan.
Selain itu, juga ada penyanyi Carly Rae Jepsen yang menjadi Odette, seorang penari balet misterius yang membantu Felicie. Dan Maddie Ziegler, yang mengisi suara Camille Le Haut, cewek arogan yang menjadi rival Felicie di sekolah balet.
Elle Fanning sendiri merupakan aktris ababil Hollywood yang namanya sedang menanjak. Adik Dakota Fanning tersebut sudah menggeluti dunia akting sejak anak-anak, dan akhirnya menuai kesuksesan setelah memerankan Princess Aurora di Maleficent (2014) yang dibintangi oleh Angelina Jolie.
Begitu juga dengan lawan main Fanning di Ballerina, Dane DeHaan. Aktor berusia 30 tahun itu sudah muncul di berbagai film sejak 2010. Namun, namanya mulai terkenal setelah berperan sebagai supervillain Green Goblin aka Harry Osborn di The Amazing Spider-Man 2 (2014).
Karakter Felicie yang diperankan oleh Elle Fanning juga menarik karena bukan seorang putri, melainkan hanya seorang gadis yatim piatu. Sebagai manusia biasa, cewek abege dengan impian besar itu juga bukan sosok yang sempurna. Felicie dikisahkan sering tergoda untuk menghalalkan segala cara demi mencapai cita-citanya.
Sementara itu, karena mengambil setting pada tahun 1880-an, Ballerina juga menampilkan detail-detail sejarah Kota Paris di masa lampau. Kala itu, Menara Eiffel yang termahsyur tersebut belum berdiri tegak seperti sekarang. Baru dalam tahap pembangunan. Demikian juga dengan Patung Liberty, yang diperlihatkan sedang dalam proses pembuatan untuk dihadiahkan kepada Amerika Serikat.
Dari segi cerita, ada beberapa kritikus yang menyatakan bahwa Ballerina ini merupakan versi animasi dari Black Swan (2010), tapi dikisahkan secara fun dan menghibur seperti La La Land (2016). Karakter Felicie, sepintas, memang mirip dengan tokoh Nina Sayers, seorang penari balet muda yang sangat perfeksionis, yang diperankan dengan sempurna oleh Natalie Portman di film psychological thriller, Black Swan.
Yang pasti, setelah dirilis di Prancis dan Inggris bulan lalu, film berbujet USD 30 juta ini mendapat tanggapan cukup positif. Kisahnya dianggap sangat menginspirasi, sarat akan pesan dan makna bagi siapapun yang menontonnya, terutama bagi para gadis remaja yang bercita-cita menjadi seorang ballerina.
***
Ballerina
Sutradara: Eric Summer, Éric Warin
Produser: Valérie d'Auteuil, André Rouleau, Laurent Zeitoun, Yann Zenou
Penulis Skenario: Carol Noble, Eric Summer, Laurent Zeitoun
Pemain: Elle Fanning, Dane DeHaan, Maddie Ziegler, Carly Rae Jepsen
Musik: Klaus Badelt
Sinematografi: Jericca Cleland
Penyunting: Yvann Thibaudeau
Produksi: Quad Productions, Caramel Film, Main Journey
Distributor: Gaumont (Prancis), Entertainment One (Kanada), The Weinstein Company (Amerika Serikat)
Durasi: 89 menit
Budget: USD 30 juta
Rilis: 19 Oktober 2016 (Mon Premier Festival), 14 Desember 2016 (Prancis), 20 Januari 2017 (Indonesia), 3 Maret 2017 (Amerika Serikat)
Ratings
IMDb: 6,8/10
Rotten Tomatoes: 87%
Preview Film: Istirahatlah Kata-Kata (2016)
Anak-anak muda jaman sekarang mungkin tidak banyak yang mengenal Wiji Thukul. Padahal, bagi generasi 1990-an, nama sastrawan dan aktivis asal Solo itu cukup melegenda. Di awal tahun ini, Wiji Thukul kembali menjadi buah bibir. Hal itu tak bisa dilepaskan dari dirilisnya film Istirahatlah Kata-Kata pada hari Kamis (19/1) yang lalu.
Judul "Istirahatlah Kata-Kata" sendiri diambil oleh sutradara Yosep Anggi Noen dari sepenggal kalimat dalam puisi karya Wiji Thukul. Film yang versi bahasa Inggrisnya berjudul "Solo, Solitude" ini menceritakan momen berakhirnya Orde Baru di Indonesia lewat kacamata dan keseharian sang penyair cadel tersebut.
Setelah insiden Kudatuli pada 27 Juli 1996, Wiji Thukul memang dinyatakan sebagai buron oleh pemerintah Orde Baru. Dia dituduh sebagai salah satu dalang kerusuhan tersebut. Aktivis yang bergerilya lewat puisi dan sajak itu terpaksa lari ke Pontianak, jauh dari teman dan keluarganya.
Menurut sang sutradara, sekaligus penulis naskah, Anggi, film Istirahatlah Kata-Kata berusaha memberi gambaran tentang ketakutan masyarakat pada masa itu, terutama keluarga dan kerabat dari para aktivis. Hingga saat ini, Wiji Thukul dan 12 kawannya hilang dan belum kembali. Mereka diduga menjadi korban penculikan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru.
Mengangkat cerita hilangnya para aktivis saat berjuang menggulingkan Orde Baru, tentu saja, bukan hal yang mudah. Anggi dan timnya membutuhkan waktu 1,5 tahun untuk menelusuri perjalanan Wiji Thukul dan kawan-kawannya. Mereka juga harus menggali informasi tentang kebiasaan Thukul saat bersama dengan keluarga, serta gayanya saat membacakan puisi di berbagai gerakan massa.
Puisi-puisi karya Wiji Thukul pun menjadi bahan utama untuk membuat film Istirahatlah Kata-Kata. Anggi dkk meraciknya menjadi dialog sederhana yang penuh dengan pergulatan batin sang penyair. Jauh dari kesan politis.
Puisi-puisi yang ditulis oleh Wiji Thukul memang bukan melulu berisi protes untuk pemerintah pada masa itu, namun juga tentang kehidupannya sehari-sehari. Menurut Anggi, membaca puisi Wiji Thukul seperti membaca diary tentang rumah yang sederhana, makanan yang tak terbeli, hingga cerita mengenai tetangganya. Sangat lugas, sekaligus lugu.
Lewat film Istirahatlah Kata-Kata, Anggi ingin mengajak para penonton untuk ikut merasakan menjadi seorang Wiji Thukul, yang pergi bersembunyi pada Agustus 1996, meninggalkan sang istri, Sipon, dan kedua anaknya yang masih kecil, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. Pria bernama asli Widji Widodo tersebut harus mengembara dari satu kota ke kota lain, di antaranya adalah Pontianak, Kalimantan Barat, di mana ia sempat menetap selama delapan bulan di sana.
Saat menyusuri jejak Wiji Thukul di Kalimantan Barat, Anggi dan timnya mencari orang-orang yang dulu pernah berhubungan dengan Thukul. Mereka akhirnya juga bertemu dengan orang yang dulu bersedia menampung sang penyair ketika dalam masa buron.
Dari penelusuran tersebut, terkuak fakta bahwa Wiji Thukul sebenarnya lari ke Pontianak bukan karena takut, melainkan demi menyelamatkan keluarganya. Dia sadar, istri dan kedua anaknya bakal terancam bahaya jika dirinya masih menetap di Solo pada masa itu.
Thukul harus menghindari kejaran para jenderal yang marah di Jakarta. Mereka menganggap puisi karya pria kelahiran tahun 1963 itu menghasut para aktivis dan mahasiswa untuk melawan pemerintah. Ironisnya, setelah rezim Orde Baru tumbang, Thukul tak juga kembali. Bersama rekan-rekannya, pengarang puisi "Bunga dan Tembok" yang legendaris itu diduga diculik para aparat sekitar bulan April-Agustus 1998. Thukul akhirnya hilang dan tak pernah pulang.
Salah satu tantangan terbesar dalam menggarap film Istirahatlah Kata-Kata adalah mencari sosok yang pas sebagai pemeran utama. Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya terpilihlah Gunawan Maryanto, seorang penyair dan sastrawan, layaknya Wiji Thukul.
Meski bukan merupakan aktor terkenal, akting Gunawan Maryanto mendapat banyak pujian. Demikian juga dengan penampilan Marissa Anita, yang berperan sebagai Sipon, istri Wiji Thukul, dianggap sangat cemerlang oleh para kritikus setelah tayang perdana di Locarno International Film Festival pada 9 Agustus 2016 yang lalu.
Saat diwawancarai, Marissa Anita mengaku salah satu kesulitannya memerankan Sipon adalah harus berbahasa Jawa. Meski berasal dari Surabaya, perempuan cantik yang berdarah Tionghoa dan Padang itu tetap harus menyesuaikan logat Jawa Timurannya yang medok menjadi lebih halus, khas Surakarta.
