November 27, 2016

Preview Film: Kickboxer: Vengeance (2016)


Sejak memerankan Frank Dux dalam film, yang kabarnya berdasarkan kisah nyata, Bloodsport (1988), Jean-Claude Van Damme telah menancapkan tajinya sebagai aktor bela diri paling terkenal di Hollywood. Sejumlah film laga lainnya pun langsung menyusul. Nyaris setiap tahun namanya muncul dalam film-film yang berbau martial art.

Selain Bloodsport (1988), sebenarnya ada satu lagi film Van Damme yang kemudian dianggap sebagai cult classic, yaitu ada Kickboxer (1989). Dua film tersebut termasuk film aksi bela diri paling legendaris dan ikonis sepanjang masa.

Saat ini, Van Damme memang sudah semakin tua. Aktor asal Belgia kelahiran 18 Oktober 1960 itu sudah tidak segahar masa mudanya. Namun, semangatnya untuk berkarya masih tetap menyala. Selain kembali tampil dalam franchise Universal Soldier, pria bernama asli Jean-Claude Van Varenberg itu juga terlibat dalam proyek reboot Kickboxer, yang baru tayang di Indonesia pada hari Jumat (25/11) ini.

Film berjudul Kickboxer: Vengeance tersebut rencananya menjadi pembuka dari trilogi yang sudah disiapkan oleh pihak produser. Dua film yang bakal menjadi sekuelnya adalah Kickboxer: Retaliation (2017) dan Kickboxer: Syndicate (2018) sebagai pamungkasnya.

Kisah dari Kickboxer: Vengeance ini sebenarnya mengulang cerita dari versi jadul. Para karakter utamanya juga masih sama, yaitu Kurt Sloane dan sang antagonis, Tong Po. Oleh karena itu, seri pertama ini sebenarnya lebih cocok disebut sebagai semi-remake daripada reboot.

Meski plotnya sama, Van Damme kali ini tidak lagi memerankan Kurt Sloane. Mungkin karena faktor usia. Sebagai gantinya, aktor yang dijuluki The Muscles from Brussels itu memerankan Master Durand, yang menjadi mentor alias pelatih bagi Kurt.

Tokoh Sloane sendiri diperankan oleh Alain Moussi, yang selama ini lebih dikenal sebagai stuntman. Aktor asal Kanada tersebut sering menjadi pemain pengganti bagi bintang-bintang terkenal seperti Henry Cavill (Immortals, 2011), Aaron Eckhart (Erased, 2012), Hugh Jackman (X-Men: Apocalypse, 2016), dan Jai Courtney (Suicide Squad, 2016).

Sesuai dengan judulnya, inti cerita Kickboxer: Vengeange adalah pembalasan dendam Kurt Sloane terhadap Tong Po (Dave Bautista), yang telah menghabisi nyawa kakaknya, Eric Sloane, secara brutal dalam sebuah turnamen kickboxing underground di Thailand. Kurt kemudian dilatih oleh Master Durand, sebelum akhirnya menantang Tong Po dalam sebuah pertarungan hidup mati.

Sedihnya, pemeran Eric Sloane, Darren Shahlavi, kemudian juga ditemukan tewas setelah menyelesaikan syuting di New Orleans pada 14 Januari 2015. Aktor laga berusia 42 tahun itu mengalami serangan jantung saat sedang tidur. Film Kickboxer: Vengeance ini akhirnya didedikasikan untuk mengenang lawan main Donnie Yen dalam Ip Man 2 (2010) tersebut.

Di lain pihak, meski tidak seikonis Chong Li (Bolo Yeung) dalam Bloodsport (1988), karakter Tong Po, yang di Kickboxer versi jadul diperankan oleh Michel Qissi, termasuk villain yang legendaris. Di versi baru ini, pemeran jago Muay Thai berambut gimbal yang dikuncir ke belakang dengan badan penuh tattoo tersebut adalah Dave Bautista, mantan pegulat profesional WWE.

Kickboxer: Vengeance ini memang dipenuhi oleh bintang-bintang seni bela diri. Selain Bautista, juga ada petarung Mixed Martial Art (MMA), Gina Carano, juara Ultimate Fighting Championship (UFC) kelas berat, Fabricio Werdum dan Cain Velasquez, serta juara UFC kelas menengah, Georges St-Pierre.

Seperti halnya Bautista, yang terkenal sebagai pemeran Drax the Destroyer dalam Guardians of the Galaxy (2014), Gina Carano sebelum ini sudah pernah tampil di Fast and Furious 6 (2013) dan Deadpool (2016). Sementara itu, Georges St-Pierre adalah pemeran teroris Georges Batroc dalam Captain America: Civil War (2014).

Sayangnya, meski dipenuhi oleh aktor-aktor laga ternama, film berbujet USD 17 juta ini mendapat review negatif dari sejumlah situs dan kritikus. Meski demikian, pihak produser ternyata cukup pede untuk merilis sekuelnya, Kickboxer: Retaliation. Syuting sudah mereka lakukan pada bulan Juni hingga Agustus 2016 yang lalu. Bahkan, proses produksi film ketiga, Kickboxer: Syndicate, bakal dimulai pada Februari 2017.

Rob Hickman, sang produser, menjanjikan bakal banyak kejutan di Kickboxer: Retaliation. Mereka melibatkan 14 juara dari dunia olahraga, sebagian besar dari UFC, termasuk mantan juara dunia tinju kelas berat, Mike Tyson! Selain itu, juga ada legenda sepak bola Ronaldinho, serta bintang serial Games of Thrones, Hafthor Julius Bjornsson, sebagai musuh utamanya.

***

Kickboxer: Vengeance

Sutradara: John Stockwell
Produser: Nicholas Celozzi, Ted Field, Dimitri Logothetis
Penulis Skenario: Dimitri Logothetis, Jim McGrath
Pemain: Alain Moussi, Jean-Claude Van Damme, Dave Bautista, Gina Carano, Georges St-Pierre, Darren Shahlavi
Sinematografi: Matteo Londono
Penyunting: Carsten Kurpanek, Chris A. Peterson
Produksi: Headmon Entertainment Productions, Radar Pictures
Distributor: RLJ Entertainment
Durasi: 90 menit
Budget: USD 17 juta
Rilis: 14 Juli 2016 (FIFF), 2 September 2016 (Amerika Serikat), 25 November 2016 (Indonesia)

Ratings

IMDb: 4,9/10
Rotten Tomatoes: 38%

November 26, 2016

Preview Film: Moana (2016)


November ini menjadi bulan yang menyenangkan bagi para penggemar film animasi musikal Disney. Moana, yang digadang-gadang menjadi salah satu calon film animasi 3D terbaik tahun ini, akhirnya dirilis secara worldwide pada hari Jumat (25/11).

Selama ini, film-film animasi Disney, terutama dengan princess-princess-nya, memang hampir selalu berhasil merebut hati para pemirsa dari segala usia. Masih lekat dalam ingatan ketika tiga tahun lalu Frozen (2013) dirilis. Film tentang dua putri dari Kerajaan Arendelle itu sukses meraih Piala Oscar sebagai Film Animasi Terbaik.

Seperti halnya Frozen, Moana juga mengangkat tokoh utama seorang cewek. Meski demikian, dia bukanlah seorang putri kerajaan. Melihat karakternya yang tomboy dan pemberani, Moana lebih cocok disebut sebagai jagoan wanita. Cukup berbeda dengan princess-princess Disney selama ini.

Memang, dalam satu dekade terakhir, Disney pelan-pelan mulai mengubah karakter princess yang kemayu dan lemah menjadi lebih tangguh. Seperti Rapunzel dalam Tangled (2010), Merida dalam Brave (2012), hingga Anna dalam Frozen (2013). Namun, tetap saja, Moana inilah yang terlihat paling "gahar" dibandingkan para pendahulunya tersebut.

Dikisahkan sebagai seorang gadis bangsa Polinesia, Moana Waialiki (Auli'i Cravalho) yang hidup di Kepulauan Oceania, Samudera Pasifik, sejak kecil sudah akrab dengan laut. Atas petunjuk dan dukungan neneknya, yang juga sesepuh desa, yang bernama Gramma Tala (Rachel House), Moana memutuskan untuk berpetualang mengarungi lautan pada usia yang tergolong masih ababil, 16 tahun.

Orang Polinesia dikenal sebagai pelaut dan navigator andal selama ribuan tahun. Namun, suatu ketika, mereka berhenti berlayar. Moana, yang penasaran, ingin melanjutkan tradisi berlayar nenek moyangnya. Selain itu, putri pasangan Kepala Suku Tui (Temuera Morrison) dan Sina Waialiki (Nicole Scherzinger) tersebut ingin menyelamatkan pulau tempat tinggalnya dari bencana.

Meski dilarang oleh bonyoknya, Moana tetap nekat. Satu-satunya orang di Pulau Motunui yang mendukung cita-citanya untuk berlayar hanyalah sang nenek, Gramma Tala. Misi Moana adalah mencari Te Fiti, dewi penciptaan yang bertanggung jawab terhadap keseimbangan alam. Gadis keras kepala nan cerdik itu harus mengembalikan jantung Te Fiti yang dicuri oleh Maui (Dwayne "The Rock" Johnson) seribu tahun sebelumnya.

Dengan hanya ditemani Heihei (Alan Tudyk), seekor ayam jantan, Moana dan Maui pun mengarungi samudera luas untuk menemui Te Fiti. Petualangan dahsyat dan berbahaya sudah menunggu, termasuk ancaman dari para monster. Seperti Tamatoa (kepiting raksasa yang hidup di dasar laut dan suka mencuri barang berharga), Kakamora (monster kelapa imut yang jahat dan suka merampok para pelaut), serta Teka (monster lahar yang sering melemparkan batu panas kepada siapa pun yang mendekati tempat tinggal Te Fiti).

Berbeda dengan princess Disney lainnya yang biasanya langsing, body Moana ini agak bulky dan atletis. Hal itu sesuai dengan kemampuannya yang jago mendayung perahu, berlayar, dan, bahkan, melawan monster! Rambutnya kriwil panjang dan kulitnya sawo matang ,seperti cewek-cewek Polinesia pada umumnya.

Karena dia bukan seorang putri kerajaan, Moana pun tidak bergaun indah. Pakaiannya hanya berupa lilitan kain tapa yang terbuat dari serat pohon mulberry. Demikian juga dengan roknya yang berupa anyaman daun pandan dengan belahan tinggi untuk menunjang kelincahannya dalam bergerak.

Yang menarik, pencipta pola kain tapa, kain tradisional Polinesia yang dipakai oleh Moana, adalah seorang animator asal Indonesia yang bernama Griselda Sastrawinata. Di proyek film animasi berbujet USD 150 juta ini, dia menjabat sebagai visual development artist.

Sementara itu, Maui adalah demigod yang sangat legendaris di kalangan masyarakat Polinesia. Karakternya, sebenarnya, abu-abu. Tidak sepenuhnya baik dan tidak sepenuhnya jahat. Ada yang menganggapnya sebagai pahlawan, tapi juga sekaligus penipu.

Postur Maui tinggi besar, gendut, dan tubuhnya penuh tattoo. Rambutnya keriting dan berkulit sawo matang. Pakaiannya hanya berupa celana dari lilitan kain berlapis daun, khas Polinesia. Sifatnya congkak, sok jagoan, tidak berpikir panjang, namun sangat setia kawan. Selain jago bertarung, dia juga bisa berubah menjadi hewan dan punya kail ajaib. Hal unik lainnya, ada tattoo Mini Maui di badannya yang bisa bergerak-gerak!

Demi menjaga kearifan lokal, semua tattoo yang ditampilkan di film Moana ini merupakan hasil kerja sama dengan tattoo artist asli Polinesia. Untuk menggarap tattoo Mini Maui yang bisa bergerak, Disney menerapkan perpaduan teknik animasi 3D dengan 2D.

Karakter lain yang menarik perhatian dan menjadi penyegar suasana adalah Heihei, seekor ayam jantan yang menjadi teman seperjalanan Moana dan Maui. Sifatnya sangat konyol dan tidak pernah memahami situasi di sekitarnya. Dia suka menelan apapun yang dianggap sebagai makanan, mulai biji-bijian hingga batu! Saking dungunya, sutradara Ron Clements, bahkan, menyebut Heihei sebagai karakter terbodoh sepanjang sejarah Disney.

Selain Heihei, Moana sebenarnya juga punya binatang kesayangan lain bernama Pua. Sayangnya, babi kecil yang lucu dan periang tersebut tidak ikut berpetualang mengarungi lautan bersamanya.

Jika ada yang bertanya apakah Moana punya pacar, tambatan hati, atau gebetan, maka jawabannya adalah: tidak. Iya, dia jomblo, tapi bukan jones. Moana adalah seorang cewek yang mandiri. Meski ditemani oleh Maui yang perkasa, dia tidak bergantung padanya.

Seperti halnya Elsa dalam Frozen (2013), Moana tidak memiliki love interest. Maui bukan pacarnya. Jadi, jangan harap bakal ada pangeran ganteng muncul di film animasi berdurasi 103 menit ini. Sang sutradara memang sengaja menonjolkan kemandirian Moana untuk menginspirasi para perempuan modern agar lebih berani berjuang mengejar impian dan cita-cita, tanpa harus "diganggu" oleh kehadiran prince charming.

Auli'i Cravalho mengaku tidak kesulitan dalam mengisi suara Moana. Aktris dan penyanyi yang baru berusia 16 tahun itu sejak kecil sudah akrab dengan lautan, tari Hula-Hula, dan musik tradisional kepulauan Pasifik karena dia lahir dan besar di Hawai'i, Amerika Serikat.

Cravalho juga setuju bahwa sudah saatnya karakter cewek di film-film animasi Disney dibuat lebih ber-power seperti Moana. Siswi SMA Kamehameha Schools, Kapalama, Hawai'i itu menyatakan para perempuan modern harus bisa mandiri dan bebas menentukan masa depannya sendiri.

Sementara itu, untuk mengangkat budaya bangsa Polinesia yang memiliki kekayaan tradisi yang begitu memikat, tim produksi Disney benar-benar melakukan penelitian dengan serius, bukan hanya sekadar studi literatur. Sutradara John Musker dan Ron Clements, bahkan, benar-benar mengunjungi pulau-pulau utama di Oceania, yaitu Fiji, Samoa, Tahiti, Mo'orea, Bora-Bora, dan New Zealand pada tahun 2011 dan 2014.

Di Kepulauan Pasifik tersebut, duo sutradara yang pernah menghasilkan film animasi musikal klasik The Little Mermaid (1989) dan Aladdin (1992) itu mengamati lokasi dan berinteraksi langsung dengan penduduk dan nelayan lokal di sana. Mereka kemudian juga menggunakan jasa ahli sejarah, budaya, dan bahasa, arkeolog, antropolog, seniman, serta tokoh adat untuk memperkuat cerita Moana.

Selama ini, Disney memang dikenal sangat total dalam melakukan riset untuk menghasilkan film-film animasi agar sesuai dengan dunia nyata. Ketika membuat The Lion King (1995), para animator mereka bahkan rela tinggal selama enam bulan di tengah habitat singa!

Untuk menghasilkan efek deburan ombak dan percikan air laut yang presisi, Disney menggandeng Pixar. Anak perusahaannya tersebut sudah berpengalaman menampilkan akuarium raksasa yang terlihat nyata di film Finding Dory (2016). Mereka menggunakan sistem visual efek bernama Splash untuk menggarap semua adegan yang berkaitan dengan air laut.

Dalam film yang naskahnya ditulis oleh Jared Bush ini, laut tidak hanya menjadi background, melainkan juga salah satu karakter utama. Kabarnya, kita bakal sering disuguhi adegan interaksi antara Moana dan air laut.

Selain visual efek, sisi musikal di film Moana juga tak bisa dianggap enteng karena ditangani langsung oleh Mark Mancina. Selain itu, yang menggarap lagu-lagunya adalah pemenang Grammy Award, Lin-Manuel Miranda, serta Opetaia Foa'i, musisi asli Polinesia yang sudah meraih berbagai penghargaan internasional.

Seperti halnya Frozen (2013) yang memiliki lagu hit Let It Go, Moana juga punya How Far I'll Go. Inti dari lagu ciptaan Lin-Manuel Miranda tersebut adalah tentang kekuatan mimpi serta keinginan seseorang yang sedang mencari jati dan mengejar masa depannya.

Untuk versi filmnya, Auli'i Cravalho sendiri yang menyanyikan How Far I'll Go. Sedangkan, untuk versi studionya, penyanyi asal Kanada, Alessia Cara, yang membawakannya.

Lagu yang dirilis pada 9 November 2016 yang lalu itu tidak hanya dinyanyikan dalam bahasa Inggris saja, melainkan juga dibuat dalam berbagai versi bahasa di dunia. Maudy Ayunda mendapat kehormatan untuk menyanyikan How Far I'll Go, yang dalam versi bahasa Indonesianya berjudul Seb'rapa Jauh Ku Melangkah tersebut.

Secara box office, Moana memang diharapkan bisa sesukses Frozen (2013). Bulan rilisnya pun sama, November. Meski demikian, Osnat Shurer, selaku produser, mengaku tidak berharap yang terlalu tinggi. Apalagi, tanggal rilisnya berdekatan dengan Fantastic Beast and Where to Find Them milik Warner Bros. Pictures yang diperkirakan menjadi pesaing terberatnya.

Secara kualitas, setelah tayang perdana di AFI Fest pada 14 November 2016 yang lalu, Moana mendapat rating sangat positif dari sejumlah kritikus dan situs review. Bahkan, diperkirakan bakal bersaing ketat dengan produk Disney lainnya, Zootopia (2016), untuk meraih Piala Oscar sebagai film animasi terbaik tahun ini!

***

Moana

Sutradara: Ron Clements, John Musker
Produser: Osnat Shurer
Penulis Skenario: Jared Bush
Pengarang Cerita: Ron Clements, John Musker, Chris Williams, Don Hall, Pamela Ribon, Aaron Kandell, Jordan Kandell
Pemain: Auli'i Cravalho, Dwayne Johnson, Rachel House, Temuera Morrison, Jemaine Clement, Nicole Scherzinger, Alan Tudyk
Musik: Mark Mancina, Lin-Manuel Miranda (lagu), Opetaia Foa'i (lagu)
Penyunting: Jeff Draheim
Produksi: Walt Disney Pictures, Walt Disney Animation Studios
Distributor: Walt Disney Studios Motion Pictures
Durasi: 103 menit
Budget: USD 150 juta
Rilis: 14 November 2016 (AFI Fest), 23 November 2016 (Amerika Serikat), 25 November 2016 (Indonesia)

Ratings

IMDb: 8,4
Rotten Tomatoes: 97%
Metacritic: 81
CinemaScore: A



November 22, 2016

Preview Film: Allied (2016)


Berita perceraian Brad Pitt dan Angelina Jolie menjadi salah satu peristiwa yang paling mengejutkan di tahun 2016 ini. Bagaimana tidak, dua sejoli yang terjerat cinta lokasi saat membintangi Mr. & Mrs. Smith (2005) itu disebut-sebut sebagai salah satu pasangan yang paling serasi dan harmonis di Hollywood.

Namun, apa lacur. Nasi sudah menjadi bubur. Kabarnya, kandasnya mahligai perkawinan Brangelina ini disebabkan oleh orang ketiga. Iya, rumornya, Pitt kembali terjebak dalam cinta lokasi dengan Marion Cotillard, lawan mainnya di film Allied yang bakal tayang mulai hari Rabu (23/11) pekan ini.

Saat bertekuk lutut dalam dekapan Jolie dulu, Pitt sebenarnya masih berstatus sebagai suami Jennifer Aniston, bintang serial Friends yang ditahbiskan sebagai perempuan tercantik 2016 versi majalah People. Aniston, yang kala itu geram karena diselingkuhi, meminta pisah ranjang pada Januari 2005. Dua bulan sesudahnya, dia menggugat cerai Pitt.

Kini, cerita yang sama diduga kembali terulang. Jolie kabarnya sampai menyewa mata-mata untuk mengawasi kelakuan suaminya saat melakoni syuting Allied selama berbulan-bulan di London. Karena Pitt menunjukkan gelagat yang mencurigakan, Angie pun menjadi cemburu. Ketika menjenguk Brad di lokasi syuting, hot mommy yang memiliki enam anak itu bahkan menolak bertegur sapa dengan Marion Cotillard.

Di lain pihak, disebut-sebut sebagai orang ketiga dalam noktah merah perkawinan Jolie-Pitt, Cotillard membantah gossip tersebut. Model asal Prancis itu sejak 2007 menjalin hubungan dengan aktor dan penulis, Guillaume Canet, 43, dan sudah dikaruniai seorang anak bernama Marcel, 5. Malahan, kini Marion sedang mengandung anaknya yang kedua.

Menurut MILF sexy berukuran dada 32C itu, hubungannya dengan Brad di lokasi syuting adalah hubungan profesional sebagai aktor dan aktris. Meski demikian, Cotillard mengakui, di film Allied ini, mereka memang sempat beradegan sangat panas. Bahkan, ada satu scene yang menampakkan aktris berusia 41 tahun itu menaiki tubuh Pitt, lalu berciuman dengan hot.

Cotillard awalnya mengaku canggung ketika harus beradegan seks. Begitu juga dengan Pitt. Namun, mereka tetap berkomitmen untuk melakukan yang terbaik. Latihan koreografi pun dilakukan oleh Marion dan Brad agar mereka bisa dengan bebas berekspresi dalam berakting. Keduanya juga diberitakan sering menghabiskan waktu bersama untuk mendalami karakter.

Seperti halnya Mr. & Mrs. Smith, Allied mengangkat tema tentang kisah asmara sepasang agen rahasia. Bedanya, kali ini ber-setting jadul. Di masa Perang Dunia II. Kabarnya, cerita tersebut terinspirasi dari kejadian nyata tentang dua assassin yang jatuh cinta saat menjalankan tugas untuk membunuh seorang perwira Jerman.