Untungnya, lawan main Marissa adalah Gunawan Maryanto, yang memang berasal dari Jawa Tengah. Akhirnya, setiap mau syuting, mantan penyiar MetroTV itu harus berlatih dulu melafalkan dialog. Jika sudah dianggap oke oleh Gunawan, baru pengambilan gambar dilanjutkan.
Sementara itu, bagi sang produser, Yulia Evina Bhara, membuat Istirahatlah Kata-Kata menembus layar bioskop adalah sebuah perjuangan. Dia harus bekerja sama dengan banyak rumah produksi untuk menghasilkan film berdurasi 97 menit ini.
Agar mendapat perhatian dari masyarakat, Yulia pun mengikutsertakan Istirahatlah Kata-Kata ke berbagai festival film internasional. Hasilnya ternyata cukup positif. Film yang juga dibintangi oleh Melanie Subono itu mendapat respon yang sangat baik dari para penonton.
Tujuan utama dari Istirahatlah Kata-Kata, untuk membuka wawasan generasi muda masa kini tentang situasi pada jaman Orde Baru, tampaknya, bakal tercapai. Film ini mengungkap sejarah bangsa lewat puisi dan diharapkan bisa menambah keragaman tontonan di layar bioskop Indonesia.
Oleh karena itu, hanya ada satu kata: Tonton!
***
Istirahatlah Kata-Kata
Sutradara: Yosep Anggi Noen
Produser: Yulia Evina Bhara, Yosep Anggi Noen
Penulis Skenario: Yosep Anggi Noen
Pemain: Gunawan Maryanto, Marissa Anita, Eduwart Boang Manalu, Melanie Subono, Dhafi Yunan, Joned Suryatmoko
Musik: Yennu Ariendra
Sinematografi: Bayu Prihantoro Filemon
Penyunting: Andhy Pulung
Produksi: Muara Foundation, KawanKawan Film, Limaenam Films, Partisipasi Indonesia
Durasi: 97 menit
Rilis: 9 Agustus 2016 (Locarno International Film Festival), 19 Januari 2017 (Indonesia)
Ratings
IMDb: 8,4/10
Preview Film: xXx: Return of Xander Cage (2016)
Selain Riddick (2000-2013) dan Fast & Furious (2001-2017), sebenarnya ada satu franchise lagi yang membuat nama Vin Diesel melambung, yaitu xXx (2002-2017). Namun, di film tentang agen rahasia extreme tersebut, sebelum ini, dia hanya pernah tampil sekali, di seri yang pertama pada 2002.
Tahun ini, Vin Diesel memutuskan untuk comeback. Setelah menghilang di xXx: State of the Union (2005), aktor bernama asli Mark Sinclair itu kembali pamer aksi berbahaya dalam xXx: Return of Xander Cage, yang bakal tayang di Indonesia mulai hari Rabu (18/1) ini.
Keputusan kembalinya Vin ke xXx ternyata tak lepas dari kematian Paul Walker. Dalam sebuah wawancara sebelum ini, dia mengaku butuh sesuatu untuk menyibukkan diri. Diesel yakin, kesibukan syuting akan membuatnya tersenyum lagi dan melupakan kesedihan yang mendalam karena kehilangan sahabat karibnya.
Vin Diesel akhirnya menerima tawaran untuk kembali memerankan Xander Cage. Kisahnya, tentu saja, tetap berfokus pada atlet olahraga ekstrem yang direkrut oleh CIA untuk menjadi agen rahasia tersebut. Kali ini, dia bakal melawan tokoh antagonis bernama Xiang, yang diperankan oleh aktor laga legendaris, Donnie Yen.
Xander Cage, yang dikisahkan sudah mati di film kedua, ternyata muncul kembali dari pengasingan. Misinya adalah merebut senjata rahasia bernama Pandora's Box. Xiang berniat menggunakan senjata canggih tersebut untuk mengontrol semua satelit militer. Jika itu sampai terjadi, seluruh dunia bisa dilanda kekacauan dan bencana besar.
Untuk menghentikan Xiang, Xander tidak bekerja sendirian. Dia merekrut anggota tim yang memiliki berbagai keahlian, di antaranya penembak jitu dan ahli komputer, alias hacker. Selain itu, Xander juga harus menghadapi konspirasi para pejabat korup dari pemerintah negaranya sendiri.
Dari trailer resmi yang dirilis oleh Paramount Pictures beberapa waktu yang lalu, tampak sebuah adegan balapan motor ekstrem. Video dibuka dengan Xander beradu cepat melawan Xiang. Dari jalanan di tengah hutan, keduanya lantas melanjutkan aksi kejar-kejaran di atas laut!
Saat dirilis pada 2002, franchise pertama xXx memang bukan melulu film action yang didominasi tembakan dan ledakan, melainkan juga disisipi sejumlah adegan olahraga ekstrem. Dalam film yang ketiga ini, Vin Diesel pun melakukan hal yang sama seperti 15 tahun lalu. Dia tampil gila-gilaan dalam sejumlah adegan laga yang memacu adrenalin.
Dalam trailer berdurasi 2 menit dan 30 detik tersebut, tampak beberapa adegan berbahaya yang ia lakukan. Antara lain: flapping alias akrobat motor di tengah udara, meluncur dengan papan ski dari tower tinggi, skateboard di badan bus, memacu motor trail di tengah lautan, serta terlempar dari pesawat jet saat terjadi ledakan dahsyat.
Selain itu, juga ada adegan saat Xander melatih tim barunya. Dari trailer-nya, terlihat dia menjatuhkan rekan-rekannya dari sebuah pesawat yang sedang terbang. Scene ini, sedikit banyak, mengingatkan kita pada adegan mobil jatuh dari pesawat di Furious 7, yang juga dibintangi oleh Vin Diesel dan menjadi film terakhir mendiang Paul Walker.
Ada yang bilang, franchise xXx ini memang bakal diarahkan seperti Fast & Furious. Xander Cage menjadi pemimpin tim, layaknya karakter Dominic Toretto. Hanya saja, yang dia pimpin bukan sekumpulan pebalap jalanan, melain para atlet olahraga ekstrem.
Sebagai pemanis, film yang di beberapa negara dirilis dengan judul xXx: Reactivated ini juga menampilkan aktris Bollywood, yaitu Deepika Padukone. Dalam poster resmi bersama Vin Diesel dan Donnie Yen, bintang asal India itu tampak menggunakan bikini berwarna hitam dan menunjukkan lekuk tubuhnya, yang bakal membuat para pria lupa pada istri di rumah.
Di film besutan D. J. Caruso ini, Deepika memerankan karakter Serena Unger. Cewek sexy dengan ukuran dada 34B itu harus rela mengubah penampilannya, yang biasanya feminin, menjadi lebih sporty, untuk tampil di xXx: Return of Xander Cage. Semuanya itu dia lakukan demi melebarkan sayap di industri perfilman Hollywood.
Farah Khan, salah satu sutradara film Bollywood, mengaku terkejut dengan perkembangan karir Deepika saat ini. Dia tidak menyangka Padukone bisa melejit seperti sekarang. Padahal, menurut Farah, dulu aktingnya masih mentah. Nama aktris berusia 31 tahun tersebut mulai tenar setelah main di Om Shanti Om (2007) bareng Shah Rukh Khan yang legendaris itu.
Seperti lazimnya para bintang Bollywood, selain berakting, Padukone juga pandai menari. Film-film India memang hampir selalu menyajikan adegan menari dan menyanyi. Hanya saja, di seri ketiga xXx ini, kita tidak akan menemukan Deepika sedang bergoyang dan berdendang.
Meski demikian, sutradara D. J. Caruso mengaku tertarik untuk memberi kesempatan Deepika menari di sekuel xXx selanjutnya, jika memang ada lanjutannya. Menurut dia, tarian Padukone sangat bagus. Bodinya atletis dan sexy, serta wajahnya sangat menawan.
Mengenai sekuel, pihak Paramount Pictures kabarnya sudah menghubungi Vin Diesel untuk kembali terlibat dalam film xXx yang keempat. Proses produksinya bakal dimulai pada bulan Mei 2017. Namun, untuk kepastiannya, mungkin masih harus menunggu hasil dari pemasukan box office film yang ketiga ini.
Oh, iya. Selain Vin Diesel, Donnie Yen, Deepika Padukone, Tony Jaa, dan Samuel L. Jackson, Neymar juga bakal meramaikan xXx: Return of Xander Cage, tapi hanya sebagai cameo. Iya, ini Neymar, bintang sepak bola alay asal Brasil itu. Di trailer-nya, pemain Barcelona tersebut tampak sedang pamer skill menendang bola.