Pada 1942, seorang intel Kanada bernama Max Vatan (Brad Pitt) mendapat misi berbahaya di Casablanca, Maroko, Afrika Utara, yang kemudian mengantarkannya bertemu seorang pejuang Prancis bernama Marianne Beausejour (Marion Cotillard). Mereka kemudian saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.

Meski dalam suasana perang, kehidupan pasangan Max dan Marianne pada awalnya berjalan harmonis. Bahkan, mereka juga dikaruniai seorang anak. Sampai akhirnya, Vatan mendapat informasi rahasia, yang belum tentu benar, bahwa Beausejour adalah seorang mata-mata Nazi Jerman! Apakah yang bakal dilakukan oleh Max? Melenyapkan istrinya, atau, malah membelanya?

Terlibat dalam proyek film perang sebenarnya bukan hal yang baru bagi Brad Pitt. Allied tercatat sebagai film keempatnya yang ber-setting Perang Dunia II. Sebelumnya, aktor berusia 52 tahun itu sudah pernah bermain di Inglourious Bastard (2009), Beyond All Boundaries (2009), dan Fury (2014).

Meski sudah berpengalaman, Pitt mengaku perannya kali ini bukanlah peran yang mudah. Salah satu tantangan terbesarnya adalah mengucapkan bahasa Inggris dengan aksen Prancis. Karakter Max Vatan yang dia perankan memang berasal dari Kanada yang berbicara dengan logat khas negeri anggur tersebut.

Untungnya, lawan main Pitt kali ini adalah Marion Cotillard yang memang asli Prancis. Selama proses syuting, pemeran Achilles dalam film Troy (2004) itu banyak diajari Cotillard untuk melafalkan dialog dalam bahasa Prancis. Meski demikian, pada awalnya, Marion sering mengejek bahwa aksen Pitt kurang hot.

Bagi Cotillard sendiri, bermain dalam film perang juga bukan hal yang baru. Sebelum Allied, pemeran Miranda Tate dalam The Dark Knight Rises (2012) ini sudah pernah tampil di film Lisa (2001) yang juga ber-setting World War II.

Bermodalkan wajah cantik, body sexy, plus kemampuan akting yang cukup mumpuni, membuat Cotillard dijuluki sebagai "The Most Bankable French Actress of the 21st Century". Sepanjang 2001 hingga 2014, total penjualan tiket filmnya di seluruh Prancis mencapai 37 juta penonton!

Pada 2008, Cotillard terpilih sebagai wajah Lady Dior, yang merupakan produk tas tangan terkenal asal Prancis. Selain itu, seperti halnya Angelina Jolie yang menjadi duta PBB untuk masalah pengungsi, Cotillard juga seorang pemerhati lingkungan hidup. Dia adalah juru bicara Greenpeace.

Nama Marion Cotillard sebenarnya sudah melejit sejak ia memerankan penyanyi legendaris Prancis, Edith Piaf, dalam film La Vie en Rose (2007). Kemampuan olah vokal dan akting yang cemerlang membuat putri Jean-Claude Cotillard tersebut meraih Piala Oscar kategori Best Actress pada 2008. Bahkan, dia menjadi orang pertama yang mendapat Academy Award lewat film berbahasa Prancis!

Di lain pihak, Paramount Pictures selaku distributor sempat dituduh memanfaatkan momen perceraian Jolie-Pitt untuk mempromosikan film mereka. Hanya beberapa jam setelah kabar retaknya rumah tangga Brangelina mencuat, Paramount merilis trailer Allied pada bulan September yang lalu.

Dalam cuplikan tersebut, tampak beragam adegan yang mengisahkan kehidupan Max Vatan yang diperankan Brad Pitt. Termasuk aksi tembak-tembakan antara agen rahasia tersebut dengan lawan-lawannya. Selain itu, juga ada adegan intim dengan Marianne Beausejour yang diperankan Marion Cotillard. Salah satunya saat mereka berasyik-masyuk di dalam mobil.

Pihak Paramount sendiri kemudian membantah bahwa mereka memanfaatkan momen pertikaian Brangelina untuk merilis trailer Allied. Menurut mereka, rencana penayangan cuplikan tersebut sudah ada sejak lama. Kebetulan saja waktunya bertepatan dengan keputusan Jolie menggugat cerai Pitt.

Setelah tayang secara terbatas di Regency Village Theatre pada 9 November 2016 yang lalu, Allied mendapat rating cukup positif dari IMDb. Yang pasti, kasus Brangelina sedikit banyak memang berhasil menarik perhatian moviemania untuk menonton film berdurasi 124 menit tersebut.

***

Allied

Sutradara: Robert Zemeckis
Produser: Graham King, Steve Starkey, Robert Zemeckis
Penulis Skenario: Steven Knight
Pemain: Brad Pitt, Marion Cotillard, Jared Harris, Simon McBurney, Lizzy Caplan
Musik: Alan Silvestri
Sinematografi: Don Burgess
Penyunting: Mick Audsley, Jeremiah O'Driscoll
Produksi: GK Films, ImageMovers
Distributor: Paramount Pictures
Durasi: 124 menit
Rilis: 9 November 2016 (Regency Village Theatre), 23 November 2016 (Indonesia & Amerika Serikat)

Ratings

IMDb: 7,9


November 21, 2016

Preview Film: Marauders (2016)


Nama Bruce Willis memang sangat lekat dengan film-film action. Sejak memerankan John McClane dalam film Die Hard (1988), mantan suami Demi Moore tersebut langsung melejit sebagai salah satu aktor laga papan atas di Hollywood.

Meski kini usianya tidak lagi muda, sudah 61 tahun, Willis masih tetap aktif. Nyaris setiap tahun namanya menghiasi layar lebar. Bahkan, tahun ini, bintang utama serial televisi Moonlighting (1985-1989) itu terlibat dalam empat proyek film. Satu di antaranya berjudul Marauders, yang baru tayang pekan ini di Indonesia.

Bergenre action crime-thriller, Marauders berkisah tentang sebuah bank milik Jeffrey Hubert (Bruce Willis) yang dirampok oleh sekelompok penjahat profesional. Selain menggondol uang USD 3 juta, dalam aksinya tersebut, mereka juga menyandera adik sang pemilik bank, yang akhirnya tewas terbunuh.

FBI pun langsung turun tangan untuk menyelidiki kasus tersebut. Dalam proses investigasi, Agent Jonathan Montgomery (Christopher Meloni) menemukan fakta bahwa ada konspirasi rumit di belakang aksi perampokan bank tersebut. Apa yang menjadi motif para penjahat itu dan siapa sebenarnya yang menjadi dalang utamanya?

Selain Bruce Willis, Marauders juga dibintangi oleh Christopher Meloni yang dulu mulai dikenal setelah membintangi serial televisi Law & Order: Special Victims Unit di NBC dan Oz di HBO. Kedua aktor senior tersebut sebenarnya sudah pernah main bareng di beberapa film, di antaranya 12 Monkeys (1995) dan Sin City: A Dame to Kill For (2014).

Nama besar lain yang menghiasi Marauders adalah Dave Bautista. Para penggemar film superhero Marvel tentu saja mengenal mantan pegulat profesional WWE itu sebagai Drax the Destroyer dalam Guardians of the Galaxy (2014).

Di Amerika Serikat, film berdurasi 107 menit ini sebenarnya sudah dirilis sejak 1 Juli 2016 yang lalu oleh Lionsgate Premiere. Sayangnya, selain jeblok secara komersial, hanya meraup pemasukan USD 120 ribu hingga saat ini, Marauders juga mendapat rating kurang positif dari sejumlah situs review dan kritikus.

***

Marauders

Sutradara: Steven C. Miller
Produser: Randall Emmett, George Furla, Joshua Harris, Rosie Charbonneau, Mark Stewart
Penulis Skenario: Michael Cody, Chris Sivertson
Pemain: Christopher Meloni, Bruce Willis, Dave Bautista, Adrian Grenier, Johnathon Schaech, Lydia Hull, Tyler Jon Olson, Texas Battle
Musik: Ryan Dodson
Sinematografi: Brandon Cox
Penyunting: Vincent Tabaillon
Produksi: Grindstone Entertainment, Emmett/Furla/Oasis Films, Aperture Media Partners, The Fyzz Facility, 4th Wall Entertainment
Distributor: Lionsgate Premiere
Durasi: 107 menit
Rilis: 1 Juli 2016 (Amerika Serikat), 20 November 2016 (Indonesia)

Ratings

IMDb: 5,4
Rotten Tomatoes: 40%
Metacritic: 42

November 17, 2016

Preview Film: Fantastic Beasts and Where to Find Them (2016)


Bulan ini mungkin menjadi bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh para Potterhead. Spin-off, yang merupakan perluasan cerita dari dunia sihir Harry Potter, yaitu Fantastic Beasts and Where to Find Them, akhirnya tayang di bioskop mulai hari Rabu (16/11) ini di Indonesia.

Meski tidak menceritakan penyihir ababil berkacamata minus tersebut, kehadiran Fantastic Beasts tentu saja bakal mengobati kerinduan para Potterhead yang terakhir kali menyaksikan Harry Potter and the Deathly Hallows - Part 2 pada tahun 2011. Film yang kembali dibesut oleh sutradara David Yates ini diadaptasi dari novel karangan J. K. Rowling berjudul sama, yang ditulis pada 2001.

Kisahnya mengambil setting saat musim dingin di Amerika Serikat, bukan di Inggris, pada tahun 1926. Jauh sebelum Harry Potter lahir. Menceritakan petualangan Newt Scamander (Eddie Redmayne), pengarang buku Fantastic Beasts and Where to Find Them, yang kelak bakal menjadi salah satu bacaan wajib bagi Harry Potter dkk saat menimba ilmu di Sekolah Sihir Hogwarts.

Newt Scamander adalah seorang magizoologist nyentrik. Penyihir introvert yang bekerja di Kementerian Mejik Inggris itu dikisahkan sedang bertugas memburu dan mendapatkan kembali para makhluk ajaib yang hilang. Misi berbahayanya tersebut membawanya sampai ke Kota New York.

Di sana, Newt bertemu dengan seorang penyihir cantik bernama Porpentina "Tina" Goldstein (Katherine Waterston), yang bekerja di Magical Congress of the USA (MACUSA). Dulunya, Tina adalah seorang Auror yang bertugas memburu dan menangkap para penyihir jahat.

Katherine Waterston, pemeran Tina, adalah seorang aktris asal London berusia 36 tahun. Sebelum ini, aktingnya bisa kita nikmati dalam film Steve Jobs (2015). Kala itu, dia berperan sebagai Chrisann Brennan, mantan pacar sang pendiri Apple tersebut.

Awalnya, saat menjalani audisi, Waterston mengaku tidak yakin bakal diterima menjadi pemain di Fantastic Beasts. Baginya, segala hal yang berhubungan dengan franchise Harry Potter itu terlalu besar. Selama ini, aktris serial Boardwalk Empire (2012) itu memang belum pernah terlibat di film-film blockbuster. Oleh karena itu, dia sangat terkejut ketika akhirnya diumumkan sebagai pemeran Tina dengan menyisihkan dua kandidat lainnya, yaitu Kate Upton dan Elizabeth Debicki.