Di samping Neymar, kejutan lain adalah kembalinya Ice Cube. Penyanyi rap itu juga hanya muncul sebagai cameo. Dia tetap memerankan karakter Darius Stone, tokoh utama pengganti Xander Cage dalam film kedua, xXx: State of the Union (2005).
***
xXx: Return of Xander Cage
Sutradara: D. J. Caruso
Produser: Joe Roth, Jeff Kirschenbaum, Vin Diesel, Samantha Vincent
Penulis Skenario: F. Scott Frazier
Berdasarkan: Para karakter ciptaan Rich Wilkes
Pemain: Vin Diesel, Donnie Yen, Deepika Padukone, Kris Wu, Ruby Rose, Tony Jaa, Nina Dobrev, Toni Collette, Samuel L. Jackson
Musik: Brian Tyler, Robert Lydecker
Sinematografi: Russell Carpenter
Penyunting: Jim Page, Vince Filippone
Produksi: Paramount Pictures, One Race Films, Revolution Studios, Roth Kirschenbaum Films
Distributor: Paramount Pictures
Durasi: 107 menit
Rilis: 5 Januari 2017 (Mexico City), 18 Januari 2017 (Indonesia), 20 Januari 2017 (Amerika Serikat)
Ratings
IMDb: 5,7/10
January 17, 2017
Preview Film: The Bye Bye Man (2017)
Hari Jumat, tanggal 13, alias Friday the 13th, merupakan sebuah tanggal keramat dan mistis dalam budaya Amerika. Tanggal tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal yang menyeramkan dan menjadi sebuah urban legend yang akhirnya mendunia.
Tahun ini, Friday the 13th jatuh pada tanggal 13 Januari 2017. Dalam rangka menyambut tanggal keramat tersebut, STX Entertainment merilis sebuah film horror supranatural berjudul The Bye Bye Man, besutan sutradara Stacy Title.
Tokoh utama dalam film The Bye Bye Man bernama Elliot (Douglas Smith), seorang mahasiswa baru yang tak kerasan tinggal di asrama dan kemudian memilih untuk menempati sebuah rumah tua bersama dua orang sahabatnya. Meski terkesan seram, mereka lebih suka menghuni rumah angker tersebut karena bisa lebih bebas, tanpa aturan ketat seperti di asrama.
Namun, kenyamanan yang dirasakan oleh Elliot dkk tidak bertahan lama. Rumah tua tersebut, ternyata, memang ada penunggunya. Mereka pun dihantui dan diteror oleh sosok tinggi, hitam, seram yang dijuluki dengan sebutan The Bye Bye Man (Doug Jones).
Elliot dkk lantas mulai menyelidiki asal mula The Bye Bye Man. Mereka kemudian menemukan fakta bahwa hanya ada satu cara untuk menghindari kutukan makhluk gaib tersebut, yaitu: "Jangan pikirkan tentang dia. Jangan sebut namanya."
Jika aturan di atas dilanggar, The Bye Bye Man bakal merasuk ke dalam pikiran dan tak akan berhenti untuk menghantui, sampai nyawa si korban melayang! Mampukah Elliot dkk melepaskan diri mereka dari kutukan tersebut sebelum semuanya terlambat?
Kisah film The Bye Bye Man sebenarnya didasarkan dari sebuah bab berjudul "The Bridge to Body Island" dari buku The President's Vampire karya Robert Damon Schneck. Uniknya, isi dari buku non-fiksi tersebut diklaim merupakan kejadian nyata yang dialami sendiri oleh sang penulis.
Schneck, selama ini, memang dikenal sebagai penulis yang sering mengangkat tema fenomena-fenomena aneh dari budaya Amerika. Dia juga menjadi direktur dari White Crow Society, sebuah perkumpulan yang bertujuan membantu orang-orang yang dihantui oleh paranormal activity. Buku karangannya yang lain adalah Mrs. Wakeman vs. The Antichrist, yang berisi kumpulan dongeng dan legenda urban dari sejarah Amerika.
Selain mengusung genre horror yang diadaptasi dari karya Schneck, serta merilisnya tepat saat Friday the 13th, The Bye Bye Man juga mengandalkan Carrie-Anne Moss sebagai penarik perhatian. MILF dengan ukuran dada 34C tersebut bakal memerankan karakter polisi bernama Detektif Shaw.
Meski usianya sudah tidak lagi muda (49 tahun), daya tarik Carrie-Anne Moss memang belum luntur. Aktris asal Kanada yang melejit namanya setelah membintangi trilogi The Matrix (1999-2003) bareng Keanu Reeves itu bakal menawarkan kesegaran saat kita dicekam oleh The Bye Bye Man yang mengerikan.
Bagi para penonton, ingatlah satu pesan penting ini setelah meninggalkan gedung bioskop: Jangan pikirkan tentang dia. Jangan sebut namanya. Atau..
***
The Bye Bye Man
Sutradara: Stacy Title
Produser: Simon Horsman, Trevor Macy, Jeffrey Soros, Seth William Meier, Melinda Nishioka
Penulis Skenario: Jonathan Penner
Berdasarkan: The Bridge to Body Island by Robert Damon Schneck
Pemain: Douglas Smith, Lucien Laviscount, Cressida Bonas, Doug Jones, Carrie-Anne Moss, Jenna Kanell, Faye Dunaway
Musik: The Newton Brothers
Sinematografi: James Kniest
Penyunting: Ken Blackwell
Produksi: Huayi Brothers Pictures, Intrepid Pictures, Los Angeles Media Fund
Distributor: STX Entertainment
Durasi: 96 menit
Budget: USD 7,4 juta
Rilis: 13 Januari 2017 (Indonesia & Amerika Serikat)
Ratings
IMDb: 3,4/10
Rotten Tomatoes: 23%
Preview Film: Patriots Day (2016)
Tanggal 15 April 2013 tidak akan pernah dilupakan oleh warga Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Pada hari yang nahas itu, beberapa saat menjelang finish ajang Boston Marathon, sebuah bom meledak dan mengakibatkan tiga korban meninggal, serta melukai sedikitnya 264 orang. Tragedi tersebut kemudian dikenal sebagai Boston Marathon Bombing.
Boston Marathon sendiri merupakan salah satu dari enam World Marathon Majors, alias lomba lari marathon paling bergengsi di dunia. Lima lainnya adalah Tokyo, London, Berlin, Chicago, dan New York City Marathon, yang diadakan setiap tahun. Tak heran, peristiwa pengeboman tersebut lantas menyedot perhatian internasional.
Seperti tragedi-tragedi lainnya, Boston Marathon Bombing kemudian juga menjadi inspirasi bagi insan perfilman untuk diangkat ke layar lebar. Salah satu film yang berkisah tentang peristiwa tersebut adalah Patriots Day, yang bakal tayang mulai hari Jumat (13/1) ini.
Disutradarai oleh Peter Berg, fokus cerita Patriots Day adalah pada hari terjadinya pengeboman, pelacakan pelaku pengeboman, serta perjuangan warga Boston untuk bersama-sama melewati tragedi tersebut. Yang menjadi tokoh utama adalah seorang polisi bernama Sersan Tommy Saunders yang diperankan oleh Mark Wahlberg.
Dari teaser trailer yang dirilis beberapa waktu yang lalu, terlihat kehidupan normal Sersan Saunders di rumahnya bersama sang istri, Carol (Michelle Monaghan) yang berprofesi sebagai perawat. Dia sedang bersiap-siap untuk mengamankan ajang Boston Marathon. Tommy tidak pernah menyangka bahwa hari itu bakal menjadi peristiwa yang tak terlupakan.
Pada saat Boston Marathon berlangsung, Tommy dan polisi lainnya berjaga-jaga agar ajang tersebut berlangsung aman. Namun, beberapa saat menjelang akhir lomba, dengan diiringi lagu patriotik "America the Beautiful", tiba-tiba terdengar suara ledakan bom. Suasana pun menjadi kacau. Banyak korban berjatuhan.
Sebagai salah satu polisi yang berada di tempat kejadian, Sersan Saunders kemudian bergabung dengan masyarakat lainnya untuk mencegah serangan bom berikutnya, sekaligus mencari pelakunya. Selama empat hari, Tommy ikut serta memburu sang teroris, Dzhokhar Tsarnaev (Alex Wolff), bersama dengan Sersan Polisi Watertown, Jeffrey Pugliese (J. K. Simmons), dan Agen Khusus FBI, Richard DesLauriers (Kevin Bacon).
Selain Mark Wahlberg, Patriots Day ini memang diperkuat oleh sejumlah aktor kawakan. Sebut saja J. K. Simmons, Kevin Bacon, John Goodman, yang memerankan Komisaris Kepolisian Boston, Ed Davis, serta Vincent Curatola yang menjadi Walikota Boston, Thomas Menino.
Sementara itu, sebagai pemanis, ada Michelle Monaghan, yang berperan sebagai Carol Saunders. Sebelum ini, MILF berukuran dada 34B tersebut sudah berpengalaman tampil di beberapa film terkenal, antara lain: The Bourne Supremacy (2004), Mr. & Mrs. Smith (2005), Mission: Impossible III (2006), Eagle Eye (2008), Source Code (2011), dan Machine Gun Preacher (2011).
Di lain pihak, bagi sutradara Peter Berg, Patriots Day ini adalah untuk ketiga kalinya dia memasang Mark Wahlberg sebagai aktor utama. Sebelumnya, mereka sudah pernah bekerja sama di Lone Survivor (2013) dan Deepwater Horizon (2016). Uniknya, tiga-tiganya adalah film yang didasarkan pada kisah nyata.
Patriots Day sebenarnya adalah salah satu dari tiga film yang rencananya dibuat untuk mengenang tragedi Boston Bombing. Dua film lainnya adalah Boston Strong, yang didasarkan pada buku berjudul sama karya Casey Sherman dan Dave Wedge, serta Stronger, yang mengisahkan tentang korban pengeboman, Jeff Bauman, yang dibintangi oleh Jake Gyllenhaal.
Namun, CBS Films kemudian membeli hak untuk memfilmkan Boston Strong dan menggabungkan naskahnya dengan Patriots Day. Skenarionya dikembangkan berdasarkan sudut pandang Komisaris Kepolisian Boston, Ed Davis.
Peran Komisaris Davis, kala itu, memang sangat penting. Dia menggalang kerja sama antara polisi dan FBI dengan warga lokal Boston. Mereka kemudian menggunakan kecanggihan teknologi untuk mengidentifikasi, melacak, dan memburu para tersangka. Setelah empat hari pencarian, para teroris akhirnya berhasil dilumpuhkan.
Warga Boston kabarnya memang menginginkan kisah tentang masyarakat lokal yang terkait dengan Boston Bombing diangkat ke layar lebar. Oleh karena itu, kemudian dihadirkan karakter polisi biasa bernama Tommy Saunders yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Menurut Terry Press dari CBS Films, Patriots Day akan memberi gambaran yang sangat personal pada para penonton tentang apa yang terjadi saat itu. Film berdurasi 133 menit ini adalah kisah nyata tentang sekelompok pahlawan lokal dalam menghadapi peristiwa yang tak pernah mereka duga sebelumnya.
Setelah tayang secara terbatas di Amerika Serikat pada 21 Desember 2016 yang lalu, Patriots Day mendapat rating cukup positif dari sejumlah kritikus dan situs review. Menurut Guardian, ketegangan yang dibangun oleh film berbujet USD 45 juta ini memang sangat perlahan, namun berujung dengan klimaks yang brilian. Naskahnya juga ditulis dengan baik serta musiknya bakal membuat bulu kuduk para penonton berdiri.
***
Patriots Day
Sutradara: Peter Berg
Produser: Scott Stuber, Dylan Clark, Mark Wahlberg, Stephen Levinson, Hutch Parker, Dorothy Aufiero, Stephen Stapinski, Michael Radutzky
Penulis Skenario: Peter Berg, Matt Cook, Joshua Zetumer
Pengarang Cerita: Peter Berg, Matt Cook, Paul Tamasy, Eric Johnson
Pemain: Mark Wahlberg, Kevin Bacon, John Goodman, J. K. Simmons, Michelle Monaghan
Musik: Trent Reznor, Atticus Ross
Sinematografi: Tobias Schliessler
Penyunting: Colby Parker Jr., Gabriel Fleming
Produksi: Closest to the Hole Productions, Bluegrass Films
Distributor: CBS Films, Lionsgate
Durasi: 133 menit
Budget: USD 45 juta
Rilis: 17 November 2016 (AFI Fest), 21 Desember 2016 (Amerika Serikat), 13 Januari 2017 (Indonesia)
Ratings
IMDb: 7,2/10
Rotten Tomatoes: 80%
Metacritic: 71/100
January 12, 2017
Preview Film: Live by Night (2016)
Dennis Lehane selama ini dikenal sebagai novelis yang beberapa karyanya sukses diadaptasi menjadi film terkenal. Yang pertama adalah Mystic River (2001), yang disutradarai oleh Clint Eastwood dan meraih banyak penghargaan. Lalu, ada Gone Baby Gone (2007), serta yang paling laris adalah Shutter Island (2010), yang dibesut oleh Martin Scorsese dan dibintangi oleh Leonardo DiCaprio.
Awal tahun ini, ada satu lagi produk Lehane yang diangkat ke layar lebar, yaitu Live by Night. Buku yang terbit pada tahun 2012 itu dinobatkan sebagai novel of the year di ajang Edgar Award 2013. Genrenya bukan lagi misteri seperti karya-karya sebelumnya, melainkan crime fiction.
Kisah Live by Night ber-setting pada tahun 1920-an. Tokoh utamanya bernama Joe Coughlin (Ben Affleck), putra seorang kapten polisi dari Boston. Setelah pindah ke Ybor City, Tampa, Florida, lelaki cerdas itu mulai berkenalan dengan dunia kriminal, lalu menjadi dekat dengan para penguasa kejahatan, hingga akhirnya karir Coughlin meroket dan menjadi seorang gangster terkuat di Amerika Serikat.
Nama Ben Affleck memang menjadi daya tarik utama di film rilisan Warner Bros. Pictures ini. Selain membintangi, mantan suami Jennifer Garner itu juga memproduseri, menyutradarai, sekaligus menulis sendiri skenario Live by Night!
Bagi Affleck, ini bukan pertama kalinya dia mengadaptasi karya Dennis Lehane. Sebelumnya, sahabat Matt Damon tersebut sudah pernah membesut Gone Baby Gone (2007), sekaligus menulis naskahnya, dan menjadi debutnya sebagai sutradara. Hanya saja, kala itu, yang menjadi pemeran utama bukan dia, melainkan adiknya, Casey Affleck.
Yang menarik, kali ini Ben bakal "dikeroyok" oleh tiga aktris cantik, yaitu Elle Fanning, Sienna Miller, dan si sexy Zoe Saldana. Ketiganya sudah berpengalaman membintangi film dalam berbagai genre dan menjadi lawan main yang sepadan bagi aktor sekelas Affleck.
Zoe Saldana, contohnya. Sudah tidak perlu diragukan lagi track record-nya. MILF dengan ukuran dada 32B ini pernah bermain di franchise Star Trek (2009-2016), Avatar (2009), Colombiana (2011), hingga Guardians of the Galaxy (2014). Di Live by Night, dia memerankan Graciella Corrales, seorang cewek eksotis yang berhubungan dengan Joe Coughlin.
Sementara itu, Sienna Miller berperan sebagai Emma Gould, pacar boss mafia yang akhirnya jatuh cinta pada Joe. Sebelum ini, mantannya Jude Law tersebut sudah pernah tampil di G.I. Joe: The Rise of Cobra (2009) dan American Sniper (2014).
Meski termasuk belia jika dibandingkan Zoe dan Sienna, Elle Fanning juga tak bisa dipandang sebelah mata. Cewek ababil 18 tahun itu melejit setelah memerankan Princess Aurora dalam Maleficent (2014). Kali ini, dia menjadi Loretta Figgis, putri seorang sheriff yang sedang mengalami kesulitan.
Peran utama sebagai Joe Coughlin awalnya diperuntukkan bagi Leonardo DiCaprio. Namun, karena satu dan lain hal, aktor terbaik di ajang Piala Oscar 2016 tersebut akhirnya hanya menjadi produser saja. Posisinya kemudian diisi oleh Ben Affleck.
Pada saat melakoni proses syuting pada akhir tahun 2015 yang lalu, sempat beredar foto Ben Affleck yang penuh luka. Tidak hanya wajah, pergelangan tangannya juga berdarah. Aktor dengan ciri khas dagu belah itu tampak mengenakan baju pasien rumah sakit yang berwarna putih.
Kabarnya, itu hanya salah satu adegan dalam Live by Night. Meski hingga kini masih belum jelas adegan apa yang ia lakoni. Jadi, kala itu, Ben Affleck tidak benar-benar terluka ataupun mengalami kecelakaan saat syuting.
Pada awalnya, Live by Night sebenarnya dijadwalkan rilis pada 25 Desember 2015. Namun, karena Ben Affleck masih sibuk dengan Batman v Superman: Dawn of Justice (2016), Warner Bros. Pictures kemudian mengundurkan jadwalnya ke 17 Oktober 2016, sebelum akhirnya digeser lagi menjadi 13 Januari 2017.