Bagi Waterstone, kesulitan terbesar bermain di film berdurasi 133 menit ini adalah menguasai peran sebagai Tina. Dia harus mampu menampilkan sosok penyihir yang pintar sekaligus menawan. Apalagi, referensinya tentang tokoh tersebut sangat minim. Bahkan, bisa dibilang tidak ada.

Baik Tina maupun Newt memang tidak pernah muncul dalam tujuh novel Harry Potter. Begitu juga di buku Fantastic Beasts and Where to Find Them yang sama-sama dikarang oleh J. K. Rowling. Maka dari itu, Waterston dan Eddie Redmayne akhirnya berimajinasi sendiri dalam memunculkan karakter dua penyihir jadul tersebut.

Untungnya, Redmayne, selaku lawan main Waterston, juga bukan aktor kemarin sore. Meski baru berusia 34 tahun, pengalamannya sangat mumpuni. Pemeran si bencong Lili Elbe dalam The Danish Girl (2015) tersebut sudah pernah meraih Piala Oscar lewat perannya sebagai Stephen Hawking di The Theory of Everything (2014).

Sebelum menjalani proses syuting Fantastic Beasts, salah satu hal yang menarik bagi Redmayne dan Waterstone adalah boleh mendesain tongkat sihir dan peralatan mereka sendiri. Keistimewaan tersebut bahkan tidak dimiliki oleh dua bintang franchise Harry Potter sebelumnya, Daniel Radcliffe dan Emma Watson.

Meski peran mereka berbeda, tantangan utama bagi Redmayne dan Waterston adalah dibanding-bandingkan dengan Radcliffe dan Watson oleh para fans. Oleh karena itu, mereka dituntut untuk merebut hati jutaan penggemar Harry Potter dengan tampil apik sebagai Newt Scamander dan Tina Goldstein.

Selain Newt dan Tina, tokoh lain yang menarik perhatian di Fantastic Beasts adalah Percival Graves, Kepala Magical Security di MACUSA, yang diperankan oleh Colin Farrell. Bintang film Alexander (2004) itu mengungkapkan bahwa karakter yang dia perankan sangat frustrasi dengan kerahasiaan yang harus dijaga dari dunia sihir di Amrik. Percival melakukan segala cara untuk menjaga agar para penyihir tidak harus bersembunyi.

Sementara itu, sebelum Fantastic Beasts tayang, sudah ada kabar mengejutkan yang dirilis oleh Warner Bros. Pictures. J. K. Rowling, selaku penulis naskah dan pengarang novel, mengkonfirmasi bahwa prekuel Harry Potter ini bakal dikembangkan menjadi lima film!

Iya. Lima film. Padahal, Fantastic Beasts dianggap memiliki materi cerita yang dangkal, karena novelnya termasuk tipis. Hanya setebal 128 halaman. J. K. Rowling harus mampu menjawab tantangan dan memperdalam kisahnya hingga proyek ini bisa diperlebar sampai lima seri.

Sejauh ini, belum diketahui siapa saja pemain yang bakal terlibat dalam empat seri selanjutnya. Yang pasti, sutradara David Yates bakal tetap membesutnya hingga tuntas sampai lima film. Eddie Redmayne masih akan tetap berperan sebagai Newt Scamander, karena ia merupakan lakon utama dalam saga Fantastic Beasts ini.

Kabar mengejutkan lainnya adalah dipastikannya Johnny Depp ambil bagian dalam lanjutan prekuel Harry Potter ini. Aktor pujaan ibu-ibu yang sedang tersandung kasus KDRT tersebut bakal memerankan penyihir jahat, Gellert Grindelwald, di masa mudanya.

Baik J. K. Rowling maupun David Yates telah mengindikasikan bahwa Grindelwald bakal menjadi villain utama di saga Fantastic Beasts, seperti halnya Voldemort di saga Harry Potter. Meski demikian, di film pertama ini, dia mungkin hanya akan muncul sekilas sebagai cameo.

Grindelwald pada mulanya adalah sobat lama Albus Dumbledore. Namun, mereka akhirnya menjadi musuh bebuyutan. Menurut Rowling, kisah Fantastic Beasts sendiri bakal memiliki rentang waktu hingga 19 tahun. Kemungkinan akan diakhiri dengan duel epik antara dua sahabat, Dumbledore vs. Grindelwald, yang menjadi ending dari Perang Sihir Global pada 1945.

Hingga kini, masih belum diketahui siapa yang bakal memerankan Dumbledore di masa mudanya. Sejumlah pemain dan karakter dalam sekuel Fantastic Beasts diperkirakan baru akan terungkap saat film tersebut memulai syuting pada awal tahun 2017 mendatang.

Faktor utama dari keberlangsungan franchise Fantastic Beasts yang baru dirilis ini, tentu saja, adalah keberhasilan dalam menembus box office. Jika film pertamanya sukses secara finansial, serta mendapat review positif, ambisi untuk melanjutkannya menjadi lima seri tampaknya bakal terwujud.

Warner Bros. Pictures selaku distributor pun dengan gencar melakukan promosi. Sejak bulan lalu, para Potterhead mereka hujani dengan sejumlah teaser yang menggelitik. Trailer-nya pun dicicil sedikit demi sedikit hingga membuat para fans penasaran.

Tak ketinggalan, Warner Bros. Pictures juga bekerja sama dengan berbagai pihak. Salah satunya adalah Empire Magazine. Majalah asal Inggris tersebut merilis edisi khusus yang formatnya mirip The Daily Prophet, yaitu koran para penyihir yang gambarnya mampu bergerak-gerak, seperti yang pernah kita tonton dalam franchise Harry Potter.

Editor Empire, Jonathan Pile, menyebutkan bahwa edisi eksklusif yang hanya dicetak 5.000 eksemplar tersebut memiliki sampul yang terdiri dari dua lapis karton. Mereka menyisipkan screen tipis dan microchip yang berisi dua konten video di sana. Jadi, foto di covernya bakal terlihat "hidup", alias bergerak-gerak sendiri. 

Dua video yang ditampilkan adalah special trailer dan behind the scenes Fantastic Beasts. Keduanya tidak dirilis di media lain. Jadi, benar-benar eksklusif untuk para pembaca Empire Magazine. Sayangnya, majalah mejik tersebut hanya dijual di gerai-gerai Sainsbury's pada 27 Oktober 2016 yang lalu.

Selain lewat media massa, tim marketing Fantastic Beasts juga menggeber promosi lewat media sosial. Pada 11 Oktober 2016, mereka merilis video klip berdurasi 30 detik yang hanya bisa dibuka dengan "mantra" yang tepat.

Untuk menontonnya, para fans wajib nge-tweet dengan tagar #FB, yang bakal berubah menjadi emoji, lalu diikuti dua dari empat nama tokoh utama dalam Fantastic Beasts (Newt, Tina, Queenie, dan Jacob). Jika jawaban benar, akun Twitter @fantasticbeasts bakal menampilkan isi dari video klip ekslusif tersebut.

Di samping aktif di dunia maya, Warner Bros. Pictures juga tak melupakan dunia nyata. Sejumlah promosi offline mereka galakkan, terutama di kawasan Times Square, New York. Poster dan baliho raksasa Newt Scamander dkk menghiasi lokasi yang sangat terkenal tersebut. Hal itu menegaskan bahwa film Fantastic Beasts ini ber-setting di Amerika Serikat, bukan di Inggris seperti Harry Potter. Mereka bertujuan melakukan penetrasi ke pasar ababil Negeri Paman Donald yang jauh lebih besar.

Warner Bros. Pictures sebenarnya tidak mematok target pemasukan yang terlalu tinggi. Mereka hanya berharap Fantastic Beasts bisa meraup USD 75 juta saat opening weekend. Angka itu lebih rendah daripada Harry Potter and the Order of the Phoenix (2007), yang tercatat sebagai film Harry Potter dengan pendapatan pekan perdana terkecil (USD 77 juta).

Meski tidak memancang target tinggi, para pengamat yakin Fantastic Beasts bakal mampu menembus box office. Apalagi, setelah mengadakan world premiere di Alice Tully Hall, New York City, pada 10 November 2016 yang lalu, sejumlah kritikus dan situs review memberi rating sangat positif. Bahkan, Rotten Tomatoes, untuk sementara ini, menampilkan angka 100%, yang artinya sangat layak untuk ditonton!

***

Fantastic Beasts and Where to Find Them

Sutradara: David Yates
Produser: David Heyman, J. K. Rowling, Steve Kloves, Lionel Wigram
Penulis Skenario: J. K. Rowling
Berdasarkan: Fantastic Beasts and Where to Find Them by J. K. Rowling
Pemain: Eddie Redmayne, Katherine Waterston, Dan Fogler, Alison Sudol, Ezra Miller, Samantha Morton, Jon Voight, Carmen Ejogo, Colin Farrell
Musik: James Newton Howard
Sinematografi: Philippe Rousselot
Penyunting: Mark Day
Produksi: Heyday Films
Distributor: Warner Bros. Pictures
Durasi: 133 menit
Budget: USD 180 juta
Rilis: 10 November 2016 (Alice Tully Hall), 16 November 2016 (Indonesia), 18 November 2016 (Inggris & Amerika Serikat)

Ratings

Rotten Tomatoes: 100%
Metacritic: 73



November 12, 2016

Preview Film: Before I Wake (2016)


Sejak menelurkan Absentia (2011), nama Mike Flanagan mulai dikenal sebagai sutradara spesialis film horror. Pria kelahiran tahun 1978 itu memang kerap menghasilkan karya yang berkaitan dengan "hantu-hantuan" sejak masih kuliah di Towson University, Maryland. Salah satu kelebihannya, selain menjadi sutradara, dia juga menulis skenario dan mengedit sendiri semua film horror-nya!

Karir Flanagan semakin menanjak setelah dia menghasilkan Oculus (2013), yang mendapat review cukup positif dari para kritikus. Kisah horror tentang cermin kuno berhantu tersebut didasarkan pada film pendek berjudul Oculus: Chapter 3 - The Man with the Plan (2006), yang juga disutradarai, ditulis skenarionya, diedit, dan diproduseri oleh Flanagan.

Tahun ini, suami aktris Kate Siegel tersebut kembali merilis film horror. Tidak tanggung-tanggung, ada tiga karya sekaligus yang dia hasilkan, yaitu Hush dan Ouija: Origin of Evil, yang dua-duanya kembali mendapat review positif dari para kritikus, serta Before I Wake yang baru tayang di Indonesia pada hari Jumat (11/11) ini.

Berbeda dengan empat film sebelumnya, di mana dia selalu bekerja sama dengan aktor dan aktris yang kurang ternama, di Before I Wake, Flanagan harus mengarahkan nama-nama yang cukup tenar semacam Thomas Jane dan Kate Bosworth. Selain itu, juga ada bintang cilik, Jacob Tremblay, yang namanya mencuat setelah beradu akting dengan Brie Larson dalam film nominasi Piala Oscar, Room (2015).