Di Amerika Serikat, film berbujet USD 65 juta ini sudah dirilis secara terbatas pada Hari Natal yang lalu. Sayangnya, sejumlah situs review dan kritikus memberi rating kurang positif. Ben Affleck dianggap terlalu terburu-buru dalam menggarap Live by Night karena dirinya sedang fokus menjadi Batman.
***
Live by Night
Sutradara: Ben Affleck
Produser: Leonardo DiCaprio, Jennifer Davisson, Ben Affleck, Jennifer Todd
Penulis Skenario: Ben Affleck
Berdasarkan: Live by Night by Dennis Lehane
Pemain: Ben Affleck, Elle Fanning, Brendan Gleeson, Chris Messina, Sienna Miller, Zoe Saldana, Chris Cooper
Musik: Harry Gregson-Williams
Sinematografi: Robert Richardson
Penyunting: William Goldenberg
Produksi: Appian Way Productions, Pearl Street Films
Distributor: Warner Bros. Pictures
Durasi: 129 menit
Budget: USD 65 juta
Rilis: 13 Desember 2016 (New York City), 25 Desember 2016 (Amerika Serikat), 11 Januari 2017 (Indonesia)
Ratings
IMDb: 7,3/10
Rotten Tomatoes: 34%
Metacritic: 49/100
Preview Film: La La Land (2016)
Rindu dengan film drama musikal yang indah, fun, menghibur, dan sekaligus bikin baper? Tampaknya, La La Land adalah jawabannya. Unggulan utama untuk meraih Piala Oscar itu akhirnya tayang juga di Indonesia mulai hari Selasa (10/1) ini, setelah lebih dulu dirilis di Amerika Serikat sejak awal bulan Desember 2016.
Meski bukan merupakan film blockbuster, La La Land memang menjadi buah bibir. Itu tak bisa dilepaskan dari prestasi yang berhasil mereka torehkan di berbagai festival di dunia perfilman. Mahakarya sutradara Damien Chazelle ini bahkan sudah mengumpulkan lebih dari 100 penghargaan di berbagai ajang!
Yang terbaru, kemarin (9/1), La La Land mampu mendominasi Golden Globe Awards 2017 dengan meraup tujuh trofi. Dinominasikan dalam tujuh kategori, film berdurasi 128 menit tersebut berhasil mencatat rekor "sapu bersih", yaitu Film Komedi/Musikal Terbaik, Sutradara Terbaik (Damien Chazelle), Penulis Skenario Terbaik (Damien Chazelle), Aktor Komedi/Musikal Terbaik (Ryan Gosling), Aktris Komedi/Musikal Terbaik (Emma Stone), Lagu Asli Terbaik ("City of Stars"), dan Penata Musik Terbaik (Justin Hurwitz).
Kisah yang naskahnya ditulis sendiri oleh Damien Chazelle tersebut sebenarnya sederhana, namun sangat inspiratif. Tentang perjuangan untuk mewujudkan impian. Mengambil setting di Los Angeles, yang dijuluki sebagai La La Land, karena banyak sekali orang yang datang ke sana, mengadu peruntungan, mengejar mimpi, untuk menjadi artis terkenal.
Tak heran, Damien Chazelle kemudian mendedikasikan film La La Land ini untuk semua pemimpi di seluruh dunia. Sutradara yang melejit setelah membesut Whiplash (2014), film drama tentang musik yang juga berhasil masuk nominasi Piala Oscar, itu mengaku memang ingin membuat film tentang merayakan impian.
Yang menjadi tokoh utama di La La Land adalah Mia Dolan (Emma Stone), seorang barista yang bermimpi menjadi aktris. Cewek tersebut kemudian bertemu dengan Sebastian Wilder (Ryan Gosling), seorang pianis jazz yang juga sedang berjuang meniti karir di Los Angeles yang kejam dan sering menghancurkan mimpi para artis muda. Keduanya lantas jatuh cinta dan berjuang bersama untuk mewujudkan impian masing-masing.
Dari trailer yang sudah dirilis beberapa waktu yang lalu, kita bisa menyaksikan Emma Stone dan Ryan Gosling menyanyi dan menari dengan lincah. Dua bintang Hollywood yang sedang menanjak itu butuh waktu hingga tiga bulan untuk belajar. Mereka berlatih dengan sangat keras.
Karena Emma Stone tidak memiliki latar belakang sebagai penyanyi, tim produksi pun terpaksa melakukan beberapa perubahan selama proses syuting. Jika ada nada yang tak bisa dinyanyikan oleh cewek berukuran dada 32B tersebut, lagunya diubah untuk menyesuaikan dengan suaranya. Di La La Land, lagu-lagu yang ditampilkan semuanya orisinal. Jadi, tak ada masalah jika mereka mengutak-atiknya.
Selain menari dan menyanyi, peran sebagai musisi jazz membuat Ryan Gosling harus belajar main piano. Pasangan kumpul kebo si sexy Eva Mendes itu berlatih keras main piano selama empat jam setiap hari, selama tiga bulan! Hasilnya, aktor asal Kanada itu tidak menggunakan pemain pengganti sama sekali kala melakoni adegan syuting main piano.
Gosling sendiri, ternyata, mengaku sudah sejak lama ingin belajar main piano. Oleh karena itu, dia sangat bersyukur bisa terlibat dalam proyek La La Land. Menurut pria 36 tahun tersebut, periode pra-produksi film berbujet USD 30 juta itu adalah salah satu yang paling memuaskan yang pernah ia alami.
Kepiawaian Gosling dalam bermain piano, bahkan, diakui oleh lawan mainnya, John Legend. Penyanyi terkenal yang juga seorang pianis itu menilai Gosling tidak terlihat seperti orang yang baru belajar main piano. Sambil bercanda, Legend curiga Gosling sudah berlatih piano sejak umur 4 tahun, seperti yang ia sendiri lakukan sejak masih anak-anak.
Ya, bagi yang bertanya-tanya, selain Emma Stone dan Ryan Gosling, La La Land juga diperkuat oleh John Legend. Peraih 10 Grammy Award itu memerankan karakter Keith, seorang musisi yang sukses secara komersial.
Bertolak belakang dengan Stone dan Gosling, Legend, yang tak punya background sebagai aktor, harus belajar akting sebelum memulai syuting. Apalagi, perannya di La La Land cukup krusial. Bukan hanya sekadar cameo atau numpang lewat.
Dari segi musik, tentu saja tak ada masalah bagi Legend. Namun, terkuak satu hal yang cukup mengejutkan selama proses produksi La La Land. Solis yang juga pianis handal itu ternyata tak bisa main gitar. Seperti halnya Gosling yang belajar piano, Legend pun sampai menyewa seorang pelatih untuk mengajarinya memetik dawai-dawai asmara, eh, gitar.
Selain bermain musik dan bernyanyi, La La Land juga banyak menampilkan adegan menari. Sang koreografer, Mandy Moore (bukan, ini bukan Mandy Moore yang penyanyi itu), mengaku terinspirasi dari salah satu adegan di film animasi terkenal, Wall-E (2008), untuk menciptakan tarian waltz di sebuah planetarium yang melibatkan Emma Stone dan Ryan Gosling.
Di film Wall-E, si robot menggunakan semprotan gas dari tabung pemadam kebakaran untuk mendorongnya ke luar angkasa. Moore kemudian membuat Gosling dan Stone terlihat seperti terdorong dengan cara yang sama, namun dengan bantuan spesial efek dan seutas kabel. Selain Wall-E, film lain yang menginspirasi adegan tari dalam La La Land adalah Top Hat (1935), West Side Story (1961), Sweet Charity (1969), dan Beauty and the Beast (1991).
Sebelum diperankan oleh Emma Stone dan Ryan Gosling, karakter Mia dan Sebastian awalnya diperuntukkan bagi Emma Watson dan Miles Teller. Namun, Watson, yang melejit lewat perannya sebagai Hermione Granger dalam franchise Harry Potter tersebut, ternyata, lebih memilih untuk terlibat dalam film live-action Beauty and the Beast yang bakal tayang bulan Maret ini.
Sementara itu, Miles Teller tidak bisa meninggalkan Fantastic Four (2015) dan Allegiant (2016), yang ternyata jeblok di pasaran. Rumor lainnya, Teller meminta bayaran terlalu besar untuk film La La Land, karena persiapannya memang tidak gampang, harus belajar menyanyi, menari, main piano, dsb.
Sutradara Damien Chazelle kemudian membatalkan tawarannya kepada Teller. Padahal, ia sebenarnya ingin mengulang kesuksesan saat mereka bekerja sama di Whiplash (2014) yang juga bernuansa musikal.