Before I Wake mengisahkan tentang sepasang suami-istri, Jessie (Kate Bosworth) dan Mark Hobson (Thomas Jane), yang baru saja ditimpa musibah. Sang putra semata wayang, Shawn, meninggal secara mendadak. Untuk menghapus kesedihan, mereka kemudian mengadopsi seorang anak laki-laki bernama Cody Morgan (Jacob Tremblay).

Sayangnya, kehadiran Cody ternyata tidak membawa keceriaan, malah mendatangkan masalah baru bagi Jessie dan Mark. Bocah berusia delapan tahun tersebut memiliki keanehan saat tidur nyenyak. Semua yang ada dalam mimpinya menjadi kenyataan, baik itu mimpi indah maupun mimpi buruk yang dipenuhi oleh hantu dan teror maut.

Jessie dan Mark, yang akhirnya menyadari bahaya tersebut, kemudian berusaha sekuat tenaga untuk mengungkap misteri di balik mimpi-mimpi Cody yang menakutkan dan mengancam nyawanya. Dapatkah mereka menyelamatkan sang putra angkat dan hidup berbahagia?

Saat pertama kali diumumkan pada 7 September 2013, proyek film berdurasi 97 menit tersebut semula berjudul Somnia. Entah kenapa, kemudian diganti menjadi Before I Wake pada Maret 2015. Kabarnya, itu atas permintaan sang sutradara, yang mungkin merasa kurang sreg dengan judul sebelumnya.

Perilisan film bergenre horror fantasy ini awalnya direncanakan pada 8 Mei 2015, tetapi kemudian mengalami penundaan dan dijadwal ulang beberapa kali. Hal tersebut dikarenakan kebangkrutan yang dialami oleh Relativity Media, selaku distributor untuk kawasan Amerika Serikat.

Before I Wake akhirnya tayang perdana pada 31 Juli 2016 di Fantasia International Film Festival dan kemudian dirilis secara serentak di Amerika Utara pada 9 September 2016. Sayangnya, sejumlah situs review memberi rating kurang positif. Untuk pertama kalinya, film horror karya Mike Flanagan, yang biasanya bagus, mendapat review negatif dari para kritikus.

***

Before I Wake

Sutradara: Mike Flanagan
Produser: Sam Englebardt, William D. Johnson, Trevor Macy
Penulis Skenario: Mike Flanagan, Jeff Howard
Pemain: Kate Bosworth, Thomas Jane, Jacob Tremblay, Annabeth Gish, Dash Mihok
Musik: Danny Elfman, The Newton Brothers
Sinematografi: Michael Fimognari
Penyunting: Mike Flanagan
Produksi: Intrepid Pictures, Demarest Films, MICA Entertainment
Distributor: Relativity Media
Durasi: 97 menit
Rilis: 31 Juli 2016 (Fantasia), 9 September 2016 (Amerika Serikat), 11 November 2016 (Indonesia)

Ratings

IMDb: 6,1
Rotten Tomatoes: 36%

Preview Film: Billy Lynn's Long Halftime Walk (2016)


Setelah dirilis pada bulan Mei 2012 oleh Ecco Press, novel pertama karya Ben Fountain yang berjudul Billy Lynn's Long Halftime Walk mendapat sambutan sangat positif dari para kritikus. Sejumlah penghargaan pun berhasil diraih, antara lain National Book Critics Circle Award for Fiction, Flaherty-Dunnan First Novel Prize, serta menjadi finalis National Book Awards.

Kisahnya tentang seorang tentara Amerika Serikat bernama Billy Lynn. Ababil berusia 19 tahun tersebut tergabung dalam pasukan khusus Bravo Squad yang ikut berperang di Irak. Di sana, ia dan rekan-rekannya nyaris tewas dalam sebuah pertempuran dahsyat yang diliput oleh media (berita).

Billy dkk kemudian dinyatakan sebagai pahlawan dan dibawa pulang kembali ke kampung halaman mereka oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Para prajurit yang masih muda tersebut diarak ke seluruh negeri dan berakhir di sebuah pertandingan american football Dallas Cowboys pada Hari Thanksgiving. Saat istirahat paruh waktu (halftime), mereka diperkenalkan di tengah lapangan dan disambut dengan kembang api.

Selama acara berlangsung, Billy mengenang kembali momen-momen mencekam dan tragis saat berada di medan perang, termasuk saat ia kehilangan sang sersan dalam baku tembak. Sangat kontras dengan kemeriahan acara yang sedang terjadi.

Kenangan Billy yang mengharukan itulah yang menjadi inti cerita karangan Ben Fountain tersebut. Tema yang diangkat oleh novel ini bukan hanya tentang perang yang dikomersialisasikan, melainkan juga tentang persaudaraan yang erat di antara para prajurit di medan pertempuran.

Sambutan positif dari para kritikus dan pembaca akhirnya membuat TriStar Pictures, salah satu anak perusahaan Sony Pictures, tertarik untuk mengangkat Billy Lynn's Long Halftime Walk ke layar lebar. Sutradara asal Taiwan, Ang Lee, kemudian ditunjuk untuk menggarapnya.

Meski bukan orang Amerika, sepak terjang Ang Lee di Hollywood sudah tidak perlu diragukan. Dua Piala Oscar yang dia raih adalah buktinya. Sejak melejit lewat Sense and Sensibility (1995), sutradara berusia 62 tahun tersebut memang terus melahirkan karya yang inovatif, sebut saja Crouching Tiger, Hidden Dragon (2000), Hulk (2003), Brokeback Mountain (2005), dan Life of Pi (2012).

Di Billy Lynn's Long Halftime Walk ini, Ang Lee menerapkan teknologi mutakhir. Proses syuting film perang berdurasi 110 menit tersebut menggunakan kamera digital cinema 3D terbaru dengan high frame rate lima kali lipat dari kamera biasa. Produk rilisan Sony tersebut mampu merekam dengan resolusi 4K dan frekuensi gambar 120 frame per detik! Bandingkan dengan kamera biasa yang hanya 24 frame per detik.

Film terbaru Ang Lee ini pun tercatat sebagai film dengan frekuensi frame per detik tertinggi yang pernah diproduksi. Sebelum ini, rekor dipegang oleh trilogi The Hobbit (2012) garapan sutradara Peter Jackson, yang juga berformat 3D dan frekuensinya mencapai 48 frame per detik.

Dengan kamera high frame rate yang mutakhir tersebut, Billy Lynn's Long Halftime Walk ini menjanjikan sebuah adegan perang dengan sensasi tajam dalam format 3D. Jika menonton trailer-nya, terlihat visualisasi film berbujet USD 40 juta ini memang cukup megah.

Selain menggunakan teknologi terkini, Ang Lee juga memperkuat jajaran cast dengan aktor dan aktris terkenal, antara lain Vin Diesel dan Kristen Stewart. Kemampuan akting mereka memang dibutuhkan untuk mendukung sang pendatang baru, Joe Alwyn, yang memerankan Billy Lynn. Selain itu, Lee ingin menyajikan adegan-adegan drama yang kuat, seperti di film-film dia sebelumnya.

Bagi K-Stew, Billy Lynn's Long Halftime Walk ini adalah film keempatnya, atau yang terakhir, di tahun 2016 ini. Sebelumnya, pemeran karakter Kathryn (kakak Billy) tersebut sudah bermain di Certain Women, Cafe Society, dan Personal Shopper. Mantan pacar Robert Pattinson itu memang terbiasa tampil di 2-3 film setiap tahunnya.

Sayangnya, kehadiran sejumlah bintang tenar tersebut tidak cukup untuk mengangkat Billy Lynn's Long Halftime Walk. Sejak tayang perdana secara terbatas di New York Film Festival pada 14 Oktober 2016, sejumlah situs review memberi rating yang kurang positif. Para kritikus menilai penggunaan kamera high frame rate sebenarnya terlalu mubazir untuk film yang unsur dramanya lebih kental daripada adegan perangnya ini.

***

Billy Lynn's Long Halftime Walk

Sutradara: Ang Lee
Produser: Simon Cornwell, Stephenson Cornwell, Marc Platt, Tom Rothman, Rhodri Thomas, Ang Lee
Penulis Skenario: Jean-Christophe Castelli
Berdasarkan: Billy Lynn's Long Halftime Walk by Ben Fountain
Pemain: Kristen Stewart, Chris Tucker, Garrett Hedlund, Vin Diesel
Steve Martin, Joe Alwyn
Musik: Jeff Danna, Mychael Danna
Sinematografi: John Toll
Penyunting: Tim Squyres
Produksi: Bona Film Group, Film4 Productions, The Ink Factory, Studio 8, TriStar Productions
Distributor: TriStar Pictures
Durasi: 110 menit
Budget: GBP 40 juta
Rilis: 14 Oktober 2016 (NYFF), 11 November 2016 (Amerika Serikat & Indonesia)

Ratings

IMDb: 6,4
Rotten Tomatoes: 50%
Metacritic: 55


Preview Film: The Girl with All the Gifts (2016)


Film bertema zombie apocalypse memang tidak ada habisnya dan semakin marak belakangan ini. Mulai dari serial televisi The Walking Dead yang tayang sejak tahun 2010, dan sudah berlangsung selama tujuh season layaknya Cinta Fitri, hingga film layar lebarnya yang sangat banyak, semacam Night of the Living Dead (1968), Dawn of the Dead (1978), 28 Days Later (2003), I am Legend (2008), World War Z (2013), sampai yang bergenre komedi seperti Zombieland (2009).

Di awal tahun ini, para filmania sebenarnya juga sudah disuguhi Pride and Prejudice and Zombie yang kisahnya terinspirasi dari novel klasik karangan Jane Austen. Selain itu, sekitar dua bulan yang lalu, juga ada film zombie pertama yang diproduksi oleh Korea, yaitu Train to Busan, serta tak ketinggalan film zombie bikinan Inggris, The Girl with All the Gifts, yang baru mulai tayang di Indonesia pada hari Rabu (9/11) ini.

Diadaptasi dari novel berjudul sama karya M.R. Carey, film rilisan Warner Bros. Pictures tersebut berkisah tentang umat manusia di seluruh dunia yang telah terinfeksi oleh virus zombie yang berasal dari jamur. Sejumlah orang yang selamat, dipimpin oleh Dr. Caroline Caldwell (Glenn Close), berusaha menemukan obat penyembuh dengan mengadakan eksperimen terhadap anak-anak.

Para bocah yang dijadikan bahan percobaan tersebut adalah tipe hybrid. Mereka sebenarnya adalah zombie, tetapi masih bisa berpikir dan memiliki kekuatan mental. Meski demikian, jika terlalu dekat dengan bau daging manusia, anak-anak tersebut bakal kehilangan kontrol dan tidak bisa mengendalikan diri.

Jika terjadi sesuatu yang tidak beres, para ilmuwan yang dipimpin Dr. Caldwell tidak segan-segan untuk menghabisi para bocah tersebut. Seorang guru, bernama Helen Justineau (Gemma Arterton), kurang setuju dengan kebijakan ini. Dengan dibantu oleh dua orang tentara, Helen berusaha menyelamatkan muridnya, seorang gadis hybrid jenius bernama Melanie (Sennia Nanua), yang bakal dibedah sebagai bahan eksperimen. Mampukah sang ibu guru sexy tersebut melakukannya?

Semula, film besutan sutradara Colm McCarthy ini diberi judul She Who Brings Gifts. Namun, kemudian diganti dengan The Girl with All the Gifts, sesuai judul buku karya M.R. Carey, yang juga bertindak sebagai penulis skenario.

Proses syutingnya berlangsung selama tujuh pekan sejak 17 Mei 2015, dan semuanya dilakukan di Inggris. Hanya saja, untuk menyajikan view Kota London, yang dikisahkan sudah menjadi kota mati, dengan menggunakan drone, tim produksi mengambil gambar Kota Pripyat, sebuah kota mati di Ukraina yang sudah tak berpenghuni akibat radiasi ledakan reaktor nuklir Chernobyl pada 1986.

Saat daftar pemainnya diumumkan, film berdurasi 111 menit ini juga tak luput dari kritik. Hal itu disebabkan oleh pemilihan Gemma Arterton, seorang cewek bule berusia 30 tahun, sebagai pemeran sosok Bu Guru Helen, yang di novelnya dikisahkan berumur 40-an tahun dan berkulit hitam. Isu whitewashing, alias pengulitputihan, terhadap semua karakter pun berembus.

Meski demikian, setelah dirilis pada 23 September 2016 di Inggris, film yang berbujet hanya GBP 4 juta ini mendapat rating positif dari sejumlah situs review. Penampilan Sennia Nanua sebagai gadis spesial dengan kebutuhan khusus mendapat banyak pujian.

Para kritikus juga menilai The Girl with All the Gifts ini sangat menegangkan dan kisahnya menarik. Bahkan, ada yang menganggapnya setara dengan 28 Days Later (2002), yang merupakan salah satu film zombie terbaik sepanjang masa.

***

The Girl with All the Gifts

Sutradara: Colm McCarthy
Produser: Will Clarke, Camille Gatin, Angus Lamont
Penulis Skenario: M.R. Carey
Berdasarkan: The Girl with All the Gifts by M.R. Carey
Pemain: Gemma Arterton, Paddy Considine, Glenn Close, Sennia Nanua
Musik: Cristobal Tapia De Veer
Sinematografi: Simon Dennis
Penyunting: Matthew Cannings
Produksi: Altitude Film Sales, BFI Film Fund, Poison Chef
Distributor: Warner Bros. Pictures (Inggris), Saban Films (Amerika Serikat)
Durasi: 111 menit
Budget: GBP 4 juta
Rilis: 9 September 2016 (TIFF), 23 September 2016 (Inggris), 9 November 2016 (Indonesia)

Ratings

IMDb: 7,3
Rotten Tomatoes: 82%
Metacritic: 73


Preview Film: Keeping Up with the Joneses (2016)


Gal Gadot memang sedang naik daun. Sejak tampil di Fast & Furious (2009), namanya terus meroket. Bahkan, tahun ini, model asal Israel itu tampil dalam empat film sekaligus. Yang paling memorable, tentu saja, perannya sebagai Wonder Woman dalam Batman v Superman: Dawn of Justice.

Selain bermain di film superhero DC Comics di atas, sepanjang tahun 2016 ini, Gal Gadot juga membintangi Triple 9, Criminal, dan, yang bikin penasaran, Keeping Up the Joneses. Film rilisan 20th Century Fox tersebut bakal tayang di Indonesia mulai hari Rabu (9/11) ini.

Sepanjang karirnya, Mbak Gal hampir selalu bermain di film-film action. Keeping Up with the Joneses ini agak beda, karena bergenre komedi. Atau, lebih tepatnya, action comedy. Aktris berusia 31 tahun tersebut bakal beradu akting dengan Jon Hamm, Zach Galifianakis, dan Isla Fisher.

Kisahnya menceritakan tentang pasangan suami-istri, Jeff (Zach Galifianakis) dan Karen Gaffney (Isla Fisher), yang tinggal di daerah pinggiran kota dengan rutinitas sehari-hari yang membosankan. Kehidupan mereka kemudian berubah ketika ada tetangga baru yang pindah ke sebelah rumah, yaitu Tim (Jon Hamm) dan Natalie Jones (Gal Gadot), yang terlihat sebagai pasangan yang begitu sempurna.

Penampilan pasangan Jones yang necis dan elegan seketika membuat keluarga Gaffney iri. Apalagi, Tim dan Natalie ternyata juga sangat berbakat dan berprestasi dalam segala hal. Jeff dan Karen pun menjadi sangat penasaran. Mereka kemudian memutuskan untuk memata-matai keluarga Jones. Dari penyelidikan tersebut, terkuak bahwa Tim dan Natalie adalah sepasang agen rahasia pemerintah yang sedang menyamar!

Tanpa mereka duga sebelumnya, keluarga Gaffney akhirnya ikut terseret dalam misi spionase internasional dari keluarga Jones yang berbahaya. Berbagai hal lucu yang mengundang tawa pun terjadi. Mampukah kedua pasangan yang berbeda latar belakang tersebut menyelesaikan masalah yang mereka hadapi?

Ada yang bilang, kisah Keeping Up with the Joneses ini merupakan perpaduan dari Neighbors (2014) dan Mr. & Mrs. Smith (2005), yang kala itu membuat cinta Brad Pitt dan Angelina Jolie bersemi. Meski judulnya seperti plesetan dari Keeping Up with the Kardashians, film berdurasi 105 menit ini bukanlah reality show, melainkan komedi yang dibumbui dengan adegan action ala film mata-mata.

Selain Gal Gadot, yang juga patut ditunggu adalah penampilan Jon Hamm. Selama ini, pemeran utama di Million Dollar Arm (2014) tersebut hampir selalu bermain di film-film drama, sci-fi, action, maupun thriller, seperti Space Cowboys (2000), The Day the Earth Stood Still (2008), dan Stolen (2009). Maka dari itu, menarik untuk melihatnya melucu di Keeping Up with the Joneses yang genre-nya komedi.

Sayangnya, kehadiran bintang-bintang semacam Jon Hamm, Gal Gadot, dan Isla Fisher ternyata tak mampu mengangkat film berbujet USD 40 juta ini. Sejak dirilis di Amerika Serikat pada 21 Oktober 2016, karya sutradara Greg Mottola ini hanya meraup pemasukan USD 17 juta secara global. Sejumlah ktitikus dan situs review juga memberi rating yang negatif.

***

Keeping Up with the Joneses

Sutradara: Greg Mottola
Produser: Michael LeSieur, Laurie MacDonald, Walter F. Parkes
Penulis Skenario: Michael LeSieur
Pemain: Zach Galifianakis, Jon Hamm, Isla Fisher, Gal Gadot
Musik: Jake Monaco
Sinematografi: Andrew Dunn
Penyunting: David Rennie
Produksi: Fox 2000 Pictures, Parkes + MacDonald Image Nation, TSG Entertainment
Distributor: 20th Century Fox
Durasi: 105 menit
Budget: USD 40 juta
Rilis: 8 Oktober 2016 (Los Angeles), 21 Oktober 2016 (Amerika Serikat), 9 November 2016 (Indonesia)

Ratings

IMDb: 5,8
Rotten Tomatoes: 21%
Metacritic: 35
CinemaScore: B-


November 04, 2016

Preview Film: Hacksaw Ridge (2016)


Selain sebagai aktor kawakan, Mel Gibson juga dikenal sebagai sutradara yang cukup jempolan. Braveheart (1995) adalah salah satu buktinya. Film yang dia bintangi sendiri dan mengangkat kisah nyata William Wallace tersebut sukses melahirkan dua Piala Oscar kategori Best Director dan Best Picture.

Selain Braveheart, kiprah Mel Gibson sebagai sutradara juga tak bisa dilepaskan dari The Passion of the Christ (2004). Film yang mengangkat kisah penyaliban Yesus Kristus itu kabarnya juga bakal dibuat sekuelnya dengan judul Resurrection.

Meski demikian, setelah menggarap Apocalypto (2006), bintang franchise Mad Max itu seakan vakum dari dunia sutradara. Tidak ada lagi karya yang dia telurkan. Bahkan, sejak membintangi Paparazzi (2004), Mel Gibson juga menghilang dari layar lebar selama enam tahun.

Rumornya, aktor kelahiran New York yang sejak usia 12 tahun hijrah ke Sydney, Australia, itu pernah ditangkap polisi karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk di Malibu pada 2006. Kemudian, juga sempat beredar rekaman yang berisi umpatan rasis dan tak senonoh Mel Gibson terhadap mantan pacarnya, Oksana Grigorieva. Akibat kontroversi tersebut, sejumlah rumah produksi pun menjauhinya.

Setelah empat tahun vakum, pemeran utama franchise Lethal Weapon tersebut akhirnya kembali tampil dalam film Edge of Darkness (2010). Sejak saat itu, Mel Gibson rutin membintangi satu film setiap tahun. Yang terbaru adalah Blood Father, yang tayang di Indonesia pada bulan September yang lalu.

Meski sudah kembali tampil di layar lebar, Mel Gibson masih belum menelurkan film sebagai sutradara. Tercatat, sudah satu dekade sejak Apocalypto (2006). Sampai akhirnya, tahun ini, dia merilis Hacksaw Ridge yang dibintangi oleh Andrew Garfield.

Diangkat dari kisah nyata, film berdurasi 131 menit tersebut menceritakan petualangan Kopral Desmond T. Doss (Andrew Garfield), seorang dokter yang bertugas sebagai tenaga medis di Angkatan Darat Amerika Serikat semasa Perang Dunia II. Doss kemudian menjadi legenda setelah, seorang diri, berhasil mengevakuasi dan menyelamatkan nyawa 75 orang rekannya saat terjadi Battle of Okinawa di Jepang.

Yang menarik, dalam salah satu pertempuran terhebat itu, Doss tidak menembakkan satu peluru pun. Bahkan, dia tercatat sebagai satu-satunya tentara yang tidak pernah mengangkat senjata selama Perang Dunia II. Hal itu sesuai dengan keyakinan religiusnya sebagai orang Kristen, yang memang cinta damai dan tidak dibenarkan untuk menyakiti, apalagi membunuh orang lain, termasuk musuh-musuhnya.

Doss juga menjadi tentara pertama yang menuntut haknya untuk tidak sepenuhnya mengikuti perintah militer dalam sejarah Amerika Serikat. Atas jasanya dalam Perang Dunia II, Presiden Harry S. Truman kemudian menganugerahi Doss penghargaan tertinggi, Medal of Honor.

Mel Gibson sebenarnya mengambil risiko cukup berani dengan menggarap Hacksaw Ridge ini. Apalagi, dia sudah 10 tahun tidak menjadi sutradara. Tema Perang Dunia II memang cukup populer dan menarik untuk diangkat ke layar lebar. Meski demikian, tema ini juga rawan mengundang sentimen negatif, terutama jika berkaitan dengan kisah nyata.

Ada yang mengatakan bahwa Hacksaw Ridge adalah sebuah film yang anti-perang dan cinta damai. Selain itu, sosok Doss yang sangat religius dianggap membuat film ini menjadi kurang humanis dan terlalu memuliakan superioritas moral orang beriman dibandingkan yang tidak.