Sebelum bermain di Fantastic Four dan franchise Divergent, Teller memang termasuk aktor berbayaran rendah. Bahkan, di Whiplash, kabarnya, dia hanya mendapat honor USD 8.000. Tak heran, ia sampai mematok tarif yang tinggi untuk bermain di La La Land.
Sementara itu, bagi Emma Stone dan Ryan Gosling, La La Land ini merupakan film ketiga di mana mereka main bersama. Sebelumnya adalah Crazy, Stupid, Love (2011) dan Gangster Squad (2013). Namun, di dua film tersebut, mereka tidak menjadi tokoh utama.
Meski dari segi cerita tergolong biasa saja, penampilan apik Stone dan Gosling membuat La La Land banjir pujian dari para kritikus sejak tayang perdana di Venice Film Festival tahun lalu. Menonton film yang dirilis oleh Summit Entertainment ini dianggap menyegarkan. Seperti menyaksikan Moulin Rouge! (2001) yang romantis, ditambah keceriaan ala Mamma Mia! (2008), serta dipadukan dengan musik-musik yang orisinal seperti yang terdapat di Whiplash (2014).
Menurut sang produser, Jordan Horowitz, La La Land memang perpaduan dari semua hal yang tak semestinya dipadukan. Kisah cintanya terkesan aneh, antara aktris dan pianis jazz. Namun, film yang semula bakal diproduksi dengan low-budget itu ternyata mampu menghasilkan sesuatu yang menakjubkan.
Para kritikus menilai sutradara Damien Chazelle berhasil menghidupkan kembali genre musikal pada abad ke-21. La La Land dia sajikan sebagai sebuah kisah cinta modern yang difilmkan dengan gaya musikal klasik, yang bakal memanjakan mata, telinga, dan hati para penontonnya.
Maka dari itu, tak heran jika bursa taruhan menjagokan La La Land sebagai unggulan utama untuk meraih Piala Oscar kategori Film Terbaik tahun ini. Bahkan, sejumlah situs memberi rating sangat positif dan menganggap film berdurasi 128 menit tersebut lebih baik daripada Chicago (2002) dan Les Miserables (2012), dua film musikal yang pernah menjadi film terbaik dan masuk nominasi Academy Awards.
***
La La Land
Sutradara: Damien Chazelle
Produser: Fred Berger, Gary Gilbert, Jordan Horowitz, Marc Platt
Penulis Skenario: Damien Chazelle
Pemain: Ryan Gosling, Emma Stone, John Legend, Rosemarie DeWitt
Musik: Justin Hurwitz
Sinematografi: Linus Sandgren
Penyunting: Tom Cross
Produksi: Gilbert Films, Impostor Pictures, Marc Platt Productions
Distributor: Summit Entertainment
Durasi: 128 menit
Budget: USD 30 juta
Rilis: 31 Agustus 2016 (Venice Film Festival), 9 Desember 2016 (Amerika Serikat), 10 Januari 2017 (Indonesia)
Ratings
IMDb: 8,8/10
Rotten Tomatoes: 92%
Metacritic: 93/100
January 06, 2017
Preview Film: Arrival (2016)
Sejak Close Encounters of the Third Kind (1977) dan E.T. the Extra-Terrestrial (1982), nyaris tak ada lagi film drama fiksi ilmiah tentang first contact dengan alien yang menyentuh hati. Yang paling mendekati dua mahakarya Steven Spielberg tersebut, mungkin, hanya Contact (1997) yang dibintangi oleh Jodie Foster.
Namun, pada bulan November 2016 yang lalu, dirilis sebuah film berjudul Arrival, yang disebut-sebut sebagai salah satu drama fiksi ilmiah terbaik yang pernah dibuat. Kabar gembiranya, film yang memenangkan Critics' Choice Award 2016 itu akhirnya tayang juga di Indonesia mulai hari Jumat (6/1) ini.
Kisah Arrival sendiri berfokus pada sosok Louise Banks (Amy Adams), seorang linguist yang baru saja ditinggal mati putrinya. Bersama dengan Ian Donnelly (Jeremy Renner), seorang fisikawan teoretis, Louise kemudian direkrut oleh pasukan elite dari militer Amerika Serikat, yang dipimpin oleh Kolonel GT Weber (Forest Whitaker), untuk menghadapi kedatangan alien.
Kemampuan Louise sebagai seorang ahli bahasa memang sangat dibutuhkan untuk memecahkan teka-teki bahasa alien. Para makhluk asing tersebut muncul secara tiba-tiba. Tanpa peringatan. Tanpa penjelasan. Entah apa tujuan kedatangan mereka. Membawa misi damai, atau malah ingin menginvasi Bumi?
Para alien tersebut singgah dengan menumpangi semacam pesawat berwarna abu-abu lonjong, yang sekilas mirip cobek raksasa (iya, cobek yang buat nyambel itu) yang melayang dengan posisi vertikal. Selain di negara bagian Montana, Amerika Serikat, pesawat aneh tersebut juga ngetem kayak angkot di 12 lokasi berbeda di seluruh dunia.
Tugas Louise adalah berkomunikasi dengan para alien serta mengorek apa sebenarnya misi kedatangan mereka. Sementara itu, tim yang dipimpin oleh Ian Donnelly berusaha memahami para mahkluk asing tersebut lewat sains, bukan dari sisi bahasanya.
Saat menjalankan tugas berbahaya tersebut, Louise sebenarnya sedang berduka. Kilasan memori tentang mendiang putrinya terus menghinggapi pikirannya. Semakin dia memahami bahasa alien, semakin deras pula kenangan tentang anaknya bermunculan.
Dalam trailer yang dirilis oleh Paramount Pictures beberapa waktu yang lalu, tampak sosok Louise sedang berkomunikasi dengan alien di dalam pesawat. Mereka tidak berkontak fisik karena dibatasi oleh kaca. Sepintas, tampak tubuh si alien, yang memiliki tentakel seperti gurita, di tengah-tengah asap yang memenuhi tabung gelas mereka.
Dari sinopsis resminya, dikisahkan bahwa kepanikan sedang melanda seluruh dunia setelah kedatangan benda asing yang melayang-layang di atas permukaan Bumi. Louise dan timnya harus berkejaran dengan waktu untuk mencegah agar perang besar tidak terjadi.
Ide cerita Arrival sebenarnya berasal dari sebuah cerita pendek, alias cerpen, karangan Ted Chiang yang berjudul Story of Your Life (1998). Eric Heisserer, yang berpengalaman dalam menelurkan skenario Final Destination 5 (2011) dan Lights Out (2016), kemudian mengadaptasinya menjadi sebuah naskah film.
Denis Villeneuve, yang sudah sejak lama ingin menggarap film fiksi ilmiah, ternyata, tertarik dengan kisah Story of Your Life. Setelah menyempurnakan naskahnya, sutradara Prisoners (2013) dan Sicario (2015) itu kemudian mengganti judulnya dengan Arrival seperti saat ini.
Dalam membesut film berbujet USD 47 juta ini, Villeneuve kabarnya menggunakan blueprint dari film-film alien karya Steven Spielberg. Dia menampilkan konflik yang nyata antara tiga kelompok, yaitu: Yang ingin mempelajari alien untuk sains, yang ketakutan akan invasi alien, dan yang ingin memanfaatkan alien tersebut sebagai senjata baru.
Menurut para kritikus, pengaruh karya Steven Spielberg juga tampak pada tokoh-tokoh di Arrival. Karakter Louise Banks yang diperankan Amy Adams dianggap mirip dengan karakter Roy Neary yang diperankan oleh Richard Dreyfuss di Close Encounters of the Third Kind.
Setelah Arrival tayang di Amerika Serikat pada 11 November 2016 yang lalu, penampilan Amy Adams mendapat banyak pujian. Bahkan, MILF berukuran dada 34B tersebut masuk nominasi Aktris Terbaik di ajang Golden Globe Awards, dan, kemungkinan besar, juga masuk nominasi Piala Oscar yang baru akan diumumkan akhir bulan ini.
Untuk mendalami karakternya sebagai ahli bahasa, pemeran pacar Superman, Lois Lane, dalam Man of Steel (2013) tersebut berkonsultasi langsung dengan professor linguistik, Dr. Jessica Coon, dari McGill University. Tak heran, Amy kemudian mampu tampil layaknya seorang linguist tulen di film berdurasi 116 menit ini.
Selain bahasa, Arrival juga menyajikan tulisan dari para alien yang berbentuk seperti lingkaran tinta hitam, dan tampak hidup. Yang mendesain adalah artis Martine Bertrand, yang juga adalah istri dari sang production designer, Patrice Vermette.
Sutradara Denis Villeneuve memang sangat total dalam mengisahkan kehadiran alien di Bumi. Lewat Arrival, pria 49 tahun itu ingin menyampaikan pesan agar kita berani melihat ke depan, berkorban, dan mengambil risiko untuk menyelamatkan dunia di sekitar kita.