Meski demikian, Mel Gibson menegaskan bahwa film rilisan Summit Entertainment ini adalah sebuah drama aksi yang berbasis religi. Kisahnya memang sengaja menonjolkan tindakan Doss yang luar biasa dan inspiratif dalam situasi perang yang mengerikan.

Menurut sutradara berusia 60 tahun tersebut, salah satu pesan moral dari Hacksaw Ridge adalah kita harus lebih memperhatikan para tentara. Karena di balik sosok yang tangguh, mereka juga manusia biasa yang butuh cinta dan pengertian.

Apa yang ingin disampaikan oleh Gibson tampaknya bisa diterima secara positif oleh para penonton. Buktinya, setelah tayang perdana di Venice Film Festival pada 4 September 2016 yang lalu, Hacksaw Ridge mendapat standing ovation (tepuk tangan sambil berdiri) yang sangat panjang dari para hadirin. Hingga 10 menit lamanya!

Para kritikus menyatakan Mel Gibson telah kembali menunjukkan kepiawaiannya sebagai sutradara. Bintang film The Patriot (2000) itu dinilai mampu memainkan tensi dan emosi dengan tepat, serta membangun alur cerita menuju ending yang memukau. Film berbujet USD 40 juta ini bisa dianggap sebagai penebusan setelah dia vakum selama satu dasawarsa.

Seperti halnya Braveheart, Gibson kabarnya mampu menampilkan adegan pertempuran dalam Hacksaw Ridge dengan sangat epik dan brutal. Battle of Okinawa memang dikenal sebagai salah satu pertempuran paling berdarah sepanjang Perang Dunia II.

Jika menonton trailernya, terlihat momen heroik ketika Desmond T. Doss berjuang mati-matian. Dia harus melewati tumpukan mayat rekan-rekannya, sekaligus mencari korban yang masih bernyawa untuk segera dievakuasi dan diselamatkan.

Lewat Hacksaw Ridge, para penonton memang bakal ditenggelamkan dalam kengerian perang sekaligus disuguhi kisah nyata tentang keberanian luar biasa dari seorang pria yang cinta damai. Akting Andrew Garfield yang cukup memukau sebagai sang pahlawan, Desmond T. Doss, juga mendapat banyak pujian dari para kritikus.

Pemeran utama The Amazing Spider-Man (2012) itu mengaku beruntung bisa bekerja sama dengan Mel Gibson. Bahkan, Garfield bersyukur perannya sebagai Peter Parker tidak berlanjut sampai seri ketiga sehingga dia berkesempatan membintangi Hacksaw Ridge.

Seperti halnya Gibson, tahun ini memang ibarat tahun penebusan bagi Garfield. Sempat dianggap gagal saat memerankan Spider-Man, bintang The Social Network (2010) itu tampil dalam dua film sekaligus sepanjang 2016 ini.

Selain Hacksaw Ridge, Garfield juga membintangi Silence besutan sutradara kondang, Martin Scorsese, yang bakal tayang bulan Desember depan. Dua film tersebut digadang-gadang bisa masuk nominasi Piala Oscar kategori Best Picture!

Sejauh ini, sejumlah situs review juga memberi rating yang positif untuk Hacksaw Ridge. Salah satu media massa asal Inggris, The Guardian, bahkan menyebut tidak ada yang lebih sempurna daripada film besutan Mel Gibson ini.

***

Hacksaw Ridge

Sutradara: Mel Gibson
Produser: Terry Benedict, Paul Currie, Bruce Davey, William D. Johnson, Bill Mechanic, Brian Oliver, David Permut, Tyler Thompson
Penulis Skenario: Andrew Knight, Robert Schenkkan
Pemain: Andrew Garfield, Sam Worthington, Luke Bracey, Teresa Palmer, Hugo Weaving, Rachel Griffiths, Vince Vaughn
Musik: Rupert Gregson-Williams
Sinematografi: Simon Duggan
Penyunting: John Gilbert
Produksi: Cross Creek Pictures, Demarest Films, Argent Pictures, Pandemonium Films, Permut Presentations, IM Global, AI Film, Vendian Pictures, Kylin Pictures
Distributor: Summit Entertainment (Amerika Serikat), Icon Film Distribution (Australia)
Durasi: 131 menit
Budget: USD 40 juta
Rilis: 4 September 2016 (Venice), 3 November 2016 (Australia), 4 November 2016 (Amerika Serikat & Indonesia)

Ratings

IMDb: 8,7
Rotten Tomatoes: 89%
Metacritic: 69

Preview Film: Cafe Society (2016)


Nama besar Woody Allen dalam dunia perfilman memang tidak perlu diragukan. Aktor, komedian, penulis skenario, sekaligus sutradara itu sudah menelurkan berbagai film dan meraih penghargaan internasional. Salah satu yang paling terkenal adalah Annie Hall (1977), di mana dia meraih Piala Oscar sebagai sutradara terbaik.

Woody Allen juga menjadi sutradara pertama yang karyanya mendapat kehormatan diputar sebagai film pembuka di Cannes Film Festival sebanyak tiga kali. Diawali oleh Hollywood Ending (2002), lalu Midnight in Paris (2011), dan yang terbaru adalah Cafe Society yang dirilis tahun ini.

Dibintangi oleh beberapa nama beken seperti Jesse Eisenberg, Kristen Stewart, Blake Lively, Steve Carell, dan Corey Stoll, Cafe Society adalah sebuah film drama-komedi romantis yang ber-setting pada tahun 1930-an. Selain menjadi sutradara, Woody Allen juga menulis screenplay film berdurasi 96 menit ini.

Kisahnya mengangkat kehidupan seorang pemuda bernama Bobby Dorfman (Jesse Eisenberg) yang berasal New York City dan pindah ke Hollywood. Dia berharap bisa bekerja di industri film. Di sana, Bobby ditampung oleh pamannya, Phil Stern (Steve Carell), seorang talent agent.

Untuk membantunya beradaptasi dengan kehidupan selebriti di Hollywood, sang paman kemudian memperkenalkan Bobby pada sekretarisnya, Vonnie Sybil (Kristen Stewart), yang masih muda dan cantik. Karena dasarnya adalah jones, alias jomblo ngenes, Bobby pun langsung jatuh cinta pada Vonnie.

Masalah menjadi pelik karena si Vonnie ternyata sudah menjalin affair dengan seorang pria beristri, yang berjanji bakal menikahinya. Meski demikian, Bobby tidak menyerah dan terus berusaha membuka hati Vonnie. Apakah dua muda-mudi yang sebenarnya sangat serasi itu akhirnya bisa bersatu?

Bagi K-Stew dan Jesse Eisenberg, Cafe Society ini merupakan ajang reuni. Sebelumnya, mereka sudah pernah main bareng di Adventureland (2009) dan American Ultra (2015). Dua bintang muda yang sedang menanjak itu juga sudah beberapa kali tampil Cannes. Jadi, ini bukan pengalaman pertama mereka di ajang festival.

Selain Cafe Society, film Eisenberg yang pernah ikut kompetisi utama di Cannes adalah Louder than Bombs (2015) karya Joachim Trier. Sementara itu, film K-Stew malah lebih banyak lagi, yaitu On the Road (2012) garapan Walter Salles dan Cloud of Sils Maria (2014) besutan Olivier Assayas.

Tahun ini, bahkan ada dua film K-Stew yang diputar di Cannes. Selain Cafe Society, juga ada Personal Shopper yang kembali digarap oleh Olivier Assayas. Bintang Twilight Saga itu sampai digelari sebagai "ratu festival" oleh pihak penyelenggara.

Saat proyek Cafe Society dimulai pada 9 Maret 2015, sebenarnya ada nama Bruce Willis yang bakal beradu akting dengan Eisenberg dan K-Stew. Namun, karena jadwal syutingnya bentrok dengan pementasan dramanya di Broadway, bintang franchise Die Hard itu pun mengundurkan diri. Posisinya kemudian digantikan oleh Steve Carell.

Satu hal yang menarik, film berbujet USD 30 juta ini tercatat sebagai film dengan modal termahal yang pernah dibuat oleh Woody Allen. Untuk pertama kalinya juga, di filmnya yang ke-47 ini, sutradara yang sudah berusia 80 tahun tersebut melakukan syuting dengan kamera digital. Dia menggunakan Sony CineAlta F65.

Setelah dirilis secara luas pada 5 Agustus 2016 oleh Amazon Studios dan Lionsgate, Cafe Society mendapat rating cukup positif dari sejumlah situs review dan kritikus. Visualisasinya dinilai cukup indah dan kisahnya menarik. Melankolis-romantis dengan bumbu komedi ringan, khas Woody Allen.

***

Cafe Society

Sutradara: Woody Allen
Produser: Letty Aronson, Stephen Tenenbaum, Edward Walson
Penulis Skenario: Woody Allen
Pemain: Jeannie Berlin, Steve Carell, Jesse Eisenberg, Blake Lively, Parker Posey, Kristen Stewart, Corey Stoll, Ken Stott
Narator: Woody Allen
Sinematografi: Vittorio Storaro
Penyunting: Alisa Lepselter
Produksi: Gravier Productions, Perdido Productions, FilmNation Entertainment
Distributor: Amazon Studios, Lionsgate
Durasi: 96 menit
Budget: USD 30 juta
Rilis: 11 Mei 2016 (Cannes), 15 Juli 2016 (Amerika Serikat), 2 November 2016 (Indonesia)

Ratings

IMDb: 6,8
Rotten Tomatoes: 69%
Metacritic: 64


Preview Film: Ouija: Origin of Evil (2016)


Sejarah papan pemanggil arwah sebenarnya sudah dimulai sejak jaman Dinasti Song di Tiongkok pada tahun 1100. Meski demikian, baru pada tahun 1890 spirit board yang fungsinya mirip permainan jelangkung tersebut dipatenkan secara komersial oleh seorang pengusaha Amerika Serikat bernama Elijah Bond.

Bersama dengan Charles W. Kennard dan William H. A. Maupin, Bond kemudian membentuk Kennard Novelty Co. untuk memproduksi papan pemanggil roh halus tersebut secara massal. Namun, pada tahun 1891, tanpa alasan yang jelas, Kennard didepak. Perusahaan tersebut kemudian berganti nama menjadi The Ouija Novelty Company.

Kata "ouija" sendiri kabarnya berasal dari bahasa Mesir kuno yang berarti "good luck" atau "selamat". Selain itu, ada yang bilang, "ouija" merupakan gabungan dari kata "oui" (bahasa Prancis) dan "ja" (bahasa Jerman) yang artinya sama-sama "iya".

Dalam papan Ouija, terdapat huruf abjad mulai dari A sampai Z dan angka mulai dari 0 hingga 9. Selain itu, juga ada kata "Yes", "No", "Hello" (kadang-kadang), dan "Goodbye". Untuk memainkannya, alias berkomunikasi dengan hantu, kita membutuhkan beberapa peralatan tambahan seperti uang koin dan gelas kecil, atau benda kecil apa saja, yang bisa digunakan sebagai penunjuk.