Selain mengangkat genre science fiction, Villeneuve juga mengedepankan unsur drama dalam Arrival. Bahkan, kabarnya, mendekati ending film, sisi sentimentalnya semakin kental. Jadi, siap-siap saja membawa tisu untuk mengelap mata yang basah saat menontonnya.
Sejumlah situs review pun mengganjar Arrival dengan rating positif. Para kritikus menilai Denis Villeneuve sangat luar biasa dalam menggabungkan sisi ilmiah dengan permainan emosi yang menguras air mata.
***
Arrival
Sutradara: Denis Villeneuve
Produser: Shawn Levy, Dan Levine, Aaron Ryder, David Linde
Penulis Skenario: Eric Heisserer
Berdasarkan: Story of Your Life by Ted Chiang
Pemain: Amy Adams, Jeremy Renner, Forest Whitaker, Michael Stuhlbarg, Tzi Ma
Musik: Jóhann Jóhannsson
Sinematografi: Bradford Young
Penyunting: Joe Walker
Produksi: Lava Bear Films, 21 Laps Entertainment, FilmNation Entertainment
Distributor: Paramount Pictures (Amerika Serikat & Kanada), Sony Pictures (International)
Durasi: 116 menit
Budget: USD 47 juta
Rilis: 1 September 2016 (Venice Film Festival), 11 November 2016 (Amerika Serikat), 6 Januari 2017 (Indonesia)
Ratings
IMDb: 8,3/10
Rotten Tomatoes: 94%
Metacritic: 81/100
CinemaScore: B
Preview Film: The Unspoken (2015)
Rumah tua, yang dari luar tampak biasa-biasa saja, tapi ternyata di dalam ada "penunggu"-nya, masih menjadi tema favorit dari film-film horror. Salah satu film yang mengangkat kisah tersebut adalah The Unspoken, atau yang mempunyai judul lain: The Haunting of the Briar House.
Film yang disutradarai oleh Sheldon Wilson ini sebenarnya sudah dirilis di ajang Film4 FrightFest di Inggris pada 24 Oktober 2015 dan sudah tayang di Amerika Serikat pada 28 Oktober 2016. Namun, di Indonesia, The Unspoken baru mulai menghiasi layar bioskop pada hari Rabu (4/1) kemarin.
Kisahnya tentang sebuah rumah bernama Briar House yang dihuni oleh Keluarga Anderson. Pada tahun 1997, keluarga tersebut tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Meski banyak ceceran darah, polisi tidak menemukan satu pun mayat mereka.
Selama 17 tahun, rumah tersebut dibiarkan tak berpenghuni. Sampai akhirnya, datanglah seorang ibu bernama Jeannie (Pascale Hutton), dan putranya yang masih kecil, Adrian (Sunny Suljic). Mereka berdua menempati Briar House yang sudah lama terbengkalai tersebut.
Untuk membantunya mengasuh Adrian, Jeannie kemudian memperkerjakan seorang gadis muda bernama Angela (Jodelle Ferland). Tak lama berselang, kejadian aneh, seperti perabotan yang bergerak sendiri, mulai menghantui mereka. Angela pun sadar ada yang tidak beres dengan rumah tersebut. Mampukah dia menguak misteri dan selamat dari ancaman "penunggu" Briar House?
Jodelle Ferland, si pemeran Angela, sebenarnya sudah pernah bermain dalam film horror, yang diadaptasi dari video game rilisan Konami, Silent Hill (2006). Namun, aktris 22 tahun asal Kanada tersebut baru mencuat ketika dia memerankan Bree Tanner dalam The Twilight Saga: Eclipse (2010). Selain itu, dia juga pernah tampil di The Cabin in the Woods (2012), salah satu film komedi horror terbaik sepanjang masa.
Bintang lain yang cukup punya nama di The Unspoken adalah Neal McDonough. Aktor 50 tahun ini adalah pemeran karakter Dum Dum Dugan dalam berbagai serial Marvel Cinematic Universe, seperti Agents of SHIELD (2014) dan Agent Carter (2015), serta pernah muncul di Captain America: The First Avenger (2011).
Naskah dari The Unspoken ditulis sendiri oleh sutradara Sheldon Wilson, yang selama ini memang dikenal sebagai penghasil film horror dan thriller, semacam Night Class (2001), Shallow Ground (2004), Kaw (2007), dan Shark Killer (2015). Selain itu, pria asal Kanada tersebut juga kerap menelurkan film televisi yang menyeramkan, di antaranya adalah Scarecrow (2013) dan The Hollow (2015).
Sayangnya, meski dibesut oleh sosok yang sudah berpengalaman dalam film horror, The Unspoken ternyata mendapat review negatif dari sejumlah situs dan kritikus. Rating-nya di IMDb, bahkan, hanya 4,9/10.
***
The Unspoken
Sutradara: Sheldon Wilson
Produser: Jamie Goehring
Penulis Skenario: Sheldon Wilson
Pemain: Jodelle Ferland, Neal McDonough, Sunny Suljic, Pascale Hutton, Chanelle Peloso, Anthony Konechny
Sinematografi: Eric J. Goldstein
Produksi: Great Point Media, Lighthouse Pictures, Sapphire Fire Limited
Distributor: Paladin
Durasi: 91 menit
Rilis: 24 Oktober 2015 (Film4 FrightFest), 28 Oktober 2016 (Amerika Serikat), 4 Januari 2017 (Indonesia)
Ratings
IMDb: 4,9/10
Preview Film: The Great Wall (2016)
Di dunia perfilman Mandarin, Zhang Yimou adalah seorang legenda. Sejak membesut Red Sorghum (1987), namanya dikenal sebagai salah satu sutradara handal. Film garapannya yang diadaptasi dari novel karya peraih Nobel Sastra, Mo Yan, itu akhirnya juga melejitkan Gong Li sebagai aktris papan atas Tiongkok.
Kesuksesan Red Sorghum kemudian memicu Zhang Yimou untuk menelurkan berbagai film terkenal lainnya, seperti Ju Dou (1990), Raise the Red Lantern (1991), The Story of Qiu Ju (1992), Hero (2002), House of the Flying Daggers (2004), Curse of the Golden Flower (2006), hingga The Flowers of War (2011). Semuanya adalah film berbahasa Mandarin.
Tahun ini, Zhang Yimou mencoba untuk "naik kelas". Untuk pertama kalinya, sutradara kelahiran Xi'an, Shaanxi, Tiongkok, 66 tahun yang lalu itu menggarap film berbahasa Inggris. Dan, filmnya pun bukan film ecek-ecek. Didistribusikan oleh Universal Pictures, salah satu studio terbesar di Hollywood. Judulnya: The Great Wall, yang bakal tayang di Indonesia mulai hari Rabu (4/1) ini.
Kisah The Great Wall sendiri berpusat di Tembok Besar China pada masa Dinasti Song (960-1279). Bukan tentang pembangunannya, tapi tentang misteri Taotie, yaitu spesies binatang mistis alias monster yang berada di balik tembok raksasa tersebut.
Setiap 60 tahun sekali, ribuan monster muncul dan menyerbu tembok besar. Kekaisaran China kemudian menerjunkan The Nameless Order. Pasukan elite yang dipimpin oleh Jenderal Lin Mae (Jing Tian) yang cantik jelita itu mempunyai misi membasmi makhluk-makhluk mengerikan tersebut.
Di saat pasukan China sibuk melakukan persiapan, ada dua orang tentara bayaran dari Eropa bernama William Garin (Matt Damon) dan Pero Tovar (Pedro Pascal) yang menyusup ke tembok besar. Mereka berniat mencuri bubuk mesiu hitam. Dasar sedang apes, dua bule tersebut kemudian tertangkap. Di sana, mereka bertemu dengan Sir Ballard (Willem Dafoe), seorang tahanan yang dulu juga berupaya nyolong mesiu untuk dijual di Eropa.
Saat para monster menyerang Great Wall, Garin akhirnya menyadari bahwa dia sedang terjebak dalam sebuah perang besar. Namun, nalurinya sebagai seorang tentara yang merindukan ketegangan di medan tempur tak bisa berbohong. Garin kemudian memutuskan untuk membantu pasukan khusus yang dipimpin Jenderal Lin. Mampukah mereka mengalahkan para makhluk ganas tersebut?
Menelan biaya hingga USD 150 juta, The Great Wall tercatat sebagai film terbesar yang pernah digarap oleh Zhang Yimou, sekaligus menjadi film termahal yang seluruh proses syutingnya dilakukan di China. Menurut sutradara yang telah meraih berbagai macam penghargaan tersebut, kisah tentang monster Taotie ini bakal menaikkan level film Mandarin di dunia. Dia juga yakin The Great Wall bakal masuk nominasi Piala Oscar.