Pada tahun 1901, William Fuld, seorang karyawan yang bekerja di Ouija Novelty Company, kemudian mengambil alih produksi papan arwah tersebut. Di bawah Fuld inilah mainan spirit board yang semula terbuat dari karton itu berkembang pesat. Fuld merancang berbagai versi Ouija dan membuatnya menjadi lebih modern. Inventor kelahiran tahun 1870 itu akhirnya dijukuki sebagai Bapak Papan Ouija.

Sepeninggal Fuld pada tahun 1927, Ouija Company dikelola oleh anak-anaknya. Namun, pada tahun 1966, mereka menjual perusahaan tersebut ke Parker Brothers, yang juga memproduksi papan permainan lain seperti Monopoly. Pada tahun 1991, Parker Brothers diakuisisi Hasbro Inc. yang akhirnya memegang semua hak paten Ouija hingga saat ini.

Sejak diambil alih oleh Hasbro, Ouija menjadi semakin populer dan banyak digunakan dalam film-film horror. Bahkan, di Korea, film bertema papan arwah tersebut menjadi sebuah franchise terkenal dengan judul Bunshinsaba.

Meski demikian, baru pada tahun 2014 Hasbro Studios turun tangan sendiri dan memproduksi film horror pertama mereka yang berjudul Ouija. Sebelumnya, produk-produk rilisan Hasbro yang diangkat ke layar lebar lebih banyak bertema sci-fi dan superhero. Yang paling terkenal adalah Transformers, yang tahun depan bakal tayang film kelimanya. Selain itu, juga ada G.I. Joe, dan Battleship.

Meski mendapat rating sangat negatif dari sejumlah situs review dan kritikus, Ouija (2014) termasuk sangat sukses secara box office. Dengan bujet hanya USD 5 juta, film berdurasi 89 menit tersebut mampu meraup pemasukan secara global hingga USD 103 juta!

Kesuksesan secara komersial itulah yang tampaknya membuat Universal Pictures kepincut untuk merilis film keduanya. Atau, lebih tepatnya, prekuelnya, karena kisahnya ber-setting beberapa puluh tahun sebelum kisah di film pertama. Judulnya, Ouija: Origin of Evil.

Dibesut oleh sutradara Mike Flanagan, prekuel Ouija ini mengisahkan tentang seorang janda bernama Alicia Zander (Elizabeth Reaser) yang tinggal bersama dua putrinya, Lina (Annalise Basso) dan Doris (Lulu Wilson), di Los Angeles, pada tahun 1967. Untuk menghidupi keluarganya setelah sang suami meninggal, Alice berprofesi sebagai peramal palsu.

Dengan dibantu oleh dua anaknya yang masih kecil, yang berperan sebagai hantu palsu, si janda tersebut kerap menyusun skenario agar para tamu percaya bahwa mereka benar-benar bisa memanggil arwah. Pada awalnya, semua berjalan lancar. Alice berhasil menipu para kliennya dan meraup banyak uang.

Keadaan mulai berubah mencekam saat Alice secara tak sengaja menemukan "senjata" baru untuk mengembangkan bisnisnya, yaitu papan Ouija yang dijual di supermarket. Si janda kembang itu pun tertarik membelinya. Dengan spirit board tersebut, dia berharap bisa lebih meyakinkan para kliennya untuk memanggil arwah.

Namun, setelah dia menggunakan papan mainan tersebut, lambat laun kejadian aneh mulai bermunculan. Doris, anak Alice yang masih kecil, yang selama ini berperan sebagai perantara gadungan dalam pemanggilan roh halus, mulai menunjukkan perubahan sikap.

Dari yang semula manis dan pendiam, Doris mulai meracau. Bahkan, dia bisa menulis di atas kertas dengan bahasa Polandia. Selain itu, gadis imut tersebut juga mampu berkomunikasi dengan arwah bokapnya yang sudah meninggal.

Doris pun mulai meneror ibu dan kakaknya setiap malam, mulai dari bisikan-bisikan, mimpi buruk, hingga serangan fisik secara langsung. Di sekolahnya, roh jahat yang bersemayam di dalam tubuhnya juga mengganggu teman-teman Doris.

Melihat keadaan semakin runyam, Lina, sang kakak yang sudah ababil, kemudian meminta bantuan Pastor Tom (Henry Thomas) untuk melakukan eksorsisme, alias pengusiran roh jahat. Mampukah mereka menyelamatkan Doris? Bagaimana selanjutnya nasib si MILF Alice?

Setelah diputar di Amerika Serikat sejak 21 Oktober 2016 untuk menyambut Halloween, film berdurasi 99 menit tersebut mendapat rating cukup apik dari berbagai situs. Prekuel kali ini dianggap jauh lebih baik bila dibandingkan film sebelumnya yang tayang pada 2014. Bahkan, Ouija: Origin of Evil ini menjadi film produksi Hasbro pertama yang mendapat review positif dari para kritikus.

Meski tidak banyak mengumbar kemunculan hantu yang menyeramkan, Mike Flanagan dinilai mampu membuat penonton kaget dengan kejutan-kejutan kecilnya. Sutradara film horror Oculus (2013) dan Before I Wake (2016) itu piawai memanfaatkan ilustrasi musik pada momen yang tepat untuk memberikan efek kejut.

Flanagan juga menggarap setting tahun 1960-an dengan sangat detail. Kostum, model rambut, hingga interior rumah dengan nuansa gelap yang dia sajikan terlihat sangat vintage dan mencekam. Bahkan, jika menonton trailer-nya, ada titik hitam di bagian kiri atas layar, seolah-olah masih menggunakan pita roll film dan proyektor. Selain itu, Universal Pictures, selaku distributor, juga ikut-ikutan menampilkan logo versi jadul.

Apresiasi juga banyak diberikan oleh para kritikus kepada Lulu Wilson. Di usianya yang masih sangat belia, dia mampu berakting dengan cemerlang. Karakter Doris, gadis lucu dan imut yang dia perankan, bisa berubah seketika menjadi sosok yang mengerikan saat kerasukan roh.

Bagi yang sudah menonton film pertamanya dua tahun lalu, sebaiknya tidak buru-buru keluar dari bioskop setelah menikmati prekuelnya ini. Ada post-credits scene yang menampilkan korelasi antara film yang kedua dengan pendahulunya, terutama hubungan antara karakter Lina dengan tokoh utama di Ouija (2014) yang ber-setting masa kini.

***

Ouija: Origin of Evil

Sutradara: Mike Flanagan
Produser: Michael Bay, Bradley Fuller, Andrew Form, Jason Blum, Brian Goldner, Stephen Davis, Trevor Macy
Penulis Skenario: Mike Flanagan, Jeff Howard
Pemain: Elizabeth Reaser, Annalise Basso, Lulu Wilson, Henry Thomas, Parker Mack, Doug Jones
Musik: The Newton Brothers
Sinematografi: Michael Fimognari
Penyunting: Mike Flanagan
Produksi: Allspark Pictures, Blumhouse Productions, Hasbro Studios, Platinum Dunes, Intrepid Pictures
Distributor: Universal Pictures
Durasi: 99 menit
Budget: USD 9 juta
Rilis: 21 Oktober 2016 (Amerika Serikat), 2 November 2016 (Indonesia)

Ratings

IMDb: 6,7
Rotten Tomatoes: 82%
Metacritic: 65
CinemaScore: C

Preview Film: I.T. (2016)


Nama Pierce Brosnan memang seakan tenggelam setelah tidak lagi membintangi franchise James Bond. Die Another Day yang rilis pada tahun 2002 tercatat menjadi film terakhirnya sebagai agen rahasia asal Inggris yang berkode 007 tersebut.

Setelah pensiun sebagai Bond, praktis, Brosnan tidak pernah lagi tampil dalam film-film blockbuster Hollywood. Meski demikian, bukan berarti aktor asal Irlandia yang melejit lewat serial Remington Steele (1982-87) tersebut benar-benar vakum dari layar lebar.

Dua tahun lalu, Brosnan masih sempat menarik perhatian ketika membintangi The November Man (2014) bersama si sexy Olga Kurylenko. Setelah itu, dia juga berperan sebagai The Watchmaker dan beradu akting dengan Milla Jovovich dalam Survivor (2015). Tahun ini, penampilan Brosnan masih bisa kita nikmati lewat I.T., yang sayangnya hanya dirilis melalui video-on-demand dan tayang terbatas di beberapa bioskop.

Dalam film terbarunya yang bergenre thriller ini, Brosnan berperan sebagai Mike Regan, seorang pengusaha sukses yang memiliki segalanya: istri yang cantik, Rose (Anna Friel), dan putri yang manis, Kaitlyn (Stefanie Scott). Mereka bertiga hidup tentram di sebuah rumah yang modern.

Sayangnya, kebahagiaan keluarga Regan tersebut tak berlangsung lama. Mike berselisih paham dengan Ed Porter (James Frecheville), seorang konsultan I.T. di perusahaannya. Sakit hati, Porter kemudian mulai memata-matai kehidupan keluarga Mike, termasuk anak gadisnya yang masih ababil.

Dengan menggunakan teknologi canggih, Porter pun mulai mengancam, tidak hanya bisnis, tetapi juga hidup mantan boss-nya tersebut. Mampukah Mike Regan menyelamatkan diri dan juga keluarganya dari si maniak yang jago I.T. tersebut?

Saat pertama kali diumumkan pada Oktober 2013, proyek film I.T. ini sebenarnya bakal disutradarai oleh Stefano Sollima. Namun, pada Agustus 2014, pihak produser mengumumkan bahwa Sollima telah digantikan oleh John Moore, seorang sutradara asal Irlandia yang sudah berpengalaman membesut film-film action thriller semacam Behind Enemy Lines (2001), Flight of the Phoenix (2004), The Omen (2006), Max Payne (2008), dan A Good Day to Die Hard (2013).

Syuting I.T. pun dimulai pada 25 Juni 2015 di Irlandia dan selesai sebulan kemudian. Film ini juga tercatat sebagai film terakhir yang diproduseri oleh Beau St. Clair sebelum dia meninggal karena kanker. Selama ini, mendiang St. Clair adalah sahabat dekat Brosnan. Mereka berdua mendirikan rumah produksi yang bernama Irish DreamTime.

Untuk kawasan Amerika Utara, hak distribusi I.T. dipegang oleh RLJ Entertainment. Sayangnya, setelah dirilis pada 23 September 2016 yang lalu, film yang juga diproduksi oleh Voltage Pictures ini mendapat review negatif dari situs IMDb.

***

I.T.

Sutradara: John Moore
Produser: David T. Friendly, Beau St. Clair
Penulis Skenario: Dan Kay, William Wisher
Pengarang Cerita: Dan Kay, David T. Friendly (uncredited)
Pemain: Pierce Brosnan, James Frecheville, Anna Friel, Stefanie Scott, Michael Nyqvist
Musik: Timothy Williams
Sinematografi: Ekkehart Pollack
Penyunting: Ivan Andrijanic
Produksi: Voltage Pictures, Irish DreamTime, Friendly Films, Fastnet Films, 22h22
Distributor: RLJ Entertainment
Rilis:  23 September 2016 (Amerika Serikat), 1 November 2016 (Indonesia)

Ratings

IMDb: 5,4