Film yang sudah dirilis di Tiongkok sejak 15 Desember 2016 ini merupakan produksi pertama dari Legendary East, anak perusahaan Legendary Entertainment. Salah satu studio besar di Hollywood itu diakuisisi oleh Wanda Group dari China sejak tahun lalu.
Dengan anggaran jumbo, Legendary memberi Zhang Yimou keleluasaan untuk mengeluarkan segala kemampuannya, terutama dari segi visual. Special effect yang ditampilkan di The Great Wall pun tidak sembarangan. Menurut Zhang, dalam sekali cut, bisa muncul hingga 300 juta monster di setiap adegannya. Bahkan, tim produksinya telah mendesain hingga 500 jenis monster yang berbeda untuk film yang baru akan rilis bulan depan di Amerika Serikat tersebut.
The Great Wall akhirnya menjadi penanda ambisi besar China untuk membuat film blockbuster setara Hollywood. Oleh karena itu, sejumlah aktor ternama juga mereka rekrut. Yang menjadi ujung tombak adalah Matt Damon. Bersama Pedro Pascal dan Willem Dafoe, bintang franchise Jason Bourne itu beradu akting dengan aktris Tiongkok terkenal, Jing Tian.
Selain tiga aktor Hollywood dan Jing Tian, yang kecantikannya bakal membuat para pria lupa pada istri di rumah, The Great Wall juga diperkuat oleh Andy Lau yang legendaris. Bintang serial The Return of the Condor Heroes (1983) tersebut berperan sebagai ahli strategi perang bernama Wang.
Bagi para penggemar K-Pop, The Great Wall juga wajib ditonton karena menampilkan Lu Han. Pentolan boyband EXO itu memerankan karakter bernama Peng Yong. Bagi penyanyi dan penari kelahiran Beijing, China, 26 tahun yang lalu tersebut, The Great Wall ini merupakan film keduanya di tahun 2016 setelah Time Raiders.
Sementara itu, Jing Tian mengaku sangat bangga bisa bermain di film berdurasi 104 menit ini. Meski sudah cukup terkenal di China, The Great Wall merupakan pengalaman pertamanya bermain dengan bintang-bintang Hollywood sekelas Matt Damon.
Demi totalitas peran yang ia jalani, aktris 28 tahun yang semula tidak fasih berbahasa Inggris itu rela belajar secara intensif di Amerika Serikat selama beberapa bulan, hingga bahasa Inggrisnya lancar. Sutradara Zhang Yimou pun memuji profesionalitas Jing Tian.
Di lain pihak, pemilihan Matt Damon sebagai aktor utama sempat memunculkan isu 'whitewashing' alias pemaksaan pemeran kulit putih di film-film yang mestinya diperankan ras lain. Para kritikus beranggapan para aktor The Great Wall mestinya berasal dari China.
Matt Damon sendiri kemudian membantah kritikan tersebut. Menurutnya, ini bukan whitewashing. Karakter William Garin yang dia perankan memang dikisahkan bukan orang China, melainkan bule tulen dari Eropa. Jadi, memang sudah sewajarnya diperankan oleh aktor kulit putih.
The Great Wall pun tercatat sebagai proyek internasional. Para aktor dan krunya berasal dari berbagai negara. Yang menarik, untuk mengatasi kendala bahasa dan komunikasi, banyak sekali penerjemah yang mereka libatkan. Sampai lebih dari 100 orang!
Secara box office, sejak tayang di China pertengahan bulan lalu, The Great Wall sudah mampu meraup pemasukan di atas USD 150 juta. Namun, sayangnya, hingga saat ini, sejumlah situs review dan kritikus memberi rating yang kurang positif.
***
The Great Wall
Sutradara: Zhang Yimou
Produser: Thomas Tull, Charles Roven, Jon Jashni, Peter Loehr
Penulis Skenario: Carlo Bernard, Doug Miro, Tony Gilroy
Pengarang Cerita: Max Brooks, Edward Zwick, Marshall Herskovitz
Pemain: Matt Damon, Jing Tian, Pedro Pascal, Willem Dafoe, Andy Lau, Lu Han
Musik: Ramin Djawadi
Sinematografi: Stuart Dryburgh
Penyunting: Craig Wood
Produksi: Legendary East, Le Vision Pictures, Atlas Entertainment, China Film Group
Distributor: Universal Pictures, Le Vision Pictures, China Film Group Corporation
Durasi: 104 menit
Budget: USD 150 juta
Rilis: 15 Desember 2016 (China), 4 Januari 2017 (Indonesia), 17 Februari 2017 (Amerika Serikat)
Ratings
IMDb: 5,9/10
Rotten Tomatoes: 40%
January 02, 2017
Jadwal Rilis Film Bioskop di Indonesia Tahun 2017
Tahun 2016 sudah berlalu. Saatnya menyambut tahun 2017 dengan penuh semangat. Sejumlah film, baik Hollywood maupun lokal, sudah menanti dan siap menemani para moviegoer di sepanjang tahun yang baru ini. Nyaris setiap bulan para filmania akan disuguhi oleh film blockbuster. Bahkan, ada bulan-bulan tertentu yang isinya sampai dua atau tiga big movies sekaligus.
Bulan Januari akan dibuka dengan The Great Wall. Sedangkan, bulan Desember, bakal dipungkasi oleh film yang paling ditunggu berdasarkan survei situs penjualan tiket online Fandango, yaitu Star Wars: Episode VIII, yang hingga kini judulnya belum diumumkan. Di bawah ini adalah jadwal rilis film yang bakal tayang di bioskop-bioskop Indonesia sepanjang tahun 2017..
Januari
The Great Wall (4)
The Unspoken (4)
Promise (5)
Arrival (6)
Ballerina (11)
Critical Eleven (12)
Jomblo Ngenes (12)
The Bye-Bye Man (13)
Monster Trucks (13)
Patriots Day (13)
Live by Night (18)
Security Ugal-Ugalan (19)
The Curse (19)
xXx: Return of Xander Cage (20)
The Last Barongsai (26)
Resident Evil: The Final Chapter (27)
Kidnap (27)
Bastards (27)
A Dog's Purpose (27)
Februari
The Chocolate Chance (2)
Rings (3)
Renegades (3)
Surga yang Tak Dirindukan 2 (9)
Pertaruhan (9)
Fifty Shades Darker (10)
John Wick: Chapter 2 (10)
The Lego Batman Movie (10)
Tengkorak (16)
A Cure for Wellness (17)
Split (?)
Maret
Logan (3)
T2: Trainspotting (3)
Before I Fall (3)
Kong: Skull Island (10)
The Wall (10)
Galih & Ratna (16)
Beauty and the Beast (17)
Power Rangers (24)
Life (24)
Free Fire (31)
Ghost In The Shell (31)
April
Mantan (6)
Smurfs: The Lost Village (7)
Wonder (7)
Going in Style (7)
Gifted (12)
The Fate of the Furious (14)
Kartini (20)
Unforgettable (21)
The Circle (28)
The Boss Baby (?)
Guardians of the Galaxy Vol. 2 (?)
Mei
Snatched (12)
King Arthur: Legend of the Swords (12)
Alien: Covenant (19)
Diary of a Wimpy Kid (19)
Everything, Everything (19)
Baywatch (26)
Pirates of the Caribbean: Dead Men Tell No Tales (26)
Juni
Captain Underpants (2)
Wonder Women (2)
The Mummy (9)
Transformers: The Last Knight (23)
Fullmetal Alchemist (23)
Despicable Me 3 (30)
Amityville: The Awakening (30)
Juli
Spider-Man: Homecoming (7)
War for the Planet of the Apes (14)
Dunkirk (21)
Valerian and the City of a Thousand Planets (21)
The Dark Tower (28)
Agustus
The Emoji Movie (4)
Ayat-Ayat Cinta 2 (8)
Annabelle 2 (11)
Cars 3 (?)
September
It (8)
Chrisye (14)
The Solutrean (15)
Granite Mountain (22)
The Lego Ninjago Movie (22)
Oktober
Blade Runner 2049 (6)
Kingsman: The Golden Circle (6)
My Little Pony: The Movie (6)
The Commuter (13)
The Snowman (13)
Friday the 13th (13)
Geostorm (20)
Insidious: Chapter 4 (20)
Shaw: Legacy (27)
November
Thor: Ragnarok (3)
Red Sparrow (10)
Justice League (17)
Murder on the Orient Express (22)
Let It Snow (22)
Coco (22)
Desember
Star Wars: Episode VIII (15)
Downsizing (23)
Jumanji (22)
Pitch Perfect 3 (22)
Ferdinand (22)
Note: Jadwal rilis film bisa berubah sewaktu-waktu.
Subscribe to:
Posts (Atom)